FATE 40

13.4K 617 14
                                    

Jam 10 malam, Sera akhirnya selesai bekerja. Ia bersyukur akhirnya mendapat pekerjaan yang pasti, meskipun ia harus bekerja di tempat kerabatnya Jendra. Mau bagaimana lagi, lagipula cafe itu punya Tama sendiri dan ia dirikan sendiri tanpa melibatkan keluarga. Ya, sedikit banyaknya teman barunya tadi menceritakan bagaimana perjuangan Tama dalam mendirikan cafenya itu.

Sayangnya jarak cafe tempatnya bekerja ke kosannya lumayan jauh, sampai memakan waktu hampir satu jam menggunakan ojek online, padahal harusnya lebih dekat biar bisa mengirit waktu dan ongkos juga.

Sera turun dari ojek itu dan terkejut karena dihadang beberapa pemuda, anak-anak asli sana. Beginilah saat kosan berada di perkampungan warga.

“Turunin sini aja, Bang. Kosannya di depan sana!” ujar seorang pemuda.

Jelas Sera merasa risi dan tidak nyaman. Dengan terpaksa ia turun dan sedikit menunduk, berusaha untuk tidak berkontak mata dengan para pemuda yang tiap malamnya nongkrong di pos ronda itu.

“Permisi,” ujar Sera pelan, berharap ada keajaiban bisa tiba-tiba sampai di depan kosannya.

“Cakep juga ya ternyata ni cewek,” celetukan salah satu pemuda.

“Habis dari mana sih malem-malem gini?” tanya seorang lainnya.

“Eh, Neng anak baru yang nempatin kamar samping Alea, ya?” Satu pemuda lagi dengan berani menghampiri dan jalan di samping Sera.

“Iya, Bang,” jawab Sera pelan, ia tak keruan merasa risi dan takut juga.

“Kenalin, nama gue Joni. Gue asli kampung ni, kalo ada anak yang gangguin lo bilang gue aja, mereka semua tunduk sama gue,” ujar pemuda itu tanpa basa-basi lagi, pandangannya pun tak teralihkan dari wajah manis Sera.

“I-iya, Bang,” balas Sera kentara sekali gugupnya, Joni saja menyadari itu dan justru membuatnya gemas.

Namun tiba-tiba terdengar suara deru motor yang tak asing di telinga Sera, bahkan pengendara motor itu membunyikan klakson dan berhenti tepat di hadapan Sera dan Joni.

Ya, itu Ardana yang membuka helmnya dan turun dari motornya. Tanpa basa-basi langsung menarik tangan Sera.

“Sera! Kamu tu!” desisnya tak bisa menahan diri lagi. Sera tak percaya bagaimana bisa Ardana menemukannya secepat ini.

Namun, siapa sangka Joni mendorong dada Ardana kasar dan menarik Sera kembali ke sisinya.

“Siapa lo datang tanpa permisi?” tanya Joni dengan sangar.

“Lo jangan ikut campur, ini masalah gue sama cewek gue!” Ardana begitu malas meladeninya.

Beberapa pemuda mulai menghampiri dan mengerubungi mereka. “Uang rokok dulu sini!” ujar salah satunya.

Ardana tersenyum sinis mendengarnya, dasar pengemis, dirinya membatin. Sedangkan Joni menggeleng menatap temannya itu, tidak setuju dengan memalak Ardana.

“Kalo gue kasih uang rokok, baru kalian bolehin gue ngomong sama cewek gue? Gitu?” tanya Ardana menyungging sinis. “Sorry, gue gak bisa menyamakan cewek gue kayak barang.”

“Songong amat lo! Cewek lo sekarang tinggal di daerah kita jadi lo gak bisa seenaknya masuk ke daerah sini apalagi malem-malem!” Seorang pemuda yang meminta uang rokok tadi dengan nyolotnya dan mulai mendorong dada Ardana.

“Jangan dorong-dorong bisa, kan? Minta berapa lo?” tantang Ardana yang benar-benar kesal, tampaknya puncak kesabarannya sudah di ujung, bagaimana tidak dari kemarin Sera mendiamkannya.

“Abang-abang, maaf ya. Sepertinya saya harus bicara sama pacar saya," ujar Sera pelan dan mulai memegang tangan Ardana, ia sungguh tak pernah menduga bisa berada di posisi saat ini.

Fate and PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang