“Udah dua hari ini lho kamu murung terus, dan kamu selalu bilang gapapa,” decak Ardana mulai merasa kesal, lagi-lagi Sera bengong saat bersamanya.
“Ya emang aku gak apa-apa, Na,” balas Sera dengan nada menekan, jelas sekali dia juga kesal.
“Kamu tuh kentara banget kalo ada masalah, banyak pikiran, aku bisa tahu meskipun kamu gak bilang.” Ardana mengakhiri ucapannya dengan menghela napas berat, mencoba menatap dalam iris mata gadisnya, mencoba mencari tahu lewat tatapan itu.
“Aku beneran gapapa, moodku emang lagi jelek akhir-akhir ini.” Sera berkata begitu lembutnya, dirinya memang tidak suka memperpanjang masalah dan lebih baik mengalah.
“Makananku hampir abis dan kamu sama sekali belum sentuh, dan ini bukan yang pertama kalinya, kamu juga di kantin kemarin gini sama temen-temen kamu!” Nada bicara Ardana mulai meninggi, bahkan ia mendentingkan sendok ke piringnya pertanda benar-benar marah.
Tidak berhenti, Ardana kembali melanjutkan, “Kamu beneran gak mau cerita sama aku? Gak mau jujur sama aku? Apa perlu aku cari tahu sendiri apa masalah kamu?”
Sera melirik tajam. “Na, apa sih!” dengusnya tak suka.
“Jendra tahu kan masalah yang lagi kamu hadapi?” Suara Ardana terkesan datar namun dingin.
“Kenapa bawa-bawa Jendra?” Napas Sera mulai memburu, membuat moodnya benar-benar semakin berantakan.
“Jadi dia beneran tahu apa yang bikin kamu murung kayak gini?” Ardana tersenyum sinis, meneguk jus jeruk di depannya dengan cepat. Sedangkan Sera hanya melotot kesal.
“Ser, aku buat kamu itu apa, sih?” tanya Ardana terdengar begitu lirih dan putus asa. “Kamu masih belum bisa terbuka sama aku, atau jangan-jangan kamu masih belum menerima aku sepenuhnya di hati kamu?”
Sera menunduk dan memejamkan matanya erat, hatinya meringis nyeri.
Kamu gak bakalan pernah ngerti, Na. Aku lagi kangen sama anakku. Aku belum terbiasa berjauhan darinya.
Tak lama ia kembali mendongak dan menatap Ardana, ada banyak risiko jika ia jujur tentang siapa itu Joe.
“Joe gak lagi tinggal di rumah Jendra, dia dibawa pindah sama Kak Alma, jadi di rumah aku terus ngerasa bosan sekaligus kangenin Joe,” ujar Sera akhirnya menceritakan kepindahan Joe.
Kemarin ia berpikir Ardana tidak harus tahu apa yang ia rasakan saat dirinya kehilangan Joe, karena ia merasa itu akan semakin membuatnya sedih jika harus membahas Joe. Dan ternyata memang benar nyatanya, Sera saat ini begitu sedih dan sakit saat membahas anaknya itu.
“Gak ada lagi suara tangisan pengen digendong sama aku, gak ada lagi suara tawa saat aku kelitikin, gak ada–” Suara Sera tercekat menahan tangis, ia tidak bisa melanjutkan lagi kata-katanya, matanya pun berkaca-kaca.
Melihat kesungguhan Sera yang menyayangi Joe, Ardana langsung bungkam. Sesayang itu Sera pada keponakan Jendra itu, bayi yang selalu membuatnya cemburu karena fakta dia keponakan Jendra. Namun, sebersit ada rasa senang di hati Ardana saat mengetahui bahwa Joe tidak lagi ada bersama Sera, bocah itu takkan mengganggunya lagi saat bersama Sera. Ya, di setiap kali kencan bersama Sera kekasihnya itu selalu cepat-cepat pulang dengan alasan Joe.
Ardana menghela napas beratnya lalu menggenggam tangan Sera, entahlah ia merasa sedikit senang saat ini. “Kamu sayang banget karena dia Joe atau sebenarnya kamu penyuka anak kecil?” tanyanya lembut.
“Eh?” Sera mengangkat wajahnya menatap Ardana.
“Tar sebelum pulang kita ke panti asuhan, yuk? Kita bisa adopsi anak di sana.”
