FATE 16

18.2K 1K 12
                                    

Jendra benar-benar tinggal di rumah dan hampir tidak pernah ke apartemennya lagi, sang mama bahagia dengan kehadiran dan perubahannya sekarang. Ia juga tampak selalu menurut dan tidak pernah membantah apa yang diperintahkan mamanya itu.

Saat berada di rumah kesibukan Jendra adalah bermain dengan Joe, ia bahkan selalu mengganti popok Joe dan memandikannya juga. Dan hal itu tak bisa membuat Sera menghindari Jendra.

“Ayo makan dulu, Ser. Mungpung Joe lagi bobo, tar keburu bangun pengen sama kamu terus lagi,” ujar Jendra dengan lembutnya, bibirnya tertarik membentuk sebuah senyum.

Rupanya Jendra saat berada di rumah perlakuannya pada Sera itu sangat baik dan perhatian, tidak lagi berlaku kasar termasuk ucapannya.

“Aku masih kenyang. Kayaknya gak makan deh siang ini,” balas Sera menepuk-nepuk perutnya seolah perut itu buncit.

“Kamu harus banyak makan biar ASI kamu banyak.” Jendra menggeleng.

“Aku kelebihan ASI.” Sera menekan kata-katanya, seolah mengingatkan.

“Tapi, tetep aja, kamu harus makan yang bernutrisi bagus.” Jendra tak setuju, “Makan apel aja, ya? Aku kupasin sama suapin, mau?” lanjutnya tetap merayu.

Sera langsung menggeleng. “Gak usah, apaan sih kamu!” ujarnya melipat tangannya di dada.

Jendra berdecak kecil dan tak mendengarkan Sera, tetap berjalan ke dapur dan mengambil satu buah apel merah dan mengupasnya, memotongnya dadu di atas piring setelah itu ia hampiri Sera lagi yang sebelumnya berada di ruang tengah.

Jendra tak mendapati Sera di tempat sebelumnya, ia pun terus celingukan dan melangkah ke setiap sudut ruangan. Sampai ia akhirnya mendapati Sera di halaman belakang duduk di teras, memandangi kebun Mama Farah yang berbuah lebat.

“Kamu di sini ternyata.” Jendra tersenyum dan duduk di samping Sera.

“Ayo makan, aaa ....” Pemuda itu kini menyodorkan garpu yang menusuk satu potong apel.

“Nggak ah,” tolak Sera menggeleng.

“Makan, aku udah potongin buat kamu.”

“Gak minta juga,” balas Sera dengan wajah merengut.

“Tapi aku udah potongin, kamu harus hargai aku.” Jendra lagi-lagi menyodorkan potongan apel itu.

“Kamu makan apelnya atau kamu aku makan?” tanya Jendra kini begitu ambigu dengan tatapan jahilnya.

Sera langsung menggulirkan bola matanya dan menatap tajam, setelah itu kembali menatap ke depannya. Jendra mengikuti arah pandang Sera dan tersenyum melihat gadis itu tengah memandangi buah-buah tomat yang begitu cantik dengan warnanya yang merah.

“Kamu mau tomat? Mau aku bikinin jusnya? Oke, aku petik dulu.” Jendra bangkit hendak memetik tomat-tomat itu.

Sera menarik tangan Jendra. “Ih, Jendra! Kamu tuh kenapa sih?”

“Aku cuma mau nyenengin kamu, manjain kamu, salah?” tanya Jendra menatap Sera yang masih duduk di teras sedangkan dirinya berdiri.

“Nyenengin aku? Atas dasar apa?”

“Karena gue suka lo bergantung sama gue, gue suka lo butuhin gue buat di sisi lo!” Bicara Jendra mulai tak bersahabat lagi, tatapan matanya mulai berkilat.

Sera berdecak sinis dan melipat tangannya di dada. “Kamu sadar gak apa yang kamu lakuin sekarang?” tanyanya.

“Kamu mau bilang kamu itu punya Ardana?” tanya Jendra tak suka dengan kenyataan bahwa Sera bersama laki-laki lain.

Fate and PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang