FATE 58

13K 759 183
                                    

“Na, ayo kita putus.”

Ardana langsung menegang, matanya membulat namun ia berusaha tenang. “Gak lucu becandanya,” decaknya malah tertawa. Jelas-jelas Sera tak baik-baik saja, matanya sangat menunjukkan bahwa dirinya begitu hancur.

“Aku serius,” lirih Sera dengan suara serak. “Kita sampe sini aja.”

Ardana mulai panik, ia mulai menangkup wajah Sera. “Sayang, pranknya jangan gini dong.”

Sera menunduk dan melepas tangan Ardana di wajahnya. “Aku gak becanda.”

“Nggak, kamu pasti becanda.” Ardana menggeleng dan tetap mencoba tersenyum.

“Makasih selama ini selalu sabar ngadepin aku dan posisiku yang serba salah, kayaknya gak ada cowok lain setulus dan sebaik kamu, aku gak akan pernah nemu lagi cowok kayak kamu.”

“Ser.” Pemuda itu memegang tangan Sera.

“Kenapa tiba-tiba? Apa ada sesuatu yang terjadi? Apa kesalahan aku? Jelasin. Aku udah cerita dosaku di belakang kamu sama Milla, kan?” parau Ardana terus menggeleng.

“Kamu gak salah. Aku masih bisa terima apa yang udah kamu lakuin sama Milla,” balas Sera pelan, karena kalau itu alasannya Sera pun sudah sering berkhianat secara fisik bersama Jendra, jadi itu tidak adil.

“Seenggaknya jelasin di bagian mana letak kesalahan dan kurangku, agar aku bisa memperbaikinya,” ujar Ardana penuh penekanan.

“Ini pasti ada sesuatu yang terjadi, ke mana Alea? Kenapa dia pulang tiba-tiba? Ketemu sama siapa kamu tadi di sana?” tanya Ardana lagi kini bertubi.

“Ternyata sampai kapanpun kamu gak akan bisa menjadi tempat untuk aku pulang,” lirih Sera dengan cegukan kecilnya.

“Kamu ngomong apa sih? Aku akan selalu ada buat kamu.”

Sera menggeleng. “Gak bisa, kita udahan aja sekarang. Aku gak bisa lebih sakit dari ini.”

“Lebih sakit?” Ardana mengernyit. “Apa sebenarnya kamu gak memiliki perasaan apapun sama aku? Kamu masih mencintai Jendra? Jawab jujur, aku gapapa,” pintanya mengangkat wajah Sera agar menatapnya.

Sera kembali menggeleng. “Ini gak ada hubungannya sama Jendra, dan aku sayang kamu, sayang banget.”

Kepala Sera begitu sakit, dadanya semakin ia rasakan panas, bahkan bernapas pun semakin ia rasakan sempit dan tubuhnya lemas. Pandangannya buram dan perlahan ia jatuh tak sadarkan diri.

“Sera!” Mata Ardana langsung melotot. Ia menepuk-nepuk pipi tirusnya dan memintanya bangun berkali-kali.

Dengan sangat panik Ardana melesatkan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit.

***

“Anda siapanya pasien?” tanya sang dokter setelah menangani Sera.

“Saya pacarnya, Dok. Gimana kondisinya? Dia baik-baik aja, kan?” tanya Ardana bertubi, hatinya benar-benar tidak tenang.

“Bisa hubungi keluarganya?”

Ardana diam dan akhirnya menggeleng. “Dia sebatang kara,” jawabnya pada akhirnya.

Sang dokter mengangguk dan menepuk pundak Ardana. “Asam lambung pasien naik, jangan biarkan dia banyak pikiran dan stres, dan juga makan-makanan pedas.”

Ardana kembali terdiam, ia merasa bodoh karena tidak tahu penyakit yang menimpa Sera.

“Asam lambung bukan penyakit yang bisa disepelekan, karena bisa merenggut nyawa. Dan obatnya adalah diri sendiri dan orang di sekitarnya, jaga pola makannya dan juga pikirannya. Kamu pasti bisa membantu pacarmu untuk sembuh.”

Fate and PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang