Bab 76

63 2 0
                                    

Ingin memberontak, tetapi motor sudah melaju. Melewati Kavi yang hanya bisa melongo. Kemudian di ujung basemen, terdengar teriakan dosen yang memegang blazernya lemas, "Pacaran terus! Ingat proposal!"

"Kita gak pacaran!" sahut Nola yang tak kalah nyaring.

Benny mengarahkan spion tepat ke wajah Nola, "Emangnya kalau kita pacaran kenapa? Sirik aja itu dosen." Alisnya terangkat meminta persetujuan.

Iya juga sih. Eh, gak bisa, gak bisa. Masa aku pacaran sama Benny. Duh, Nola! Bangun! Sadar woy! Sadar!

Setibanya di hotel, mereka langsung menuju tempat masing-masing dengan pekerjaan yang sudah ditulis dalam daftar, dan diberikan kepada mereka pada hari pertama KKN. Berpisah di area dapur. Nola menuju ruang rias, sedikit makeup sesuai aturan sudah dilaksanakan.

Kini ia menuju loker dan memakai seragam. Juga menggunakan bib apron yang mana di sebelah kanan atas terdapat lambang hotel yang dibordir. Nola melangkah pasti. Tidak lupa memakai hat cook.

Baru saja membuka pintu, head chef langsung meminta Nola untuk memasak sop daging bening. Karena chef senior yang biasa bekerja, mendadak harus izin pulang karena sakit.

Dengan cekatan Nola mengambil daging yang kebetulan sudah dikeluarkan dalam lemari pendingin. Merebusnya dengan air sebanyak satu liter, tumisan bawang merah putih, kayu manis, cengkih, pala, seledri, dan daun bawang selama empat puluh menit dalam keadaan panci tertutup.

Setelah mendidih, wortel dan kentang dicemplungkan. Lalu ditambah lagi satu liter air, dididihkan kembali selama tiga puluh menit.

Terakhir, kayu manis, cengkih, dan pala dikeluarkan. Lalu menambahkan garam, gula, dan merica. Mengoreksi rasa dan meminta head chef untuk mencicipi. Setelah dinyatakan oke, barulah dituangkan ke dalam mangkuk. Menaburkan bawang goreng di atasnya.

Pramusaji yang baru saja masuk, segera membawa mangkuk sop daging kepada si pemesan. Nola menghela napas sebentar, sebelum membantu chef-chef senior lainnya.


Terbit sebuah senyum dari bibir tipisnya. Rasa puas ketika masakan terhidang kepada pengunjung, memang berbeda. Seperti ada kebanggaan tersendiri. Apalagi ketika masakan dinyatakan enak dan pengunjung bersedia untuk kembali memesan menu yang sama.

Meninggalkan kompor, menuju meja panjang tempat pengolahan minuman. Sesuai instruksi, gadis itu mengupas buah mangga untuk dijadikan jus.

Tiba-tiba pramusaji yang tadi membawa sop daging, kembali lagi ke dapur. Nola hanya berani melihatnya dari tempat, pramusaji itu berbisik kepada head chef. Lalu mereka bergegas keluar.

Perasaan Nola mulai tidak karuan. Hingga tidak sengaja mengupas sebagian daging mangga. Dan ia mendapat teguran untuk itu. Buru-buru meminta maaf lalu mengambil buah yang baru. Namun, chef senior tidak memberikan izin lagi.

"Bisa habis sia-sia stok buah kita!" Kebetulan chef senior yang satu ini terkenal galak.

Nola beringsut mundur. Saat itu juga dirinya dipanggil head chef untuk menemui pelanggan yang memesan sop daging. Rupanya ada komplain dan si pelanggan ingin protes langsung ke Nola.

Dengan wajah pucat pasi, Nola berjalan diiringi head chef menemui si pelanggan. Seorang laki-laki yang duduk membelakangi pintu dapur, tampak tidak asing bagi Nola.


Dan benar saja ketika gadis itu berhadapan, Kavi menatapnya tajam. Ya, si pelanggan itu adalah Kavi!

Kavi! Hihhh!

Sebelum menjabarkan keluhan, dosen itu meminta Nola untuk duduk di hadapannya. Sementara head chef dimintanya untuk masuk saja, karena ini adalah urusan dosen dan mahasiswa.

Nola duduk dengan tegap, jemarinya saling meremas dan kaki tidak bisa berhenti bergoyang di bawah meja. Matanya memandang tajam ke arah mangkuk sop daging.

