FATE 14

20.2K 1K 45
                                    

Kerja kelompok, Sera yang agak menghindari teman-temannya itu mau tak mau harus satu kelompok. Mereka berempat sudah tak pernah hangout bareng lagi setelah kembalinya Sera, berbeda dengan dulu yang hampir setiap hari.

Mereka memutuskan untuk mengerjakannya di rumah Viola, dan satu hal yang sangat mengganggu Sera adalah kehadiran Jendra yang terus menempeli Viola.

Entahlah sepertinya Jendra dengan sengaja dan melebih-lebihkan sikapnya itu terhadap Viola, Rinka dan Milla saja begitu malas melihatnya.

“Pacaran teroooos, mending di kamar aja deh kalian!” ketus Rinka melempari keduanya yang asyik gelendotan itu dengan kulit kacang di tangannya.

“Sirik? Lo juga kan ada Haekal, ajakin lah, jangan dianggurin,” cibir Jendra yang kini dengan berani mencium bibir Viola di depan mereka semua.

Sera begitu geram melihatnya, entahlah ia tak suka. Ia hanya pura-pura memainkan ponsel.

Rinka mendengus sebal. “Idih, Haekal gak kayak Lo, ya? Dia gak suka nyosor sembarangan kayak Lo!”

“Ah pantesan si Ekal wajahnya kusut mulu, gak pernah dikasih sun, haha,” tawa Viola kini dan diikuti Jendra, dua sejoli itu sebelas dua belas.

Jendra tak tanggung-tanggung, sekarang dirinya mendusel di leher Viola dan dengan berani membuka satu kancing seragam kekasihnya.

Milla yang sedari tadi sibuk ngemil snack mulai memekik dengan nyaring, “Ya Allah Gusti! Jendra, sebenarnya Lo sengaja mau manas-manasin mantan atau gimana?!”

Rinka langsung melirik Sera yang jelas wajahnya menekuk, ia hampir lupa kalau Sera adalah mantan Jendra, apalagi tentang Sera yang pernah cerita tidak pernah menganggap putus. Mengingat itu Rinka langsung meringis.

“Tenang, Mill. Segila apapun gue, gue gak bakalan bikin Viola hamil,” jawab Jendra dengan santai dan kembali mengancingkan seragam Viola.

Mendengar kata hamil langsung membuat Sera terusik, rahangnya mengeras dengan menatap tajam Jendra.

“Ser, telepon Ardana deh tunjukin kalo Lo juga bisa,” ujar Rinka tertawa kecil.

Tanpa diduga Milla yang jelas menyimpan hati untuk Ardana menimpali setuju, “Iya, Ser. Perang, perang deh kalian.” Sepertinya Milla mulai menerima tentang Ardana bersama Sera.

“Perang apaan dulu woy?!” Rinka mendorong lengan Milla sambil tertawa.

Viola mulai menunjukkan ekspresi wajah yang berbeda, ia tak suka saat ada orang yang menyinggung Jendra dan Sera itu mantanan, karena itu membuatnya cemburu.

“Eh dulu kita tiap kerja kelompok gini pasti di rumah Sera, ya.” Viola mengalihkan pembicaraan, tak boleh ada yang membahas Sera Jendra adalah mantan.

Rinka pun ikut menimpali, “Ih iya gue kangen juga sama gorengan nyokap Lo, Ser? Kalian tinggal di mana sih sekarang? Nyokap Lo masih jualan gorengan, kan?”

“Iya, Ser. Di mana sih? Dulu kan rumah Lo biasa jadi tempat markas kita-kita,” sahut Viola lagi dengan semangatnya.

Sera tak bisa menghindari pertanyaan itu sekarang, ia juga tak bisa mengalihkan pembicaraan.

“Gue sekarang ngekost sendiri,” jawab Sera akhirnya tak ada pilihan lain, hanya itu yang terpikirkan.

Bibir Jendra menyunggingkan senyum mendengar jawaban Sera, karena pada kenyataannya Sera tinggal di rumahnya.

“Serius Lo? Terus nyokap Lo?” Milla membulatkan matanya.

“Nyokap gue sama nenek di kampung,” jawabnya asal, padahal kenyataannya neneknya sudah lama meninggal dan Sera benar-benar tak punya sanak saudara lagi.

Fate and PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang