FATE 12

21.4K 1.1K 13
                                    

Sera terdiam seorang diri duduk di halte menunggu jemputan Ardana, tidak ada pilihan lain daripada pemuda itu harus menjemputnya ke rumah Jendra.

Pikirannya terus melayang memikirkan apa yang harus ia lakukan terhadap Ardana. Mengatakan yang sejujurnya tidaklah mungkin, bagaimanapun juga ia sudah menandatangani perjanjian dengan Kak Alma. Namun, ia juga tak sanggup jika harus terus menerus menutupinya karena rasa bersalah terus menghantuinya.

Hei, Sera. Gak ada yang tahu ke depannya kamu sama Ardana itu bagaimana. Jalani saja dulu tanpa mengkhawatirkan apapun, kalian masih muda. Sebaik apapun Ardana, dia hanya seorang kekasih dan bukanlah suami.

Hati kecilnya terus bersuara memintanya untuk tetap tenang dan jangan terlalu membebani pikiran, jadikan semuanya simpel.

Sampai akhirnya suara klakson mengejutkan dirinya yang ternyata sudah berkali-kali. Ia mengangkat wajahnya dan mendapati Jendra yang menatapnya heran.

"Ngelamun terus dari tadi," teriak Jendra mencoba menormalkan wajahnya sebisa mungkin agar tak terlihat khawatir.

"Naik sini! Gue anterin Lo mau ke mana," lanjutnya masih dengan ekspresi berusaha datar.

"Gak usah gue lagi nunggu Ardana," balas Sera berteriak sambil menggerak-gerakan kedua kakinya.

Jendra langsung mengepalkan tangannya dan melirik tajam, tanpa sadar ia keluar mobil dan menghampiri Sera.

"Gue pulang ke rumah, Lo malah pergi sama Ardana," ketusnya begitu sampai di hadapan Sera.

"Gak ada hubungannya, kan? Apa masalahnya?" Sera dengan santai meliriknya.

Napas Jendra langsung memburu dan ia berusaha meredam amarahnya itu.

"Kamu sendiri kan yang bilang kalo kita gak ada hubungan apa-apa lagi? Kita udah putus, Jendra! Kamu gak berhak ngatur-ngatur aku!" Dengan berani Sera yang masih duduk itu mengangkat wajahnya menatap tajam Jendra.

"Masalahnya lo tinggal di rumah gue, jadi kalo ke mana-mana Lo harus izin sama gue!" ujar Jendra tak mau kalah.

Sera langsung tertawa, itu begitu lucu untuknya. "Itu bukan rumah kamu! Itu rumah orang tua kamu!" sarkasnya.

Jendra mendengus kesal, ia acak surainya dan jarinya menyisir ke belakang lalu berkacak pinggang. "Lo juga harus inget, Ser. Suatu saat gue harus nikahin Lo, kan? Jadi gue ini calon suami Lo, Lo harus nurut sama gue!"

Sera benar-benar tak habis pikir dengan manusia satu ini, ia langsung berdiri dan berhadapan langsung dengan Jendra yang tinggi dirinya hanya sebatas bahu Jendra itu.

"Kamu juga harus inget, sejahat apa kamu sama aku!" teriaknya dengan mata bergetar. "Kamu udah menolak untuk menikahiku waktu itu, kamu bilang keluarga kamu udah lebih dari cukup dengan merawat Joe! Kamu juga udah ngusir aku dari rumah, Jendra! Itu semua aku gak bisa melupakannya!"

Jendra tak bisa mengelak lagi mendengar ucapan Sera kali ini, ia mengakuinya dan ia hanya bisa merutuki diri sendiri dalam hati. Dari kejauhan ia melihat motor Ardana yang melaju, kesempatan, Jendra langsung meraih pinggang Sera dan meraup bibirnya tanpa ampun.

Ya, tentu saja Ardana melihatnya. Pemuda yang baru tiba itu membuka helmnya dan melihat perempuan yang mau dia jemput malah tengah berciuman dengan orang lain, terlebih orang itu adalah sang mantan. Bagaimana perasaan Ardana? Sudah jelas cemburu dan marah.

"Ardana udah dateng tuh," bisik Jendra setelah melepaskan ciumannya.

"Putusin dia sekarang juga," lanjutnya menepuk bahu Sera lalu berbalik dan melangkah pergi menuju mobilnya.

Fate and PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang