FATE 72

13.3K 625 59
                                    

Ardana berteriak keras, punggung tangannya sudah berdarah karena meninju cermin di depannya. Ia yang tengah di kamar mandi apartemennya itu kini perlahan terduduk dan melihat lantai dengan tatapan kosongnya. Sebelah kakinya ditekuk dengan satu tangan di atas lutut.

Tak ada sedikitpun rasa sakit di tangannya yang berlumuran darah itu, hanya rasa kecewa yang memenuhi dadanya. Ia merasa ditipu mentah-mentah oleh Sera sekaligus merasa dirinya bodoh karena tidak ada sedikitpun curiga tentang si bayi Joe.

Pertanggungjawaban, diusir, sampai tinggal serumah. Harusnya dirinya bisa mencocokkannya dan sadar bahwa pasti sefatal itu. Perasaannya pada Sera yang membutakannya, sampai ia tidak bisa mencurigainya, semua tertutup dengan ego yang hanya menginginkan Sera dan tak peduli bagaimana keadaannya.

Ardana tertawa kecil ketika kembali mengingat bahwa Joe adalah anaknya Sera, bahwa Sera yang sudah mengandung dan melahirkannya. Ia sudah kalah telak dari Jendra, ada bagian dari diri Jendra pada Sera dan Ardana masih belum bisa menerimanya.

“Na, buka pintunya! Jangan gini!” Sedari tadi Sera terus berteriak dan mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi Ardana.

Ya, Sera sedang berada di apartemen Ardana saat ini. Setelah mengatakan hal yang tidak-tidak pada mamanya Sera saat itu juga Ardana membawa pulang Sera ke tempatnya, tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya sampai detik ini. Hanya wajah muramnya yang penuh kekecewaan dan sama sekali tidak mendengar Sera yang terus merengek.

Setelah beberapa saat akhirnya Ardana membuka pintunya dan dengan sendu menatap Sera. Sera sendiri langsung panik karena darah masih bercucuran di tangan pemuda itu.

“Ya Allah, Na. Apa-apaan, sih?” Sera histeris langsung menarik Ardana memasuki kamar mandinya lagi dan membasuh luka itu sebelum ia obati.

“Ser, balik sama aku ya? Aku gak peduli kalo ternyata Joe anak kamu.”

Kontan Sera melepaskan tangan Ardana yang tengah ia basuh dengan perasaan terkejutnya, ia masih belum percaya dan terbiasa kalau Ardana sekarang mengetahui satu fakta itu.

“Kamu lagi ngancem aku?” tanya Sera kini was-was.

Ardana menggeleng. “Bagiku kamu tetap Sera apapun keadaan kamu.”

“Na, gak sesimpel itu.” Sera menghela napas beratnya.

“Kenapa? Kamu mau balik lagi sama Jendra? Karena Joe anak kalian?” tanya pemuda itu lirih, terlalu sakit untuknya saat mengetahui kenyataan itu.

“Ser,” lirih Ardana lagi menangkup wajah Sera dengan kedua tangannya yang sebelah tangannya itu masih berdarah.

Perlahan Ardana menyalakan shower hingga air menimpa tubuh mereka berdua dan dengan sigap menyatukan bibirnya dengan dengan bibir Sera begitu rakusnya.

Tubuh Sera menegang, mendadak seperti patung karena hal yang tiba-tiba ini, apalagi di bawah shower membuatnya shock bukan main. Setelah beberapa saat akhirnya sadar, Sera mencoba melepaskan pelukan dan mendorong Ardana namun sia-sia.

“Gak bisa, kita gak bisa balik lagi,” ujar Sera dengan terengah-engah karena kehabisan napas.

“Apa karena Om Cokro? Papa kamu?”

Mata Sera membulat, bagaimana Ardana bisa tahu?

“Aku tahu semuanya, dia papa kamu. Jadi gak ada alasan lagi kita gak bisa sama-sama.”

Sera menggeleng dengan mata berkaca-kaca, dia yang mau menampar Ardana saja karena sudah kurang ajar seketika terlupa.

“Kamu tunggu sebentar lagi, kamu gak bakal yatim piatu lagi. Om Cokro bakal jemput kamu,” ujar Ardana lagi membelai lembut sebelah wajah Sera.

Fate and PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang