Bab 8

225 33 0
                                    

Tory terheran-heran mendengar penuturan Nola tentang kejadian semalam. Di mana Moira di tarik Kavi menjauh agar tidak mendekati Nola. Cukup mengherankan meski ia tidak mau tahu.

"Wah, bakal panjang nih urusanku. Mantannya Kavi bah!" kelakar Tory.

"Kamu serius naksir Moira?"

"Serius kayanya. Soalnya aku aja tahu sekarang dia jurusan apa. Satu jurusan sama kamu, tapi dia kakak tingkat. Harusnya sih ngulang di kelasmu. Tapi kalian kok gak pernah ketemu, ya?" jawab Tory yang berbaring di hamparan rumput taman kampus tanpa sepatu.

Nola memutar bola mata, malas melanjutkan obrolan. Ia jengah dengan Moira. Salahnya apa coba? Kenapa selalu saja perempuan siluman itu mengasarinya?

Sebelum berbaring di perut Tory, Nola melihat kemudian meledek warna kaos kaki sahabatnya yang feminin sekali, merah muda.

Antara malu, tetapi perlu, Tory jadi kehilangan percaya diri. Ia mengaku semua kaos kakinya dicuci, sehingga harus menggunakan kaos kaki bundanya.

Sejak kecil, laki-laki itu gemar menggunakan kaos kaki. Bahkan ia mengoleksi berbagai macam motif old school. Rupanya tampilan yang nyeleneh dengan kaos kaki sudah menjadi ciri khasnya. Sehingga apabila tidak memakainya, akan terasa aneh. Sekalipun ke warung dekat rumah, Tory pasti mengenakan kaos kaki dan sepatu.

"Bulu kaki banyak, kaos kaki warna pink," ucap Nola yang tidak bisa menghentikan tawanya.

Tory yang malu sekaligus kesal, terpaksa melepas kaos kakinya. Namun, kembali memasang setelah dirasa aneh.

"Orang ganteng sih bebas!" ucapnya dengan tingkat kepercayaan diri yang sudah kembali.

Nola mengangguk mengakuinya. Tawanya mereda seiring dengan jerit gawai yang minta diperiksa. Lagi-lagi Kavi memberikan tugas yang harus dikumpul ketika mata kuliahnya, itu artinya satu jam lagi.

Sekarang giliran Tory yang menertawakan Nola. Saking lebar tawanya, ia tersedak air liur sendiri.

"Mampus!" balas Nola tertawa.

Tory menenggak setengah air mineral dari botol minuman Nola. Batuknya spontan pergi. Ia menghela napas sebelum geleng-geleng dengan kelakuan Kavi. Dan semakin geleng-geleng ketika melihat Nola yang fokus dengan gawai. Membalas chat teman-teman, ya, tidak lain dan tidak bukan, Nola mengiyakan semua permintaan tolong mereka.

Tory mengambil cepat gawai itu. Menyimpannya dalam saku celana. Dengan tatapan serius, ia meminta Nola untuk fokus saja pada tugasnya. Ia juga mengeluarkan laptop dari tas Nola. Menyalakan dan meminta Nola untuk mengerjakan soal yang ada di dalam surel.

Nola memohon agar gawainya dikembalikan. Sayangnya Tory pura-pura tidak mendengar. Laki-laki itu memasang sepatu dan mengambil jaket serta tas, berdiri sambil mengatakan bahwa gawai akan diserahkan setelah jam mata kuliah Kavi selesai. Setelah itu ia melangkah menjauh.

Gadis yang rambutnya ditiup angin itu jadi meragu. Hendak mengejar, tetapi takut sepuluh soal tidak bisa diselesaikan tepat waktu.

Alhasil, ia memilih mengerjakan saja. Walau dalam hati benar-benar tidak karuan rasa. Dan tiba-tiba Tory kembali. Ia mendesak Nola agar bergegas mengikutinya. Dengan laptop di tangan, Nola yang kebingungan terpaksa mengikuti Tory yang berlari. Sementara tasnya, Tory yang membawakan.

Mereka masuk ke gedung utama melalui pintu timur. Menaiki anak tangga hingga tiba di lantai tiga dengan napas putus-putus.


Tidak cukup sampai di situ, Tory masih menarik Nola menuju ruang kelas. Di salah satu bangku, Nola duduk dengan sisa napas yang ada.

"Kenapa mesti lari sih? Napasku ilang tau!" protes Nola.

"Biar cepat sampai." Sungguh bukan jawaban yang diharapkan. "Dah, kerjain di sini aja. Di luar panas."

Nola membuka laptop dan mulai mengerjakan. Kebetulan kelas yang mereka tempati sedang tidak di pakai. Hanya banyak mahasiswa TI yang sibuk dengan laptop masing-masing.

Satu jam berlalu dan sepuluh soal sudah terisi. Nola pamit menuju kelas. Ketika menaiki lift, ada Kavi di dalamnya, berdiri sambil bersandar dengan kaki yang disilangkan. Berbeda dengan Tory, celana kain slim fit di atas mata kaki yang dikenakan Kavi itu selalu berhasil memperlihatkan kakinya yang tidak dibalut kaos kaki.

"Mau masuk?" tanyanya mengejutkan Nola yang mematung.

Meski ragu, Nola melangkah masuk. Tidak perlu menekan tombol di papan angka, sebab tujuan mereka sudah pasti sama.

Tiba di lantai empat, Nola berjalan beberapa langkah lebih dulu dari Kavi. Langkahnya tidak beraturan, hingga tanpa sengaja menginjak tali sepatu yang tidak terikat sempurna.


Menyebabkannya terjatuh tepat lima langkah sebelum pintu kelas. Sementara Kavi hanya melaluinya seraya mengingatkan untuk tidak telat tiba di kelas.

Dosen aneh! Dasar aneh! Hih!

Setelah menepuk-nepuk kemeja kotak-kotak dan celana jinnya demi mengusir debu yang menempel, Nola bergegas masuk kelas. Namun, saat di kelas, ia hanya bisa berdiri rapat ke dinding. Sebab tidak ada kursi kosong yang tersedia.

"Ya, hari ini hanya ada lima orang yang mengumpulkan tugas. Kira-kira ada apa dengan -"

"Kamu kenapa masih berdiri?" lanjut Kavi yang menyadari kehadiran Nola.

"Gak ada bangku," jawab Nola tersenyum kecut.

"Gak ada? Bukannya kelas ini bangkunya selalu cukup?" Karena tidak percaya, Kavi mencoba menghitung jumlah mahasiswa di kelas.

Hingga matanya menemukan sesosok mahasiswa yang sebelumnya tidak pernah berada di kelas ini. Moira.

Kavi berjalan menuju perempuan yang hari ini mengikat tinggi rambut merahnya. Dirinya semakin tampak buas, mengenakan blazer, celana serta high heels yang berwarna sama dengan rambut.

Entah mereka berbicara apa, sebab jarak Nola terlalu jauh, akhirnya Moira berdiri dan melenggang santai meninggalkan kelas. Tepat di pintu, matanya menyorot tajam Nola yang mendapat tepukan halus dari Kavi, "Duduk."

Setelah suasana kelas kembali kondusif, Kavi melanjutkan interogasi. Untuk menyelamatkan lima orang yang terpojok, dosen itu memperbolehkan mereka untuk pulang. Sementara yang lainnya masih tertahan hingga jam mata kuliah selesai.

Nola yang baru duduk, kembali berdiri bersama keempat orang lainnya. Mereka berjalan beriringan menuju pintu diiringi sorakan teman-teman yang kecewa. Berbeda dengan yang lainnya, badan Nola gemetar berlebihan.

Bagaimana kalau besok saat masuk kelas, tiba-tiba dijahati teman-teman? Bagaimana kalau tiba-tiba malam ini dikeluarkan dari grup WA kelas? Bagaimana kalau mereka minta ditraktir selama seminggu ke depan?

Saat sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu di koridor depan kelas, terlihat Tory di ujung koridor tengah berlari menghampiri.

Bukannya mendekati Tory yang wajahnya tampak panik itu, Nola malah melangkah untuk membuka pintu kelas. Ia ingin mengikuti kelas hari ini agar tidak terlalu banyak ketidaksetiaan kawannya, ya, setidaknya itulah harapan Nola untuk saat ini.

"Ikut aku!" tarik Tory sebelum tangan Nola menyentuh gagang pintu.

Lagi-lagi Nola terpaksa berlari mengikuti Tory. Mereka menuju basemen untuk mengambil motor. Nola yang dibonceng hanya mampu berpegangan erat-erat di pinggang Tory.

Tidak satupun jawaban meluncur dari mulut Tory ketika Nola bertanya-tanya.

Hujan mengguyur kota Tepian. Gemuruhnya tidak ketinggalan. Tory memilih untuk melajukan motornya daripada berhenti untuk memasang mantel.

Angin sungai Mahakam berembus kencang. Untuk beberapa mili detik, para pengendara sepeda motor sempat terbawa angin. Tidak sampai berpindah tempat, tetapi cukup membahayakan.


Hingga tiba di salah satu rumah sakit swasta.




Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang