"Ya?" sahut Nola tanpa aba-aba.
Lalu melepaskan tangan yang bertaut di tangan Kavi ketika melihat ke mana arah tatapan papa.
"Malam, Om. Kebetulan tadi lewat depan, jadi sekalian mampir," kata Kavi cepat seraya mencium punggung tangan papa.
What! Si dosen aneh semakin aneh!
Tory yang sedang menikmati asamnya acar martabak mendadak tersedak.
Nola tahu papa masih penasaran, alias tidak percaya dengan ucapan Kavi. Sejujurnya, gadis itu juga tidak percaya, tetapi apa gunanya?
Ia pun duduk di tepi ranjang, menggeser posisi Kavi yang berdiri dekat papa seraya memelototi dosen itu. Tanpa ragu, Nola mengubah arah pembicaraan. Mengatakan tentang semangatnya yang akan menyelesaikan kuliah dalam waktu tiga tahun. Mata papa pun langsung berbinar.
"Kuliah itu penting untuk masa depan. Papa enggak selamanya bisa jamin hidup Nola. Satu-satunya yang bisa menjamin hidupmu, ya kamu sendiri." Nasihat papa juga ikut didengar Kavi dan Tory yang duduk bersebelahan di sofa lipat yang bisa menjadi kasur.
Setelah membiarkan papa melanjutkan istirahatnya, Nola duduk lesehan di tikar yang dibawa dari rumah. Tory dan Kavi bergegas ikut lesehan. Tidak ada di antara mereka yang merajut kisah. Semua sibuk dengan ponsel masing-masing.Terlalu aneh memang untuk mengobrol dengan dosen di luar kampus. Mengingat sekecil apa pun kesalahan, bisa berubah menjadi tugas di tangan Kavi. Nola tidak mau hal itu menimpanya. Lebih baik diam, cari aman, daripada cari masalah.
Hingga akhirnya Kavi yang sedari tadi hanya scroll sosial media, pamit pulang. Hanya Tory yang mengantarnya sampai ke depan pintu.
"Terima kasih," ucap Kavi nyaring di ambang pintu, mengarah ke Nola.
"Sama-sama," balas Nola tidak tahu menahu.
"Jutek banget sama bebeb," goda Tory usai menutup pintu.
"Bebeb! Bebeb! bebek tuh dia! Absurd banget kelakuan!"
Selain tidak tahan untuk tidak tertawa, Tory justru senang melanjutkan godaannya. Membuat sahabatnya yang satu itu mengerucutkan bibir tiada henti.
***
Pagi ini Nola menatap hari dengan berbeda. Ada kebahagiaan yang menunggu di ujung sana. Langkahnya tidak lagi tertatih, kini ia berlari demi meraih bahagia sesegera mungkin.
Tidak hanya itu, ia pun kembali memerhatikan penampilan. Menyemprotkan parfum beraroma musk yang lembut. Parfum botol kaca tersebut didapat dari hasil mengeluarkan tabungan dua puluh ribuan yang sudah dipendam dalam botol air mineral berukuran besar.
Melangkah mantap memasuki kampus bersama Tory yang pagi ini masih seperti biasa; menebar pesona ke sana ke mari.
Sejak kehilangan mama, Nola merasa sebagian jiwa ikut menghilang. Tidak ada kesempatan untuk memerhatikan diri selain sibuk menemani kesedihan. Dan hari ini adalah kali pertamanya ia mencoba merias wajah, meski tipis, tetapi mampu menjadi pusat perhatian.
Tidak sedikit yang memuji kecantikannya. Berbeda dengan Tory yang setiap saat memuji. Sekalipun Nola hanya mengenakan kaos oblong kedodoran dan celana piama, lengkap tanpa cuci muka, alias baru bangun tidur, Tory tetap mengatakan kalau Nola adalah gadis yang cantik.
Untungnya, mereka lebih akrab dari hanya sekadar pacar, jadi segala bentuk pujian tetaplah pujian. Tidak akan berakhir mesra, rindu, atau bahkan rasa ingin memiliki.
Di kelas, teman-teman pada berkumpul menjauhi Nola. Tidak tahu alasannya, Nola hanya mampu duduk dengan tenang. Hingga kian lama suara kumpulan yang tadinya terdengar seperti sekelompok lebah, berubah menjadi lugas dan tegas di telinga.
Mereka mengatai Nola dengan kembang goyang kampus. Sebuah perumpamaan yang amat kejam, untungnya jiwa Nola dikuasai tekad bulat. Seluruh kalimat yang menghujani, bisa ditangkis. Sengaja memasang earphone, mendengarkan podcast lucu.
Lima menit kemudian, Kavi masuk kelas. Penampilannya dengan blazer dan celana di atas mata kaki mampu menghipnotis kaum hawa kapan pun dan di mana pun, kecuali Nola. Gadis itu enggan memerhatikan penampilan Kavi, yang ia tahu Kavi ialah dosen absurd.
Sembari menyampaikan materi melalui power point, Kavi berjalan-jalan ke sekeliling kelas. Langkahnya terhenti tepat di samping Nola yang sedang meletakkan ujung pulpen ke lubang hidung.
Ekor mata mereka saling bertubrukan. Kavi tersenyum menahan tawa. Sementara Nola masih saja dengan posisinya.
"Tolong maju," ucap Kavi sebelum berlalu dari sisi Nola.
Menyebalkan!
Nola melangkah mengikuti Kavi ke depan kelas. Tanpa disangka, dosen itu meminta Nola untuk menjelaskan teknik pengolahan panas basah.
"Itu kan semester kemarin?"
"Jadi kamu lupain?" balas Kavi yang bersiap menandai nama Nola di daftar mahasiswa, di laptop.
"Saya ingat!" sahut Nola cepat. "Maksudnya saya ingat-ingat dulu," lanjutnya meragukan.
Sungguh absurd tingkah dosen yang satu ini. Jelas-jelas yang sedang disampaikan adalah materi berbeda dari yang disuruh.
"Teknik pengolahan panas basah yang pertama adalah merebus (boiling) dengan suhu 100°C, lalu merebus di bawah titik didih dengan api kecil (simmering) dengan suhu 90° - 95°C. Setelah itu merebus di bawah titik didih 80° - 90°C (poaching), merebus dalam cairan sedikit (braising), mengukus (steaming), dan terakhir ada blansing (blanching)," tutur Nola lancar, hasil menggali ingatan bagian terdalam.
Kavi memberi isyarat agar Nola kembali duduk. Lalu meminta seorang mahasiswi untuk maju. Kali ini ia ingin semua yang paparkan Nola, dijelaskan prinsip dasarnya.
Sialnya, mahasiswi itu hanya mesem-mesem. Kavi menggoda dengan memberi tiga bantuan. Semacam acara Who Wants To Be A Milioner, ia memberikan dua pilihan. Call a friend dan ask the audience, tanpa fifty-fifty sebab bukan pilihan ganda.
Tentu saja gadis yang tergolong centil itu memilih call a friend. Dan ia meminta Nola untuk membantunya. Nada bicaranya yang manja dan mendesah, membuat Nola bergidik. Begitu pun dengan Kavi yang sedari tadi berusaha menjaga jarak.
Bagian teranehnya adalah ketika Kavi memperbolehkan Nola untuk menerima atau menolak membantu. Hal itu mengundang seruan seisi kelas. Semakin memojokkan posisi Nola yang mereka anggap mendapat perlindungan.
Butuh waktu sedikit lama untuk Nola berpikir. Ia ingat gadis itu yang memiliki suara paling keras di telinganya saat mengungkapkan perumpamaan yang menyakitkan tadi. Namun, jika tidak dibantu, posisinya akan semakin tersudut jauh.
"Saya bantu dua prinsip," ucap Nola tegas.
Sontak Kavi bertepuk tangan. Satu kelas terheran-heran dibuatnya. Nola pun bingung dengan tingkah dosen itu.
Dih! Dasar aneh!
***
"Saya suka kemajuanmu," kata Kavi yang mengambil langkah bersisian dengan Nola yang berjalan di koridor.
"Apa? Kenapa saya harus maju-maju?" tanya Nola sekenanya seraya berhenti melangkah dan melepas earphone yang terpasang di kedua telinga.
Dan betapa terkejutnya ketika melihat Kavi sebagai sumber suara.
Dosen itu hanya tersenyum dan menawari Nola untuk makan siang di kantin. Tidak lupa ia meminta Nola untuk mengajak Tory. Setelah mengatakannya, ia berjalan lebih dulu, meninggalkan Nola yang masih mematung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]
Teen FictionBlurb: Kata Tory, Nola, sahabatnya si paling "gak enakkan" itu memiliki "dosa" di kampus Garuda Nusantara. Benarkah itu? Apa sebenarnya yang Nola rasakan akan kehadiran "si dosa"? ========================= Dimulai: 1 September 2022 Tamat: 30 Novemb...