“Makasih ya buat hari ini.” Sera tersenyum manis melirik Ardana yang berjalan berdampingan bersamanya itu.
“Kamu seneng?” tanya Ardana mengeratkan genggaman tangannya.
Sera mengangguk tulus, dia benar-benar sesenang itu. Setelah dibuat hamil oleh Jendra dan diusir dari rumahnya baru sekarang dia bisa tersenyum seperti ini lagi.
“Rasanya aku lupa gimana rasanya itu bahagia, sampai akhirnya ketemu kamu lagi dan jalan sama kamu hari ini,” ujarnya tak hentinya tersenyum, terus berdampingan berjalan di taman itu.
“Janji bahagia terus sama aku, ya? Aku mau kita bareng-bareng seperti ini terus.” Ardana menghentikan langkahnya dan menatap dalam manik Sera.
“Kita masih terlalu muda, Na. Kamu terlalu banyak berjanji, kita jalanin aja apa adanya dulu. Aku takut salah satu dari kita tidak bisa menepati janji itu, dan malah membawa kita ke dalam hukuman Tuhan,” balas Sera dengan mata menerawang kosong. Ia sudah dipermainkan oleh janji-janji palsu Jendra, rasanya ia tak mau lagi percaya pada kata janji.
Sera melemparkan senyumannya lagi dan melanjutkan langkahnya yang tertunda itu, ia mulai enggan untuk bicara serius seperti itu.
“Kalau gitu aku mau berusaha, aku akan terus berusaha tetap di samping kamu selama kita berdua sama-sama mampu.” Ardana menyusul dan kembali menautkan tangan mereka.
“Mau, kan, berusaha bareng aku?” tanya Ardana mengedipkan satu matanya.
Sera tertawa kecil dan akhirnya mengangguk dan ikut mengeratkan genggaman tangannya juga.
“Udah jam delapan belum? Aku harus pulang,” tanya Sera melirik.
Ardana merogoh ponselnya di saku celana dan melihat angka-angka di layar benda pipih itu.
“Masih kurang lima belas menit,” jawab pemuda itu kembali mengantongi ponselnya.
“Udah kayak Cinderella aja nih,” lanjutnya berdecak kecil.
Sera ikut tertawa kecil hingga menunjukan deretan gigi-gigi putihnya yang rapi.
“Ya udah yuk pul–” Bibir Sera langsung terkatup sempurna, sejak dulu setiap mereka jalan Ardana ini suka sekali mengantarnya sampai depan rumah. Dan sekarang tidak mungkin gadis itu membiarkan Ardana mengetahui di mana ia tinggal.
“Kenapa, Ser?” Ardana menghentikan langkahnya.
“Gak apa-apa.”
“Ayo aku antar nyampe rumah.” Pemuda itu hendak memakaikan helm pada Sera tapi suara seseorang menginstrupsi keduanya.
“Ternyata bener kalian ke sini,” ujar seseorang itu yang tak lain adalah Jendra.
Sera terkejut, di pikirannya kenapa Jendra ke sini. Sedangkan Ardana hatinya mengumpat karena kesal.
“Ser, ada yang mau gue omongin penting. Pulang bareng gue, yuk?” Dengan santainya Jendra melipat kedua tangannya di dada.
Tangan Ardana benar-benar gatal dan sangat ingin meninju Jendra seperti tadi siang. “Apa-apaan Lo?” desisnya dengan kilatan amarah
“Tanya Sera aja, Sera mau pulang sama gue atau sama Lo?” ujarnya tersenyum miring. Sangat yakin Sera akan memilih pulang bersamanya.
Dengan napasnya yang memburu, gadis itu dengan cepat meraih tangan Ardana. “Kalo ada penting omongin di sini, di depan cowok gue!” ujar Sera dengan yakin.
Mata Ardana langsung berbinar dan ia mengulum senyumnya. “Lo denger sendiri, kan, cewek gue bilang apa?” ujarnya berdecak remeh.
Kali ini amarah Jendra yang tersulut, ia menatap tajam Sera di depannya yang kini tampak berani balas menatapnya tajam. Bahkan sekarang bicaranya menggunakan gue lo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...