Bab 84

80 3 0
                                    

"Siap?" tanya Kavi sebelum mereka melangkah memasuki ruangan pendadaran.

Nola mengangguk mantap. Sorot matanya penuh semangat. Ia sangat berterima kasih pada Yara yang sudah membantunya. Seperti daya ponsel yang terisi penuh, Nola merasa terlahir kembali.

Tidak ada kesusahan yang ditemui baik dalam memperbaiki atau membuat materi presentasi. Kali ini, berbeda dengan dua sidang sebelumnya, ia sangat yakin jika bisa menguasai keadaan.

Mengatur napas dan mengucap basmalah, mereka melangkah masuk ke ruangan. Tanpa gemetar, Nola memulai semuanya. Menjelaskan secara runut sesuai latihannya bersama Kavi.

Jauh di dalam lubuk hati, Nola sangat berterima kasih kepada dosen itu. Sudah mau membimbingnya secara intensif. Datang ke rumah, melatih bagaimana cara presentasi yang baik di hadapan penguji.

Selesai menjelaskan, para penguji memberikan nilai lebih untuk skripsi Nola yang rapi. Baik dari segi penulisan, maupun materi yang dituliskan dan disampaikan.
Semua itu berkat coretan dari Kavi, yang mana setiap catatan yang diberikan sempat membuat Nola frustrasi. Namun, kali ini mendengar pujian itu, rasa senang, bangga, sekaligus terima kasih kepada Kavi bercampur menjadi satu.

Berlanjut ke sesi tanya jawab. Ketiga dosen penguji hanya bisa memberikan masing-masing dua pertanyaan. Sebab penyampaian dan materi di dalam skripsi sudah menjelaskan semuanya.

Pendadaran pun ditutup dengan hamdalah setelah Nola dinyatakan lulus di jurusan Manajemen Kuliner dengan gelar S.Tr.Par. Nola memekik senang. Tidak sabar membawa berita bahagia ini kepada papa yang sedang menunggu dengan harap-harap cemas di rumah.

Begitu keluar dari ruangan, Tory, Moira, dan Yara menyambut dengan buket bunga, buket coklat, dan sebuah piala boneka wisuda. Mereka menghambur peluk. Tangis bahagia luruh dari mata Nola.

"Makasih semuanya," ucapnya dalam pelukan.

"Selamat," ucap Kavi kaku dari belakang. Membuat mereka semua memecah peluk.

Dosen itu menyematkan selempang wisuda yang bertuliskan Nuria Lavanya Nola, S.Tr.Par. Dan mendapat ledekan dari Tory, Moira, dan Yara, "Cieeeee."

"Ini selempang dari kampus," elak Kavi seraya berjalan ke ruang dosen.

Nola tidak sabar mengabari papa. Gadis itu pulang bersama Tory, Moira, dan Yara. Di jalan, Yara yang kebetulan duduk di belakang bersama Tory itu, berbisik kepada Tory.

Bisikannya mengundang rasa penasaran Moira yang tengah mengendarai mobil. Lantas membuat Yara mengatai Moira, "Kepo deh."

Tory tertawa, sedang Moira bersungut-sungut. Perempuan itu bersyukur tidak pernah mengenal Yara selama menjalin hubungan dengan Kavi. Bahkan, bertemu pun tidak. Yara terlalu sibuk dengan dunia bebasnya.

Merasa tidak ada hak untuk memutuskan, Tory memberitahu Moira melalui WA. Sebagai penanggung jawab kafe 0A, Moira yang langsung membaca chat dari Tory itu langsung mengiyakan tanpa berpikir dua kali.

Tiba di depan rumah Nola, mereka langsung pamit tanpa mampir terlebih dahulu. Dengan alasan harus kembali ke urusan masing-masing. Nola membalas lambaian tangan mereka dari balik pagar.

"Nola? Hasilnya gimana?"

Nola terperanjat kaget melihat papa di ambang pintu. Wajah pria paruh baya itu tampak tepekur menunggu jawaban. Nola mengembangkan senyum seraya berlari mendekap papa.

"Lulus. Nola lulus, Pa."

Papa memberi jarak sebelum meraup kembali Nola dalam dekapan. Tangisan yang terdengar adalah kebahagiaan.

***

"Ta - da!"

Kehadiran Nola dan papa di kafe 0A disambut letusan dari party popper beserta orang-orang terdekat yang meniupkan tiupan lidah. Bahkan ada dua orang fotografer yang memakai seragam berwarna hitam.

Yara sebagai pencetus ide, berlari memeluk Nola dan papa. Ada air mata di sudut mata adik Kavi itu yang tidak disadari Nola.

Mereka langsung duduk di meja yang sudah disusun memanjang. Aneka kudapan terhidang di atas meja. Sebelum menikmatinya, Kavi yang duduk di apit bunda dan papi, berdiri. Mempersilakan Nola untuk menyerahkan sepatah dua patah kata sebagai pembuka perayaan pada malam hari ini.

Gadis yang malam ini mengenakan gaun putih kasual itu berdiri dengan malu-malu. Bagaimana tidak, di depannya ada pak Thomas dan pak Felix. Jantung yang berdegup kencang berhasil melemah ketika papa menggenggam tangannya.

Memulai dengan ucapan terima kasih kepada semua yang ada di ruangan. Nola berusaha sekuat tenaga untuk memenjarakan air mata dalam hati. Malam ini tidak layak dibasahi air mata. Ia hanya ingin melukiskan senyum untuk kenangan yang indah.

Ketika hening tercipta, karena tidak tahu harus berkata apa lagi, papa berdiri, "Terima kasih untuk Nola yang sudah berhasil menyelesaikan kuliahnya. Walau sempat bersedih karena harus merelakan percepatan semesternya, Nola berhasil bangkit dan membuktikan bahwa masih banyak jalan menuju kesuksesan. Papa meminta maaf, karena selama ini sudah terlalu banyak menyusahkan. Percepatan semester yang harus kandas itu pun karena ulah papa. Penyakit ini begitu, begitu -"

Nola mengusap punggung papa. Memberikan segelas air dan meminta papa untuk duduk saja. Biarlah kalimat itu menggantung. Nola pun tidak sanggup mendengar perkataan selanjutnya, meski sudah bisa menebaknya.

Untuk mencairkan suasana, gadis itu mempersilakan semua untuk menikmati hidangan. Kini suara denting sendok dan piring mulai terdengar saling beradu di sela-sela tawa yang terpecah.

Selesai menghabiskan makanan yang tersaji, Yara si paling heboh itu berdiri dan meminta semua untuk mengikutinya ke salah satu dinding kafe yang sengaja dihias. Berupa sebuah tulisan yang menggantung dikelilingi balon berwarna pastel hingga ke lantai. Congratulation Nuria Lavanya Nola, S.Tr.Par.

Dengan dipandu fotografer, mereka semua berpose. Nola baru sadar jika mereka semua berpakaian warna putih. Beberapa pose kasual nan elegan berhasil dijepret.

Berlanjut ke pose santai, Nola yang menggerai rambut panjangnya dan memberi bando pita berwarna merah muda itu tampak manis sekali. Bertukar tatap dengan papa, berpose seolah-olah sedang tertawa lepas.

Setelah itu mereka semua membiarkan Nola dan papa menjadi sasaran fotografer. Ayah dan anak itu berpose macam-macam gaya. Membuat kilatan lampu kamera menyambar mata dalam tiap menitnya.

"Bangka foto sana berdua," Yara mendorong Kavi hingga tersenggol Nola yang asyik tertawa bersama Tory dan Moira.

Tanpa menunggu persetujuan, Yara dibantu Moira, mendudukkan Kavi dan Nola di sebuah bangku. Karena terlihat kaku, Yara dengan sengaja menempelkan bahu keduanya. Lalu meminta fotografer untuk menjepret.

"Papi, Yara panggil penghulu aja gimana? Cocokkan, Pi?" kelakar Yara yang menggelayut di lengan papi.

Ucapannya tersebut mengundang semua untuk mengaminkan. Lalu melepas tawa bersama, kecuali Nola dan Kavi yang masih duduk mematung.

Melihat Nola yang mati kutu, Tory dengan cepat meminta fotografer untuk bersiap memfoto. Mengajak Moira dan Yara. Mereka berpose dan terus berpose. Hingga sebuah teriakan memaksa mereka untuk bubar.

Mendatangi papa yang tiba-tiba pingsan. Senyum Nola lenyap. Bahagia pun ikut lesap. Gadis itu membiarkan air mata menganak sungai di wajah. Bahkan membasahi kemeja putih papa. Memangku kepala papa, mengusap lembut sebelum diangkat ke mobil menuju rumah sakit.

Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang