Pulang sekolah, Sera memutuskan untuk mengunjungi rumah lamanya dan berharap apa yang dikatakan teman-temannya itu tidak benar, ia sangat berharap mamanya masihlah tinggal di sana.
Ini pertama kalinya Sera berada di luar rumah karena selama hamil Sera tentu dikurung dan dirahasiakan keberadaannya oleh keluarga Jendra.
“Permisi, Bu. Maaf, dulu ini rumah Bu Windy, Ibu tahu ke mana Bu Windy pindah?” tanya Sera langsung saja karena kebetulan di depan pintu rumah lamanya itu ada seorang ibu-ibu yang ia yakini pemilik rumahnya yang sekarang.
“Wah, maaf, Neng. Ibu gak tau,” jawab si ibu dengan cepat mengunci rumah, sepertinya hendak berangkat pergi.
“Terima kasih, Bu. Maaf mengganggu.”
Setelah mengatakan itu Sera segera berlalu dengan perasaan sesak. Ke mana mamanya pergi? Apa mamanya pergi karena dirinya? Takut Sera kembali pulang dan benar-benar mempermalukannya?
Gadis itu kini terisak pilu, rasa bersalahnya semakin menggerogoti hatinya, semua salahnya, sang mama benar-benar tidak ingin mengakuinya sebagai anak lagi.
“Mama, maaf.” Tiada kata lain selain kata maaf yang terus tergumam dari mulutnya.
Dulu ketika kecil papanya yang pergi meninggalkannya entah ke mana dan sekarang mamanya yang meninggalkannya. Kenapa? Segampang itu mereka meninggalkan Sera? Yang Sera punya saat ini hanyalah baby Joe seorang.
Saat ini Sera hanya berharap kedua orang tuanya baik-baik saja dan bahagia meski tanpanya.
“Baby Joe, Kak Sera pulang ....!” Sera yang tengah sedih langsung ceria melihat Baby Joe yang berada dalam gendongan Bi Susi.
Diambil alihnya Joe ke dalam gendongannya dan menciuminya secara bertubi.
“Ya Allah, baru sekarang Kakak ninggalin Joe selama ini rasanya kayak ada yang hilang,” ujar Sera menguyel-nguyel pipi Joe, seperti mengerti bayi tiga bulan itu langsung tersenyum.
“Eh Mas Jendra,” sapa Bi Susi, rupanya sedari tadi Jendra dari sekolah langsung pulang ke rumah tidak ke apartemennya.
Sontak Sera menoleh ke belakang dan mendapati Jendra tengah menatapnya tak suka, Sera dapat merasakannya. Dan sikap Jendra yang kembali kasar itu tentunya karena Sera yang kembali ke sekolahnya.
“Ser, mending Lo pulang deh ke rumah nyokap Lo,” ujarnya santai.
Air muka Sera langsung meriuk sedih, padahal baru saja ia menangisi mamanya yang entah ke mana.
“Lo denger gak?” Jendra bersidekap dan mengambil alih Joe ke dalam gendongannya.
“Mama pergi gak tau ke mana, rumah udah dijual, tadi aku coba ke rumah buat ketemu mama,” lirihnya menunduk.
Jendra cukup terkejut, ia langsung melirik Sera dengan perasaan kasihan, tak lama ia kembali mengalihkan atensinya pada Joe.
“Sebesar itu kecewa mama sama aku, Jen. Mama bener-bener gak mau ketemu aku lagi, mama gak mau menjadi tempat ku untuk pulang lagi.”
“Bi Susi,” panggil Jendra mengisyaratkan untuk pergi dari hadapannya, obrolan Sera sudah bahaya, Bi Susi tidak tahu mengenai Sera ibu kandung Joe. Bi Susipun pergi.
“Aku kasih waktu kamu buat pergi dari rumah ini setelah usia Joe enam bulan, kata Kak Alma Joe bakal lepas ASI.”
“Aku gak punya tempat buat pulang, Jen. Dan satu-satunya yang aku punya sekarang itu cuma Joe,” lirih Sera menahan sesak dadanya.
“Kamu udah gede, Ser. Kamu bukan anak kecil lagi. Pulang ke mana aja, cari mama papa kamu dari sekarang. Kamu juga bisa tinggal di kostan kek apa kek!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...