“Jangan aneh-aneh kamu!” sela Sera dengan cepat dan muram mendengar kata adopsi anak, yang benar saja.
“Maksud aku gini, lho. Kita bisa pilih salah satu anak yang kamu suka, kebutuhan anak itu biar kita yang tanggung dan dia tetep tinggal di panti, seminggu sekali kita jengukin.”
Sera terdiam mendengar ucapan kekasihnya itu, dan dirinya sama sekali tidak tertarik. “Gak bakalan ada yang bisa menggeser posisi Joe di hatiku,” jawab Sera datar.
“Padahal aku juga pengen lho punya momen sama kamu dan anak kecil, dan anak kecil itu seolah anak kita berdua, sayang sih aku anak tunggal gak punya keponakan ataupun adik,” ujar Ardana menyindir Sera yang bersama Jendra bisa seperti itu.
Mata Sera memicing, merasa aneh dengan keinginan pemuda itu, dan ia langsung peka dan sedikit berdecak kecil. “Mulai deh,” dengusnya dengan mata kini memutar malas, ia bosan dengan kecemburuan Ardana.
“Kamu gak mau punya momen kayak gitu sama aku?”
“Tapi untuk sekarang aku maunya bayi itu Joe, bukan yang lain!” ujar Sera dengan tegas dan tak peduli apapun.
Oke, jadi karena dia Joe bukan karena Sera penyuka anak kecil. Dan Joe lebih penting daripada Ardana. Pemuda itu tersenyum sinis namun begitu tipis ketika mendapatkan jawabannya. Sadarkah Sera kalau itu menyakiti hati Ardana?
“Tapi kencan di panti asuhan gak buruk juga,” ujar Sera kini melirik dan mencoba tersenyum.
Ardana mengangkat sebelah alisnya, mencoba berharap yang ia dengar barusan tidaklah salah.
“Ayo ke sana, kita rasain gimana rasanya jadi orang tua bareng-bareng,” ujar Sera lagi tersenyum begitu manis.
Ardana tak bisa menyembunyikan wajah bahagianya, ia langsung menangkup wajah Sera dan sangat gemas ingin mengecup bibir kekasihnya itu, mati-matian ia menahannya karena sekarang mereka berada di restoran dan akan ada banyak pasang mata, apalagi mereka sekarang masih mengenakan seragam sekolah.
***
Singkat cerita. Sepulangnya dari panti asuhan dan melihat anak-anak kecil tanpa orang tua, ternyata cukup manjur menjadi obat hati Sera yang berjauhan dari Joe. Bahkan senyuman perempuan itu masih mengembang di belah birainya ketika pulang dan memasuki rumah Jendra.
Ketika membuka pintu kamar, Sera amat terkejut melihat Jendra sudah duduk santai di sisi ranjangnya dan bermain ponsel.
“Tumben wajahnya seger, habis dari mana sama Ardana?” tanya Jendra mencoba mengontrol rasa cemburunya itu.
“Dari panti asuhan,” jawab Sera apa adanya. “Ngapain kamu di sini?” tanyanya mulai agak ketus.
Jendra menunjukkan layar ponselnya yang tengah memutarkan video Joe, video terbaru Joe yang dikirim Alma.
“Aku nungguin kamu dari tadi mau liatin ini,” ujarnya sengaja agar Sera menyesal pergi bersama Ardana.
Melihat itu tanpa pikir panjang Sera langsung duduk di samping Jendra dan merebut ponselnya untuk melihat video Joe.
“Dari awal dulu, dong, putarnya,” bisik Jendra tersenyum penuh kemenangan, karena posisinya dan Sera itu begitu dekat dan menempel.
Dan setelah memutar ulang, bukannya menjauh, Jendra malah kembali ikut menonton video Joe yang sebenarnya modus saja untuk bisa berdekatan dengan Sera.
Jendra melirik Sera mencoba melihat raut wajahnya, ia cukup terkejut melihat mata perempuan itu yang berkaca-kaca. Menghela napas berat dan Jendra pun menarik Sera ke dalam pelukannya.
Tangis Sera langsung pecah di peluk Jendra seperti itu, padahal ini baru dua hari dirinya berpisah dari Joe, tapi sudah serasa berbulan-bulan.
“Anak kita baik-baik aja di sana, jangan khawatir, dia dilimpahi kasih sayang oleh Kak Alma,” ujar Jendra sambil mengusap-usap surai Sera pelan.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...