FATE 21

16.1K 952 11
                                    

Pagi ini Sera sangat merasa bersalah yang begitu besar. Apalagi dirinya yang tiba-tiba merindukan Joe anaknya, pertama kalinya meninggalkan Joe sampai bermalam seperti ini.

Apa begini rasanya saat nanti dirinya benar-benar harus berpisah dengan Joe? Rasanya begitu menyesakkan, Sera ingin memeluk erat Joe detik ini juga.

Motor Ardana sudah tiba di depan gerbang rumah Jendra, hari ini kebetulan sekolah libur dikarenakan rapat semua guru.

“Yakin gak mau jalan dulu lagi?” tanya pemuda itu setelah Sera melepas helmnya.

“Seharian kemarin kan jalan, aku udah puas banget,” balas Sera yang tak sabar ingin segera masuk.

Wajahnya langsung berubah cerah saat menengok rumah Jendra, rupanya ia melihat Joe yang tengah digendong Jendra, tepatnya tengah berjemur. Dan Ardana menyadari semua itu, kehadiran Joe dan raut wajah Sera yang berubah.

“Bayi itu ...–” Ucapan Ardana menggantung.

“Baby Joe,” sahut Sera cepat. “Aku kangen banget sama dia dari kemarin gak ketemu,” lanjutnya dengan binar di mata.

“Aku masuk, ya? Gak kuat pengen gendong.” Sera lupa segalanya, ia langsung masuk membuka gerbangnya yang memang sudah dibuka gemboknya dan berlari menghampiri Joe.

Ardana mematung di tempatnya, padahal ada pesan yang ingin dia ucapkan terlebih dulu pada Sera. Dan entah kenapa dia harus merasa tak suka melihat Sera memberikan perhatian lebih pada bayi itu, bayi yang Ardana yakini keponakan Jendra.

Ardana cemburu, Sera sudah benar-benar seperti menantu untuk keluarga Jendra.

“Baby Joe, sayangku! Kangen banget!” pekik Sera yang hendak mencium Joe, tapi Jendra menjauhkan Joe darinya.

“Pulang ke sini juga, kamu!” ketus Jendra yang sedikit menangkupkan Joe ke dadanya, padahal bayi itu sudah tersenyum saat melihat kehadiran Sera.

“Emang apa masalahnya? Aku juga punya hak buat pergi ke mana yang aku mau!”

“Kamu gak malu mau gendong Joe setelah semalaman kamu sama laki-laki lain?” tanya Jendra terus menepis tangan Sera yang ingin menggendong Joe.

Sera mengepalkan tangan, rasanya ia seperti seorang istri yang ketahuan selingkuh.

“Ngapain aja lo sama Ardana sampe lupa pulang?”

“Aku mau ngapain sama Ardana itu gak ada urusannya sama kamu, ya. Kamu sendiri yang udah mengakhiri hubungan kita, bahkan berkali-kali kamu sadarin aku kalo kita ini udah putus.”

“Kamu calon istri aku!” bentak Jendra.

“Nggak! Kamu gak bisa seenaknya! Kamu udah nolak buat nikahin aku!” teriak Sera benar-benar frustrasi.

“Jangan batu, Sera! Jangan sok-sokan kamu mempertahankan harga diri karena aku pernah nolak buat nikahin kamu!”

Sera menggigit bibir bawahnya dan menunduk, ia ingin menangis tapi tak bisa, hanya dadanya yang semakin ia rasakan sakit yang berlipat.

“Kamu mau bilang aku gak punya harga diri lagi?” lirih Sera dengan sesak.

“Emang perempuan macam apa pergi pagi pulang pagi kalau bukan jalang?”

“Brengsek!” Sera menampar Jendra sekuat tenaganya, gak peduli ada Joe di gendongan pemuda itu.

Jendra murka, ia maju dan mencengkeram kerah seragam Sera meski dengan satu tangan. Dengan sekali tarikan beberapa kancingnya lepas dan menunjukan beberapa tanda merah keunguan di leher Sera. Cengkeraman tangannya semakin kuat karena sangat yakin itu perbuatan Ardana.

