Moira melap air mata dengan tisu dari Tory. Sebenarnya, ia ingin melarikan diri. Berlari menjauh sejauh mungkin, tetapi dosen itu mencegahnya.
Ketika Kavi mengambil tarikan napas untuk mengeluarkan kata-kata, papa segera masuk ke kamar mandi. Begitu juga dengan Nola dan Tory yang sepakat untuk keluar ruangan.
Membiarkan ruang rawat inap menjadi saksi biksu atas setiap kata dari Kavi dan Moira yang tengah berusaha menyelesaikan masa lalu.
Tory mengajak Nola ke supermarket di seberang rumah sakit. Supermarket dua puluh empat jam yang terdapat kafe di dalamnya. Mentraktir segelas tiramisu hangat dan duduk di teras.
Nola memutari bibir gelas kertasnya dengan jari telunjuk. Matanya terpaku pada meja. Entah kenapa perasaannya tidak bisa diam. Justru semakin gelisah ketika terbesit kalau Moira dan Kavi kembali menjalin asmara.
"Oi!" kejut Tory membuat Nola tersentak.
Demi menangkis ledekkan Tory yang tepat, Nola bertanya dari mana laki-laki itu tahu jika papa masuk rumah sakit. Dan Tory mengaku kalau Kavi yang mengabari melalui WA saat subuh.
Tory pun berbagi kabar tersebut pada Moira. Entah sejak kapan, perempuan itu berhasil menjadi bagian dari persahabatan Tory dan Nola.
Merasa perlu sesuatu yang manis, Nola kembali ke dalam supermarket. Membeli tiga batang cokelat. Ketika kembali ke luar, ada Moira yang tengah menenggak habis segelas tiramisu yang belum diminum Nola sama sekali.
Sambil mengucapkan kata maaf, Moira buru-buru beranjak ke dalam supermarket. Padahal Nola ingin menolak, tetapi perempuan itu sudah lebih dulu memesannya di kafe.
Tidak berselang lama, Moira kembali dengan dua gelas kopi di tangan. Satu diserahkannya untuk Nola, sedang satunya lagi diminum sendiri. Ia juga membawa beberapa bungkus roti, yang dijepitnya dalam dekapan. Menawari Tory dan Nola sambil memakan sebungkus yang dicelupnya ke dalam gelas kopi.
Nola hanya menangguk, sebab ia tengah menikmati manisnya cokelat. Dan meniup gelas tiramisu, menyesapnya penuh kenikmatan. Sementara Tory meletakkan cokelat yang sudah dimakan setengah ke atas meja. Membuka sebungkus roti dan mengikuti jejak Moira. Mencelup roti ke dalam gelas kopi.
Tanpa ada pertanyaan tentang Moira dan Kavi di dalam tadi, membuat Moira semakin betah berlama-lama menghabiskan pagi bersama dua bersahabat itu.
***
Sudah tiga bulan sejak papa keluar dari rumah sakit. Dokter menyarankan agar jadwal cuci darah papa ditingkatkan menjadi tiga kali seminggu. Takaran air yang harus dikonsumsi pun semakin harus diperhatikan. Tidak boleh kurang lebih, harus pas.
Kuliah Nola yang sudah menduduki semester empat pun tidak mungkin ditinggalkan begitu saja. Untungnya ada Tory dan Moira yang setia menemani. Bahkan, Moira dengan suka rela membantu tugas-tugas Nola.
Mereka senantiasa menghibur gadis itu. Seperti malam ini, sengaja tiba sejak siang di rumah Nola. Membantu memilih pakaian untuk acara kampus. Meski hanya diperbolehkan memakai kemeja dan celana panjang, nyatanya memilih kemeja wanita itu memakan waktu yang lumayan.
Belum lagi riasan yang juga membutuhkan waktu yang lama. Kebersamaan mereka dihiasi canda dan tawa. Moira si perempuan garang, ternyata tidak bisa menggunakan pensil alis sebaik Nola.
Begitu juga dengan papa yang dibantu Tory memilih kemeja. Papa menjatuhkan pilihan tidak selama Nola. Ia hanya mengenakan kemeja kotak-kotak gelap dan celana semi jin berwarna hitam. Dua orang laki-laki itu pun sudah siap sejak pukul enam sore.
Acara ini diadakan setiap dua tahun sekali. Masyarakat kampus Garuda Nusantara diharapkan bisa jauh lebih mengenal satu sama lain. Untuk itu orang tua mahasiswa turut diundang. Entah kenapa program ini bisa berlangsung turun temurun.
Tidak hanya ada sambutan dari rektor, berbagai bazar juga digelar demi memeriahkan suasana. Dan benar saja, begitu mereka tiba, semarak lampu langsung menyambut.
Hamparan rumput yang biasanya menyejukkan mata, berubah menjadi lautan manusia. Banyak meja-meja kecil yang berjejer menjajakan aneka kudapan, barang-barang yang menyangkut komputer dan kawanannya, dan yang lainnya sesuai jurusan masing-masing.
Begitu memasuki gedung utama untuk melakukan pengecekan kesesuaian undangan dengan daftar tamu, papa langsung bergabung dengan beberapa orang tua mahasiswa yang rupanya pernah menjadi kliennya dulu.
Sementara Nola, Tory, dan Moira memilih untuk ke taman. Di sana terdapat lapak-lapak lesehan yang menjual aneka macam barang dan keterampilan dengan harga terjangkau.
Saat sedang memilih-milih aksesoris gawai, ketiganya dikejutkan oleh sapaan seseorang dari belakang. Sontak ketiganya menoleh, walau masih berjongkok.
"Tory?" ucapnya sekali lagi.
Terlihat binar kerinduan jauh di dalam sana. Tatapan mata kian melayu ketika Tory berdiri di hadapan. Tersurat kesedihan dan sedikit penyesalan.
"Mau apa?" Sahutan Tory yang bernada menantang, membuat Nola dan Moira serempak berdiri.
Keduanya meminta laki-laki itu untuk tenang. Sedangkan yang tengah dihadapinya, memelas meminta maaf. Ia adalah om Hedy, atau papa Tory. Tampilannya begitu menyiratkan siapa dirinya.
Rahang mulai mengeras. Kepalan tangan juga kian erat di sisi paha. Sorot mata Tory tidak melemah sedikit pun. Tidak memberikan kesempatan untuk om Hedy mengucapkan sepatah kata pun.
Tidak lama, datang seorang laki-laki bertubuh besar. Di kepalanya tidak ditumbuhi rambut satu pun. Ia yang berseragam gelap itu membisiki om Hedy. Om Hedy pun tanpa pamit langsung pergi. Tidak ada setitik pun bekas raut memelas di wajahnya.
Kedua perempuan itu cepat-cepat menenangkan Tory. Namun, laki-laki itu sudah tersenyum seperti sedia kala. Sedih dan marah yang sempat membara, hilang sudah dalam hatinya.
"Untung bunda tugas luar kota, jadi gak datang ke acara ini," ucap Tory yang kembali berjongkok melihat barang dagangan teman-temannya.
Tibalah waktu sambutan rektor. Yang tidak mendapat tepuk tangan meriah dari mahasiswi jurusan Manajemen Kuliner. Moira sama sekali tidak keberatan, toh masih tanpa tepukan mereka pun, papanya sudah disambut baik oleh yang lainnya.
Sambutan masih berlanjut hingga pak Thomas mempersilakan seorang wanita untuk naik ke podium. Ternyata ia adalah istri dari om Hedy, calon anggota dewan yang merupakan sponsor pada malam hari ini.
Tory membuang muka, tidak sudi menatap wanita itu. Apalagi pria yang duduk paling depan yang bertepuk tangan paling keras itu. Ada hati yang memaafkan, tetapi tidak untuk melupakan.
Setelah itu, antusias pengunjung menyambut sambutan dari seorang pria yang kini sudah berdiri di podium menggantikan wanita calon anggota dewan. Pria paruh baya bertubuh tinggi besar itu, jelas bukan keturunan Indonesia.
Mahasiswa saling berbisik. Bisikan itu pula yang sampai ke telinga mereka bertiga. Rupanya, ia adalah pemilik kampus Garuda Nusantara.
Selama ini belum pernah ada yang melihatnya. Ia terkenal karena kekayaannya di Kota Tepian ini. Mulai dari sekolah dasar Garuda Nusantara hingga kampus Garuda Nusantara. Semua didirikannya atas nama yayasan miliknya.
Usai sambutan selesai, Nola, Tory, Moira, papa, pak Thomas, dan pak Felix selaku pemilik kampus, berkumpul dalam satu meja yang menghidangkan kudapan yang dimasak langsung oleh Kavi.
Entah angin apa yang bertiup, mereka semua bisa menyaru dalam satu topik pembicaraan yang sama. Berlarut-larut hingga tanpa sadar acara sudah selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]
Teen FictionBlurb: Kata Tory, Nola, sahabatnya si paling "gak enakkan" itu memiliki "dosa" di kampus Garuda Nusantara. Benarkah itu? Apa sebenarnya yang Nola rasakan akan kehadiran "si dosa"? ========================= Dimulai: 1 September 2022 Tamat: 30 Novemb...