FATE 39

11.4K 671 31
                                    

Lama gak lanjut anggap season 2

“Gak luas tapi lumayan lah buat tinggal sendiri mah,” ujar Alea, perempuan muda yang menjadi perantara hingga Sera di tempat tinggal barunya.

“Makasih ya, Kak. Justru ini jauh lebih baik dari perkiraan gue.” Sera menyimpan kopernya di sudut ruangan dan langsung mendaratkan bokongnya di lantai yang hanya beralaskan tikar.

Menghela napas beratnya, ia begitu lelah secara mental dan batin begitu juga fisik, melepaskan dan meninggalkan itu bukanlah hal mudah. Hanya satu yang terus mengganggunya, yaitu bayangan tertawanya Joe.

“Cuman di sini berisik,” ujar Alea lagi.

“Gapapa, Kak. Justru lebih baik, gue gak akan ngerasa kesepian dan sendiri,” balas Sera terkekeh.

“Pokoknya cocok deh tinggal di sini kalo orangnya penakut, tuh para pemudanya kadang jam dua masih pada nongkrong di pos,” jelas perempuan itu ikut duduk di samping Sera.

Sera mengangguk-angguk mengerti saja, matanya mulai mengedar ke sekeliling ruangan mulai memikirkan akan bagaimana dirinya ke depannya.

“Kamar gue tepat di sebelah kanan lo, jangan sungkan ya kalo ada apa-apa panggil aja.”

Jadi siapa Alea ini? Singkatnya Alea secara kebetulan ia temui ketika di panti waktu itu. Alea yang melihat Sera tak baik-baik saja dan merasa bahwa Sera butuh tempat mengajaknya untuk tinggal di kamar kost sebelahnya yang kebetulan kosong.

Alea ini dulunya anak panti, tidak ada yang mengadopsinya sampai ia menginjak remaja memutuskan untuk tinggal sendiri dan mencari pekerjaan, dan usianya sekarang menginjak 19 tahun, ya masih sangat muda dan belia.

“Eh bentar!” Alea memekik dan menghampiri Sera yang tengah mengeluarkan isi kopernya dan membereskan pakaiannya. Rupanya seragam putih abu-abu Sera menyita perhatian Alea.

“Ini logo sekolah SMA ARANGGA kan?” tunjuk gadis itu pada logonya, matanya hampir tak berkedip.

“Iya, sekolah gue.” Sera membalas santai dan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.

Mata Alea membulat. “Serius lo? Sekolah itu kan lumayan mahal, kebanyakan anak menengah ke atas.”

Sera hanya tersenyum tipis, ia mengakui hal itu. Sekolah yang menjadi impiannya saat SMP, dan sang mama yang selalu mengabulkan keinginannya. Meskipun hidup pas-pasan tapi mamanya banting tulang membiayainya.

Sungguh anak durhaka, Sera membatin sendiri karena merasa miris. Karena di saat itu Sera tak pernah memikirkan bagaimana kondisi ekonomi keluarganya, yang dia pikirkan hanya keinginannya terwujud, apalagi mamanya itu jarang sekali melarang apa mau Sera.

“Jangan bilang lo anak orang kaya yang lagi kabur lagi,” tuduh Alea memicingkan matanya.

Sera berdecak mendengarnya. “Kebetulan ada orang baik yang mau nyekolahin gue,” balasnya menghela napas berat, karena memang setelah dia diusir mamanya keluarga Jendra yang membiayai semuanya, kan?

“Orang baik? Serius? Gak ada yang gratis lho di dunia ini.” Alea tak sungkan menunjukkan rasa penasarannya itu di depan orang yang baru ia kenal ini, meski begitu Sera tak merasa risi dan justru merasa sudah lama mengenal Alea.

“Iya karena gak ada yang gratis, makanya gue keluar dari rumah itu,” balas Sera cepat.

“Sip, gue dukung lo. Lebih baik hidup pas-pasan tapi hasil sendiri daripada hidup mewah tapi punya orang. Kita masih muda, Ser. Bisa kerja dan tidak menggantungkan hidup pada siapapun, itu lebih bebas.”

Sera tersenyum saja mendengarnya, ia juga setuju dengan yang dibilang Alea itu.

Jika ditanya bagaimana yang dirasakan Sera saat ini, memang benar dia merasa bebas dan lepas. Tidak lagi memikirkan harus bagaimana dan seperti apa setelah pergi dari rumah Jendra, karena dia sudah mendapatkan jawabannya saat ini. Meski sesak dan berat karena juga harus memutuskan hubungan dengan anaknya, setidaknya sekarang Sera merasa semuanya sudah berakhir.

Fate and PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang