Jam istirahat tiba, sesuai kesepakatan yang dibuat oleh Rinka, empat sekawan itu berkumpul di belakang sekolah yang jarang didatangi siswa lain karena suasananya yang sepi dan sedikit mencekam, tempat yang kemarin biasanya Sera jadikan tempat untuk menyendiri.
“Beruntung banget tadi bel masuk langsung bunyi.” Rinka membuka pembicaraan. Yang awalnya senyum ceria langsung memudar melihat ketiga sahabatnya masih memasang wajah dingin.
Tak lama Rinka mencebikan mulutnya kesal akan kenyataan ini, cinta-cintaan gak guna bikin kepala pusing aja, batinnya. Makanya dia sampai putus dengan Haekal dan memutuskan untuk bersahabat saja dengan mantannya itu.
“Kayaknya di sini yang waras cuman gue aja, ya?” celetuk Rinka sedikit terkikik, dan belum ada tanggapan apapun dari ketiganya.
“Langsung aja ke inti,” ujar Viola tak ingin berbasa-basi lagi, dia sudah sangat tak sabar mendengar penjelasan dari Sera.
Rinka mengusap wajahnya dan terpaksa mengangguk saja mengiyakan, persahabatan yang dulu menjadi tempatnya untuk suka dan duka selalu bersama sekarang kini menjadi sedingin dan secanggung ini.
“Tuntasin semuanya, tuntasin sekarang juga!” sewot Rinka mendengus. “Jangan ada yang ditutupi, apapun itu.”
Sera masih bungkam, menatap wajah sahabatnya satu per satu. Haruskah Sera jujur tentang Joe? Setengah hatinya mengatakan iya, jika dirinya jujur sahabat-sahabatnya akan mengerti. Dan setengah hatinya bicara jangan, jujur pun tidak menjamin tidak akan muncul masalah baru.
Satu hal yang harus diingat, Sera tidak boleh melupakan perjanjiannya dengan Alma.
“Iya, gue dijodohin sama Jendra,” jelas Sera akhirnya, ia memutuskan untuk menutupi kelahiran Joe dan terus berbohong.
“Dan yang namanya perjodohan itu pasti menyangkut orang tua,” lanjut Sera menghela napas begitu dalam.
Tiba-tiba gadis itu merasakan sakit dan sesak karena mengingat saat pertama kali Mamanya Jendra mengatakan Jendra harus menikahi Sera suatu hari nanti.
“Jujur, awalnya Jendra menolak perjodohan kita karena dia bilang cintanya sama lo, Viola,” jelas Sera tersenyum tipis. “Termasuk gue yang ada Ardana.”
Rinka memijat pelipisnya mendengar penjelasan sahabatnya itu. “Au ah tambah pusing kepala gue,” gerutunya.
“Jadi, maksudnya kalian berdua menentang perjodohan kalian gitu?” tanya Viola yang belum puas dengan penjelasan Sera.
Sera sendiri langsung mengangguk. “Hidup gue udah hancur sehancur-hancurnya sama Jendra, dan Ardana datang sampe perlahan akhirnya gue bisa melupakan rasa sakit gue,” jelasnya lagi dengan suara parau karena sesak, itu seperti membuka luka lamanya, semua perkataan dan perbuatan Jendra padanya terlalu menyakitkan.
Milla sedari tadi diam dan hanya mengamati, ia dapat menangkap raut wajah Sera yang sendu meskipun gadis itu berusaha menutupinya. Sera sehancur itu? Batinnya merasa iba, entahlah dia seperti ikut merasakan sakitnya.
Viola kembali bersuara, “Apa yang dibilang Milla kemarin itu bener kalo lo udah gak virgin sama Jendra?” tanyanya benar-benar dingin karena ucapan Jendra sudah menghancurkan Sera.
Tak ada pilihan lain, Sera pun mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya, air matanya juga menetes. “Ini gak seperti yang kalian bayangkan, gue dipaksa sama dia,” suara gadis itu benar-benar parau menahan tangis, rasanya dia tak sanggup lagi bercerita karena itu semua luka yang sudah sembuh tapi harus ia buka lagi. Apalagi hubungan paksaan itu menghasilkan Joe.
“Anjing!” desis Viola mengepalkan tangannya, rahangnya begitu mengeras sangat tampak menahan emosi.
“Vi, lo gak diapa-apain kan sama Jendra?” tanya Rinka tiba-tiba dengan waswas menyenggol lengan Viola.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...