“Kamu yang udah buat aku jadi jalang, Jendra! Kamu yang paksa-paksa aku meskipun aku sudah menolak. Ardana gak sama seperti kamu! Dia sangat menghormati aku!” teriaknya meluapkan segala rasa sakitnya, melepaskan cengkeraman tangan Jendra.

Mata Sera sangat memerah dan akhirnya berkaca-kaca. Tiba-tiba ia tertawa karena akhirnya bisa menangis lagi setelah sekian lama, air matanya begitu deras. Ia meremat dadanya yang kian sesak, tangis dan tawa ia lakukan secara bersama.

Mama ....

Sera membatin memanggil sang mama. Andai ia bisa mengadu pada ibunya pasti tidak akan sesakit ini, karena sudah pasti mamanya adalah orang yang tidak rela dirinya disakiti seperti ini.

Tangisan kejar Joe tiba-tiba menyadarkan Sera, entah sudah berapa lama Joe menangis, yang pasti sedari tadi. Jendra kesulitan mendiamkan anaknya.

“Ada apa ini ribut-ribut?” Alma yang hendak berangkat kerja terkejut melihat pemandangan di depannya, penampilan Sera acak-acakan.

Bukan hanya Alma, tapi juga Farah menyusul di belakang.

“Sera, kamu kenapa?” Farah langsung memeluk Sera sedangkan Joe digendong Alma.

Tatapan Alma tertuju ke Jendra dengan tajam. “Jendra, kamu apain Sera? Luka lebam di wajahnya jangan bilang perbuatan kamu!” tuduhnya.

Jendra menggeleng cepat karena jelas luka lebam di wajah Sera karena hantaman bola hari kemarin.

“Sudah, kasihan Joe. Jangan betengkar di depan Joe.” Farah dengan cepat menengahi sambil mengusap-usap punggung Sera.

Farah ambil alih Joe di gendongan Alma karena suara tangisannya semakin keras, Joe mengamuk dengan tubuh melentik-lentik, Alma sampai kewalahan takut Joe terjatuh.

“Sera, kamu yang diemin Joe, ya?” Farah memberikan bayi itu pada Sera.

Sera terima Joe dengan pelan dan menimangnya penuh senyuman. Ikatan ibu dan bayi memang tidak bisa diremehkan, secara perlahan tangisan Joe mereda dan akhirnya hanya terdengar suara cegukan kecil tanda bayi itu habis menangis dengan hebatnya.

Air mata Farah mengalir melihatnya, ia mengerti karena ia juga seorang ibu. Ia tepuk pundak Jendra dan berbisik, “Mama mohon jangan sakiti Sera terus.”

Jendra serba salah sekarang ini, ia betengkar dengan Sera dan sampai mengatai jalang karena tidak bisa mengontrol dirinya yang cemburu pada Ardana.

Sera dengan perasaan campur aduknya menggendong Joe menuju kamarnya, ia duduk di sisi ranjang dan menatap wajah Joe yang semakin hari semakin jelas parasnya mirip Jendra.

Dengan isakan kecilnya, Sera membuka seragamnya karena memang beberapa kancingnya sudah terlepas, ia menyusui Joe secara langsung dari payudaranya.

Untuk pertama kalinya setelah di hari melahirkan Joe, Sera menyusui Joe secara langsung lagi tidak melalui dot. Dan rasanya ada yang berbeda, entah apa itu. Karena merasakan sedotan Joe yang lebih kuat daripada hari itu membuatnya terharu dan menangis.

“Joe, Mama sayang sama Joe. Suatu hari nanti Joe harus tahu ya kalo Kak Sera ini mama kandungnya Joe.” Tangisan Sera semakin pecah seiring mengeratkan pelukannya pada anaknya itu.

tbc

Maaf ini part terpendek. Soalnya kalo dipanjangin lagi harus besok2 dong upnya 😁

Fate and PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang