“Aku mau main lah ke rumah kamu sesekali dan kenalan sama mama kamu, biar aku bisa izin langsung kalo mau ajak-ajak kamu,” lirih Jendra yang enggan melepaskan genggaman tangannya.
“Sebenernya aku belum dibolehin pacaran sama mama, masih kecil,” balas Sera dengan nyengir. Padahal bukan itu alasannya, Sera hanya belum siap harus memperkenalkan Jendra pada mamanya, itu saja.
Jendra berdecak dan mengusak rambut Sera gemas. “Harusnya dari awal kamu ngomong pas aku ajak pacaran, tau gitu kan aku gak pacarin kamu.”
“Ih kok gitu.” Sera mengerucutkan bibirnya.
“Becanda, Sayang.” Jendra mengecup bibir Sera sekilas dan itu cukup membuat wajah Sera bersemu kemerahan karena malu.
Ciuman pertamanya, pekiknya dalam hati. Seumur hidupnya pasti takkan pernah melupakan moment ini.
Melihat ekspresi wajah Sera yang begitu menggemaskan Jendra langsung tertawa kecil. “Itu cuma kecupan,” bisiknya sangat pelan.
Sera menggelengkan kepalanya kuat mengingat itu semua. Ia kembali tersadar karena di depannya saat ini adalah Ardana, cowok yang baru saja mengecup bibirnya dan malah mengingatkannya pada Jendra.
“Mikirin apa, sih?” tanya Ardana menatap intens wajah Sera.
“Gak apa-apa, kok,” balas Sera mencoba tersenyum manis.
Ini salah! Harusnya di saat bersama Ardana seperti ini Sera jangan mengingat kebersamaannya bersama Ardana dulu.
Ingatlah, Sera. Luka dari Jendra lebih banyak dari pada kenangan manis yang pernah dia berikan. Perempuan itu membatin penuh keyakinan.
Ardana tersenyum kecil dan menggenggam tangan Sera.
“Ayo aku tunjukkin hadiah ulang tahun kamu spesial dari aku. Udah aku siapin jauh hari.”
“Udah malem, Na. Kita juga udah ke sana-sini. Udah cukup senengin aku di hari ultahku ini.”
“Tapi kamu harus liatnya sekarang, bentar aja, ya? Spesial banget soalnya,” rayunya dan Sera akhirnya tak bisa menolak permintaan itu.
Katanya hadiah spesial? Sera jadi penasaran sendiri. Ia peluk Ardana dari belakang dengan erat dengan motor melaju begitu cepat membelah jalanan di malam ini.
Sera sangat tak sabar. Rasanya ia tak pernah lagi mendapatkan kejutan menyenangkan, yang selalu ia dapatkan selalu kejutan menyakitkan dari Jendra.
Sampai akhirnya motor itu berhenti di sebuah bangunan dengan begitu banyak pintu.
“Selamat malam, Mas Ardana.” Security menyapa dan menghampiri mereka.
“Selamat malam, Pak.” Ardana menebar senyum manisnya.
“Oh ini ya mbaknya?” Security itu menatap Sera.
“Namanya Sera, Pak. Tolong spesialkan, ya, Pak,” ujar Ardana sedikit terkikik.
“Mas Ardana tenang saja, Mbak Sera bakal aman.”
Sera yang masih tak mengerti hanya bisa sedikit cengir setelah sebelumnya mengangguk dan membalas sapaan sang Security. Ia ikuti langkah Ardana di belakang dan berhenti di depan pintu.
“Ini kosan yang aku bilang tadi,” ujar Ardana sambil tersenyum manis.
Sera terperanjat, ternyata Ardana tidak main-main.
“Ayo kita masuk.” Tangan pemuda itu terulur dan memutar kenop pintu di depannya, tangan satunya lagi menggenggam tangan Sera.
Manik perempuan itu menelisik ke setiap penjuru, pertama-pertama ia memasuki ruang tamu walau tidak begitu luas. Ada satu kamar dan dapur walau terkesan sempit, dan lengkap dengan kamar mandinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Roman pour AdolescentsHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...