“Ser, sini dong!” Ardana menepuk pahanya.
Sera melirik dan detik berikutnya menggeleng. “Nggak ah!” jawabnya cepat.
“Sayang,” panggil Ardana lagi kini dengan mesranya. “Sini.”
“Emang ngapain aku duduk di situ? Nggak mau,” tolaknya lagi dengan cepat. Sera tidak bodoh, ia tahu akan berakhir bagaimana saat dirinya duduk di pangkuan Ardana.
Setelah hari di mana teman-temannya main ke sini, baru hari ini Sera mengunjungi kosan bohongannya lagi, itupun diminta Ardana dengan alasan harus dibersihkan.
“Emang kamu mikir apaan?” Ardana berdecak dan matanya memicing menggoda Sera.
Sera merotasikan bola mata dan secepatnya berdiri, bahaya jika lama-lama hanya berduaan seperti ini, karena seperti yang orang bilang, ketiganya itu setan.
Perempuan itu melewati Ardana dan siapa sangka cowok itu menarik tangan Sera dan mendudukkan si perempuan di pangkuannya. Sera sedikit menjerit, ini kenapa Ardana jadi kayak Jendra, batinnya.
“Aku mau benerin rambut kamu ish,” ujar Ardana yang melepas cepolan rambut Sera yang berantakan dan menyisirnya dengan rambutnya.
Sera diam, sebelumnya perempuan itu memang mencepol rambutnya asal ketika membersihkan kosannya ini biar tidak mengganggu geraknya.
“Capek, ya?” tanya Ardana. “Ya udah besok-besok aku bersihin sendiri aja gak bakal ajak-ajak kamu,” lanjutnya pelan, berharap Sera sadar kalau dirinya itu mengajak bersih-bersih hanya alibi saja, Ardana ingin menghabiskan waktu berdua.
“Capek? Nggak juga, gak sekotor itu juga, kan?” Sera sedikit heran karena kosan ini tidak terlalu berdebu dan sama sekali tidak ada sarang laba-laba, seperti selalu dibersihkan.
Mereka bertatapan lama, dan Sera cepat-cepat mengalihkan pandangannya, duduk di pangkuan seorang laki-laki itu sangat bahaya. Sera pun berdiri dan membuat Ardana terkekeh melihatnya, Sera cukup lucu untuknya.
Sebenarnya Ardana sengaja melakukan itu, dia hanya ingin menggoda Sera. Sera memang bukan gadis gampangan dan ia yakin Jendra dulu itu memaksanya.
Sera mencuci wajahnya dan kembali ke luar, setelahnya masuk ke kamar karena memang letaknya kamar mandi di dekat kamar tidur.
Perempuan itu merebahkan dirinya di atas kasur, merasa sayang kosan ini tidak ditempati. Dan merasa Ardana buang-buang uang saja sudah bayar uang sewa selama setahun lamanya.
Ia tatap langit-langit kamar begitu lama, memperhatikan hal-hal yang tidak begitu penting. Sampai ia dikejutkan kasurnya bergerak seperti ada yang menempati di sisinya, dan benar saja Ardana duduk dan mengusap kepalanya.
“Na, sewain lagi deh coba kosan ini sama orang yang membutuhkan, sayang tahu! Biar orangnya tuh bayarnya ke kamu aja langsung,” dumalnya mencuatkan bibir.
“Suatu hari nanti kamu pasti membutuhkan tempat ini, Sayang,” balasnya dengan lembut dan perlahan ikut merebahkan diri di samping Sera, tidur menyamping dan menatap gadis pujaannya itu dengan penuh kagum dan cinta.
“Boleh peluk gak?” tanya Ardana serak.
Sera melirik pelan. “Tumben mau peluk aja izin dulu,” sahutnya.
“Mau peluk calon istri orang soalnya,” jawab Ardana tersenyum miris.
Entah ucapan Ardana barusan sukses membuat hati Sera terasa nyeri, ia ikut memiringkan tubuh seperti Ardana dan mereka berhadapan. Tangan Sera terangkat mengelus wajah Ardana yang bibir bawahnya maju dan tampak lucu di mata Sera.
“Ucu cu cu cu cu, cayangku lagi ngambek nih, cemburu ya?” Sera menekan kedua pipi Ardana hingga bibirnya mengerucut. Kebiasaan bicara dengan baby Joe anaknya jadi kebawa sama Ardana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Fiksi RemajaHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...