"Silakan di coba," perintah Kavi seraya menyendokkan beberapa ke mangkuk kosong.

Mata Nola memicing sebelum mencoba. Kavi hanya tersenyum melihatnya. Satu sendok kuah berisi potongan daging dimasukkan ke dalam mulut. Mengunyah sambil mengoreksi rasa.

Kavi menunggu jawaban. Namun, Nola hanya mengangguk-angguk. Setelah disodorkan satu gelas air mineral yang baru saja diminta dari pramusaji, barulah Nola bersuara, "Enak, kok."

Dosen itu memajukan tubuh, ia tidak lagi bersandar pada punggung kursi. Dengan posisi condong, ia menanyai Nola bagaikan menginterogasi. Membuat gadis itu beringsut mundur. Ingin sekali rasanya kembali ke dapur, mengerjakan puluhan masakan, daripada harus berhadapan dengan Kavi.

Terus dan terus menghujani pertanyaan hingga akhirnya Nola mendapati jawaban yang dimaksud Kavi, "Kelamaan rebus pala."

Sebenarnya gadis itu sudah menghitung waktu merebus. Berikut kapan mengangkat pala, cengkih, dan kayu manis. Namun, lidah Kavi rupanya terlalu sensitif.

Ah, atau dia cuma mau cari kesalahanku? Hih! Dasar dosen aneh!

Sebelum pamit pulang, Kavi meminta Nola untuk menemuinya sepulang dari hotel. Gadis yang sedang tertunduk itu segera mengangguk. Meski ada janji yang sebenarnya memberatkan. Janji mengerjakan laporan harian bersama Benny di kafe.

***

Di tempat parkir, Nola menolak ajakan Benny untuk pulang bareng seperti biasa. Tanpa mau banyak mengeluarkan alasan, gadis itu langsung melenggang menuju gerbang.

Sayangnya, Benny menyusul dengan sepeda motor ala Dilannya. Memohon agar gadis yang menggerai rambutnya sore ini sudi untuk duduk di belakangnya. Menghangatkan hati yang lelah lepas bekerja seharian. Bahkan ia juga menawarkan diri untuk menemani ke mana pun tujuan Nola.

Nola tersenyum. Menatap Benny dengan malu. Lalu bersedia naik ke boncengan. Tanpa mengatakan tujuan, mereka menuju rumah Kavi sesuai arahan Nola.

Tiba di depan perumahan elite, Benny langsung saja lurus menerobos pos satpam. Membuat Nola panik, karena tamu diwajibkan untuk meninggalkan kartu identitas. Alih-alih ikutan panik, Benny justru tertawa, "Santai, rumah aku di sini."

Hah?

Laki-laki itu membenarkan sekaligus turun dari motor. Rupanya mereka berhenti tepat di depan rumah Benny. Sebuah rumah bergaya modern dengan luas yang tidak tanggung-tanggung.

Nola ikut turun, menyusul Benny yang sudah memasuki carport. Saat itu juga seorang laki-laki berseragam gelap keluar dari pos yang berada di pojok rumah. Ia memasukkan motor Benny ke dalam garasi yang berada di paviliun sebelah rumah.

"Benny! Tunggu!"

"Kenapa? Kamu bilang aja kali, kalau mau ke rumah. Aku senang, kamu akhirnya mau jadi temanku," jawab Benny seraya tersenyum.

Nola yang belum sempat berkata-kata itu sudah digandeng Benny untuk masuk. Tepat saat mereka berada di ambang pintu, ada sebuah teriakkan yang memanggil Nola. Gadis itu menoleh, Benny pun juga.

"Kamu saya minta temui siapa, Nola?" teriak Kavi di depan pagar. Ia dihalangi dua orang yang berseragam gelap.

Jantung Nola mendadak berirama cepat, ia tidak tahu cara menjelaskannya. Baik kepada Benny atau Kavi. Keringat dingin mulai mengucur.

"Ben, sebenarnya, aku -"

"Mau ketemu Kavi? Oh, jadi rumah dia di sini juga?"

Setelah meminta Nola untuk diam di tempat, Benny melangkah menyambangi Kavi yang tengah dihadang petugas keamanan. Benny terlihat membisikan sesuatu kepada dosen itu. Tidak mau terjadi salah paham, Nola berlari menyambangi keduanya.






Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang