FATE 70

11.5K 513 29
                                    

“Kok bisa ya perut Lamia gak keliatan, terus juga biasanya kan orang hamil suka mual-mual kayak orang sakit, tapi Lamia keliatan sehat-sehat aja.”

“Ih bener, nyokap gue aja pas hamil adek gue sampe diinfus.”

“Kok lahirannya juga bisa secepat kilat itu, ya?”

Gibahan di setiap penjuru kelas dengan pembahasan yang sama, Sera sampai bosan mendengarnya. Dirinya yang ada di tempat kejadian dan melihat langsung bagaimana kondisi Lamia enggan menceritakannya, karena itu gak ada gunanya buat dia.

“Lamia harusnya kalo mau hamidun dari dulu aja iya gak sih, udah kelas 3 gini sayang banget,” celetuk Damar yang hobinya memanaskan suasana dan gosipnya melebihi perempuan.

Rinka menggebrak meja Damar. “Yeu, mau dari dulu atau sekarang atau udah lulus sekalipun yang namanya hamil di luar nikah gak ada baik-baiknya!”

“Padahal nih ya kalo gue jadi Lamia, udah tau hamil udah aja berhenti sekolah, sembunyiin itu perutnya sampe lahiran,” lanjut Rinka.

Ucapan Rinka barusan diam-diam menyindir Sera yang kini menggigit bibir bagian dalam, rasa cemas kembali menyerangnya, bahkan ia merasa semua orang yang tengah membicarakan Lamia itu tengah membicarakan dirinya.

“Kalo lo jadi Lamia? Emang beneran mau lo? Ya udah gue doain doa lo terkabul.” Damar mengangguk-angguk santai.

“Gak gitu konsepnya anj!” teriak Rinka menatap sengit Damar karena selalu menyebalkan.

Namun kericuhan itu mendadak hening, ketika wali kelas mereka memasuki kelas dan diikuti bel masuk berbunyi.

“Selamat pagi, anak-anak,” sapanya yang langsung mendapat balasan dari murid-muridnya itu.

“Selamat pagi, Pak. Kok, wajahnya kusut?” tanya Damar yang terlalu blak-blakan.

“Bapak ada kabar buruk. Lamia meninggal dunia.”

Semua syok bukan main, dan beberapa di antara teman-teman Lamia sampai menangis yang ditahan. Termasuk Sera, kontan air matanya menetes dan akhirnya deras. Ia melirik bangku milik Lamia di sampingnya yang kosong, tak menyangka gadis ceria itu begitu mendadak untuk pergi.

Milla melirik Sera dan menyadari tangisan Sera, ia genggam tangannya dengan hati terenyuh. Jujur, Milla juga sedih dengan kepergian Lamia karena mereka lumayan akrab.

“Kalau bayinya, Pak?” tanya Damar penasaran.

“Lamia mencoba menggugurkan kandungannya di usia bayi yang sudah besar, bayinya meninggal di perjalanan ke rumah sakit. Dan Lamia meninggal tadi pagi, polisi sedang menangani kasus ini karena ada kejanggalan dengan kematian Lamia.”

Sera menunduk dalam dan air matanya terus berjatuhan meski tanpa suara. Lamia senasib dengannya, tapi ia tidak menyangka Lamia berakhir seperti itu. Sera merasa sesak, karena dulu pernah ada niatan menggugurkan kandungannya. Ia tidak tahu akan berakhir seperti apa jika dirinya benar-benar membunuh Joe.

“Dan karena kasus itu, hari ini pihak sekolah memutuskan untuk tes urin semua siswi, kami tidak mau kejadian ini terulang lagi.” Mendengarnya sontak semua siswi melotot terkejut.

“Tapi, Pak?” ujar salah seorang.

“Kalo kalian tidak pernah melakukannya, apalagi tidak merasa hamil ya jangan takut,” balas wali kelasnya itu.

“Yang benar aja tes urin," desis Milla karena begitu malasnya.

“Sekalian tes keperawanan mending, Pak,” celetuk Damar yang langsung mendapat tatapan horor dari teman-temannya.

“Lo kan, Ser, yang udah gak perawan sama Jendra?” bisik Damar begitu pelan dan diakhiri dengan tawa kecil di belakang Sera, Damar masih ingat betul tentang pertengkaran Sera dan Milla saat itu.

Fate and PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang