Bab 29

109 4 0
                                    

Bersamaan dengan kicauan burung yang bersarang di salah satu atau banyak dahan pohon, Tory mempertanyakan kebenaran tentang apa yang terjadi semalam. Ia menerima kabar dari salah satu teman sekelasnya yang juga berada di kafe yang sama dengan Nola.

Sebenarnya bukan tidak mau cerita, hanya saja Nola terlalu penasaran dengan sikap Tory semalam. Namun, karena laki-laki itu yang lebih dulu mengeluarkan pertanyaan, maka Nola menceritakan dengan detail.

Di bangku taman, kedua sahabat itu saling berhadapan. Dengan kedua kaki yang bersila naik ke atas bangku.

Di akhir cerita, Tory menepuk pundak Nola. Mengucapkan selamat dengan sorot mata berbinar. Ia mengaku bangga dan senang, pada akhirnya Nola berani menolak apa yang bukan menjadi tanggung jawabnya.

"Eh, tapi aku penasaran deh, Tor. Semalam kamu kenapa kaya marah gitu?" tanya Nola hati-hati.

Tory mengubah posisi duduk. Menjatuhkan kaki ke tanah dan merentangkan kedua tangan ke sandaran bangku. Sesekali ia menatap Nola. Lalu mengubah posisi duduk lagi. Kali ini kedua siku bertumpu di atas paha dan menyembunyikan wajah dalam tangkup tangan.

Melihat itu, Nola jadi ikut menurunkan kaki dan sedikit merapat ke sisi Tory. Ia menyentuh lembut pundak Tory seraya mengatakan tidak masalah jika sahabatnya itu belum bersedia untuk bercerita. Namun, justru kalimat itu yang membuat lidah laki-laki itu langsung memuntahkan semuanya.

Nola masih terkesiap, sementara getaran gawai tidak berhenti meracau dalam ransel. Tory melambaikan jemari ke depan wajah Nola, tidak ada respons apa pun. Hingga terpaksa mengejutkan dengan satu kali jentikan jari di depan wajah Nola yang mematung.

Gadis itu buru-buru merogoh tas dan mendapati pesan WA dari grup, mengenai percepatan jam mata kuliah Kavi hari ini. Gila, itu dosen benar-benar sesuka hatinya! Maju dua puluh menit dari waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Untung saja pagi ini Nola tiba jauh lebih pagi, karena Tory harus menyelesaikan tugas di laboratorium.

"Tapi -,"

"Cepet ke kelas. Kavi nungguin tuh," potong Tory cepat berlagak mengusir Nola layaknya mengusir anak ayam.

Secarik senyum terlempar begitu sadar Nola masih berdiri menatap. Senyum yang menular. Meski setengah hati, gadis itu akhirnya berlari. Disusul beberapa teman sekelas yang baru saja tiba di kampus.

Di depan pintu kelas, masih dengan napas ngos-ngosan, Nola memperbaiki tatanan rambut dan baju yang sedikit berantakan. Begitu pintu dibuka, tatapan Nola langsung disambut Kavi. Dosen itu mempersilakan masuk.

Nola sadar bahwa ia adalah mahasiswa pertama di pagi ini. Disusul lima orang lainnya ketika ia baru menempati tempat duduk.

Seiring berjalannya waktu, Kavi asyik mengajar dengan gangguan ketukan pintu yang saling menyambung. Tidak lupa dosen itu memberi tugas tambahan kepada mahasiswa yang datang terlambat. Tugasnya tidak main-main, jika telat lima menit, maka akan mendapat tugas tambahan berupa lima soal. Begitu pula jika telat sepuluh, dua puluh, bahkan tiga puluh menit, tugas tambahan akan sesuai dengan jam keterlambatan mahasiswa.

Hingga tiba di menit ke lima puluh lima, sepuluh orang yang kemarin mengajak Nola ke kafe baru tiba. Satu kelas bersorak, karena mereka tahu ada yang mendapat tugas tambahan lebih banyak dari mereka.

Kavi sengaja tidak mempersilakan sepuluh orang tersebut untuk duduk. Dan itu membuat suasana kelas berubah seketika. Hening.

Berbeda dengan yang lainnya, yang hanya diliputi rasa penasaran, Nola justru ingin menguburkan diri dalam laut. Jemarinya tidak berhenti saling meremas, begitu juga dengan kaki yang bergoyang-goyang seakan mengikuti degupan jantung yang tidak lagi berketukan.

Sesekali ia menggigit bibir bawah. Di depan sana Kavi tengah berbicara, tetapi suara dosen itu tidak jua kunjung sampai di telinga Nola. Ingin sekali meminta Kavi untuk menghentikan apa pun rencana bodohnya itu. Namun, semua hanya tertahan dalam hati.

Hingga tepukan di pundak menarik Nola kembali. Sadar bahwa hampir seisi kelas sudah pada keluar, gadis itu pun mengemas semua buku dan langsung berjalan keluar. Melewati sepuluh orang yang masih berdiri dengan Kavi yang berada di sisi tembok dengan tabletnya.

Tidak berani menatap mereka, Nola hanya menunduk hingga tiba di pintu kelas dan langsung setengah berlari menuju kantin. Ia butuh yang segar.

***

Ujian akhir semester genap sudah di depan mata. Selain belajar mati-matian, Nola juga diam-diam mengumpulkan keberanian. Bertemu dengan Kavi bukan perkara mudah. Pasalnya banyak fans garis keras yang selalu memantau Kavi dari jarak yang tidak terlacak.

Sore ini, dengan segenap keberanian yang sudah terkumpul, ia akan mengetuk ruang dosen dan bertemu Kavi. Namun, nyali itu tiba-tiba menciut ketika ketukan pertama baru selesai diperdengarkan.

Banyak pasang mata yang menonton dari kejauhan. Walau tidak terlihat, tetapi bisa dirasakan. Sudah tidak ada waktu untuk kabur, pak Togar keburu membuka pintu.

Dengan sapaannya yang hangat, Nola langsung menerobos masuk seraya berkata nyaring jika ia tengah mencari pak Togar.

"Untuk apa kau mencari saya?"

"Ha? Saya gak cari bapak. Bapak salah dengar. Saya cari Kavi," jawab Nola.

Pak Togar hanya mengangguk-angguk seraya mengetukkan pintu ruangan Kavi untuk Nola. Dosen itu tengah menerima telepon. Nola duduk setelah dipersilakan dengan isyarat tangan.

Sebelum mengakhiri pembicaraan di telepon, seutas ucapan i love you merayap ke pendengaran Nola. Iya, gadis itu tidak salah mendengar. Meski kalimat itu hanya dibisikkan. Namun, ruangan yang hanya sepetak ini tidak bisa diajak menjaga rahasia.

"Ada apa?" tanya Kavi yang baru menempati kursi di hadapan Nola.

Setelah berdehem tiga kali, suara Nola masih saja bersembunyi. Mulutnya terasa kering kerontang. Untung saja dosen itu paham. Ia mengambil sebotol air mineral yang tersusun di salah satu sudut ruangan.

Setelah meneguk hampir setengah isinya, Nola kembali berdehem dan menemukan suaranya yang hilang.

"Saya mau konsultasi kuliah percepatan," ucap Nola setengah terbata-bata.

"Akhirnya. Saya nunggu-nunggu."

Kavi memulainya dari aturan di buku pedoman jurusan. Nola sempat tersenyum kecut ketika Kavi bertanya hendak lulus dalam waktu berapa lama. Jika mengingat keinginan untuk lulus tiga tahun, ada rasa geli menyelinap hati Nola. Seberapa cerdas ia sampai berani bertekad bulat seperti itu?

Lalu Kavi mengingatkan tentang IPK di setiap semester yang harus di atas tiga. Sebenarnya untuk satu semester yang sudah dilewati Nola, bukan menjadi penghalang untuk tekad tersebut. Hanya, Kavi menegaskan untuk memasang niat jangan hanya di awal saja, melainkan hingga akhir.

Dan wejangan-wejangan dari Kavi yang seharusnya di utarakan oleh pak Togar selaku pembimbing akademik tumpah ruah mencerahkan niat Nola. Mulai dari menyusun rencana, membagi waktu, mempersiapkan judul skripsi, semua sudah Nola catat dalam ingatan. Dan akan selalu digantungnya dilangit-langit niatan.





Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang