“Lo tunggu di sini, ya?” ujar Jendra dengan senyum lembutnya, wajahnya begitu memancarkan kebahagiaan.
Sera diam tidak memberikan respons apapun, bingung pada dirinya sendiri yang bisa-bisanya menerima ajakan Jendra yang ternyata berkunjung ke sebuah restoran mewah. Kalau bukan karena Joe Sera tidak akan pernah tertarik menerima ajakan yang menurutnya gila ini.
Lima belas menit sudah berlalu, dan Sera masih berdiam diri di private room itu karena memang restoran ini bisa secara private ataupun secara umum. Di atas meja sudah ada cake berukuran sedang, dan bisa Sera pastikan Joe ada di sini dan Jendra tengah mencari cara untuk membawa Joe padanya, Sera memang tak sabaran menuggu.
“Itu dia Mama!”
Mata Sera langsung membulat dan melirik arah suara yang datang, detik berikutnya matanya langsung berbinar ceria melihat Joe di gendongan Jendra.
“Ah sayangku!” teriak Sera langsung berdiri dan hendak mengambil alih Joe menggendongnya.
Namun sayang, Joe tampaknya enggan digendong Sera dan malah mau menangis. Membuat Sera langsung merasakan sakit yang luar biasa.
“Joe ini Mama Joe lho,” rayu Jendra mencoba mengalihkan Joe ke Sera lagi.
Bibir Joe melengkung ke bawah dan malah memeluk Jendra erat, benar-benar tidak mau digendong Sera.
“Oh iya, Kak Sera, inget kan? Kak Sera ini yang selalu nemenin Joe waktu bayi itu lho.” Jendra terus mencari cara agar Joe mau pada Sera, dan itu justru membuat Joe semakin tidak mau.
Bahu Sera melemas dan ia memaksakan tersenyum. “Masih bayi lah gak bakalan inget, gapapa, mungkin lama-lama nanti mau.”
Jendra mengangguk dan duduk di sofa. “Ser, duduknya di sini aja,” pintanya sambil menepuk kursi kosong di sampingnya.
Dengan ragu akhirnya Sera duduk di samping pemuda itu, demi Joe.
“Emang Joe sekarang gini ya? Gak mau sama orang asing?” tanya Sera membuka pembicaraan. “Padahal dulunya nggak gini," lanjutnya apalagi saat mengingat di taman wisata yang hampir diculik itu.
“Iya, tau nih bocil!” gerutu Jendra dengan gemas karena Joe tidak mau turun dari pangkuannya.
“Gimana caranya lo bawa Joe ke sini? Kak Alma ada di sini juga, kan?”
Jendra mengangguk. “Kak Alma, Mama, dan keluarga besar yang lain. Mereka datang memang untuk rayain ultah Joe.”
Sera sedikit meringis, keluarga besar Jendra memang lumayan banyak, Sera mengingat ketika Joe baru lahir Sera yang seringkali harus bersembunyi di kamar karena mereka terus berdatangan melihat anak yang mereka kira lahir dari rahim Alma.
“Mereka udah pulang, dan pas Mama sama Kak Alma ke toilet gue bawa Joe ke sini, makanya lama banget.”
“Mama ikut andil dalam hal ini, Mama beralasan minta Kak Alma anterin ke toilet,” lanjut Jendra lagi.
Sera tersenyum tipis, ternyata effort Jendra untuk mempertemukan Joe dengannya sebesar ini. Apalagi Mama Farah, yang sampai saat ini masih baik padanya.
Entahlah apa yang Sera rasakan saat ini, apalagi saat melihat Joe yang menjaga jarak darinya dan turun dari pangkuan Jendra agar jauh dari Sera. Pertama kalinya melihat secara langsung Joe yang sudah pintar berjalan.
“Joe ... baaaa ....” Sera bermain ciluk ba di saat Joe mencuri pandang padanya.
Joe sembunyi lagi dan mengintip lagi di balik tubuh Jendra, dan Sera mengambil kesempatan itu untuk membuat Joe tertawa dengan menunjukkan wajah konyolnya, Jendra saja tertawa melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
JugendliteraturHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...