"Arghhhhh!"
Gadis itu mondar-mandir menahan jerit kekesalan di dapur. Moira yang tengah memasak, menoleh penuh keheranan. Dengan napas yang menderu, Nola berusaha menceritakan.
Namun, Kavi dan Benny tiba lebih dulu di pintu dapur. Di ambang pintu, mereka saling berebut untuk bisa masuk. Moira bertanya dengan alis terangkat kepada Nola. Nola hanya membuang napas dan memejamkan mata. Lalu menggeleng seraya meminta bantuan dengan warna wajah kesal bercampur malas.
Moira segera melepaskan spatula, menyuruh sang asisten untuk meneruskan sementara, "Kalian ada perlu apa ke dapur?"
"Nola." Lagi-lagi jawaban kedua laki-laki itu sama.
Seperti tidak ingin diganggu, Moira justru mendorong Nola keluar. Meminta gadis itu untuk menyelesaikan masalahnya di luar dapur. Sayangnya Nola bersikeras. Tidak mau bertemu kedua laki-laki tersebut.
Seperti kehabisan akal, akhirnya Moira bertanya apa mau kedua laki-laki tersebut. Perbedaan jawaban mereka, membuat Moira bisa menilai kepada siapa Nola harus ikut.
Tentu saja orang itu Benny, alasan laporan harian KKN yang dikemukakan laki-laki itu sangat masuk akal. Namun, rupanya Kavi mengubah alasannya, menjadi saya harus membimbing mahasiswi saya.
Moira berpikir sebentar. Lalu menyuruh Nola untuk ikut dengan Kavi. Gadis itu memelotot. Sementara Moira merasa sedikit frustrasi.
"Oke! Terserah deh kalian maunya gimana. Yang jelas jangan di dapur! Sana! Pergi! Pergi! Atau mau kugoreng?"
Melihat wajah ganas Moira terbit, ketiganya beringsut keluar dari dapur secepat kilat. Bahkan perempuan itu mengunci pintu dari dalam.
Di teras kafe, Nola yang tengah melangkah pulang itu, ditarik oleh Benny dan Kavi. Mereka menawarkan tumpangan, tetapi gadis itu menolak karena ia membawa kendaraan sendiri.
Tiba-tiba langit mengeluarkan rintik hujan yang begitu lebat. Sambaran petir yang terdengar maha dahsyat membuat mereka bertiga berlari masuk ke kafe dan menempati kursi semula.
Nola melepaskan napas secara kasar. Kenapa pakai acara hujan sih! Argh!
Kavi dengan cekatan memesankan secangkir cokelat hangat untuk Nola. Saat itu juga Benny berdehem, mengelus-elus lehernya sambil melirik Kavi.
"Mbak, cokelat hangatnya dua." Akhirnya Kavi merevisi pesanan.
Benny pun langsung semringah seraya mengucapkan terima kasih. Sedangkan Kavi, tidak terlihat ada senyum yang lahir di wajahnya.
Melihat itu, Nola jadi mengulum senyum. Meski tidak mengerti maksud mereka berdua, tetapi tingkah mereka cukup menghibur di kala sibuknya hari-hari KKN.
***
Mengetuk-ngetuk pulpen ke atas buku. Mata yang terpejam membuat syahdu semilir angin yang membelai wajah. Namun, ada keputusan yang harus diambil segera.
Minta tolong. Jangan. Minta tolong. Jangan. Minta tolong. Argh!
Nola tidak bisa menampik, bahwa Kavi lah yang bisa menolongnya saat ini. Karena satu judul skripsi yang sudah diajukan harus hancur lebur di depan dosen pembimbing satu.
Sementara Benny, tidak bisa dimasukkan dalam daftar minta tolong. Laki-laki itu saja belum memikirkan judul skripsi.
Dan Tory, sahabatnya yang satu itu juga sedang sibuk mengajukan judul. Mengajukan judul di tengah-tengah KKN sebenarnya bukan ide yang terlalu baik. Masih ada laporan harian yang harus diselesaikan dan proposal yang sudah menanti di hari akhir KKN.
Meski begitu, setiap tahun, kampus Ganas selalu saja menolak ribuan calon mahasiswa karena hasil tes tidak sesuai standar kampus. Untuk Nola sendiri, masuk kampus Ganas adalah satu kebahagiaan karena untuk pertama kalinya ia melihat papa tersenyum lebar. Setelah beberapa tahun kepergian mama.
Nola membuka mata, duduk dengan tegap dan mengatur napas. Niatnya menemui Kavi sudah bulat. Buru-buru memasukkan buku ke dalam ransel dan melangkah ke ruang dosen.
Di koridor, gadis itu bertemu Benny yang asyik nongkrong dengan teman-temannya. Segera saja laki-laki itu menyambangi Nola yang sebenarnya sudah bersusah payah untuk tidak terlihat Benny. Dengan ransel yang hanya menggantungi pundak sebelah kiri, ia berlari menuju Nola.
"Kamu masih mikirin judul? Ya elah, La, La. Masih lama kali. Proposal dulu lah baru judul. Gimana sih," kelakar Benny begitu mendengar jawaban gadis itu.
Nola hanya tersenyum kecut dan tetap melangkah ke ruang dosen. Sebelum kembali ke tongkrongan, Benny menyemangati Nola dengan sebuah teriakan kamu pasti bisa.
Tanpa alasan, bibir gadis itu melengkung. Meresap ke dalam hati. Hingga membuat deg-degan bertemu Kavi sirna seketika, berganti perasaan tenang yang menghanyutkan.
Tiba di ruang dosen, setelah mengetuk, Nola masuk dan terperanjat ketika melihat seseorang. Pria paruh baya blasteran yang pernah dilihatnya, tetapi di mana? Tentu saja ia bukan dosen, Nola mengenal semua dosen jurusannya.
Pria itu menyapa ramah, mempersilakan Nola untuk duduk, "Saya Felix."
Ah, pak Felix! Yang punya kampus.
Tidak hanya mempersilakan duduk, pak Felix juga menyuguhkan sekotak coklat dari Jerman. Yang katanya habis pulang kampung.
Seperti telah menunggu untuk waktu yang lama, pak Felix menyerah. Ia pamit karena tidak bisa membuang waktu lebih lama lagi. Sementara orang yang ditunggu tak kunjung datang.
Sebelum meninggalkan ruangan, ia memberikan Nola satu stoples utuh. Sedang stoples yang sudah terbuka, dibiarkan tergeletak di atas meja.
"Maaf, nama kamu siapa?" tanyanya ketika sudah membuka pintu.
"Saya Nola, Pak."
Alisnya mengernyit, seperti mengenal nama Nola sejak lama, tetapi tidak bisa diingat untuk sekarang. Tidak mau menggali ingatan, pak Felix hanya mengangguk lalu pergi.
Nola kembali duduk. Menunggu memang menjemukan. Saat beberapa dosen tengah kembali dari istirahatnya, Nola langsung saja menanyakan keberadaan Kavi.
Ternyata tidak ada yang tahu. Tidak mau berlama-lama menjadi patung, karena takut bergerak, Nola pamit keluar pada beberapa dosen yang tengah sibuk dengan laptop dan gawai masing-masing.
Ke mana sih kamu, Kavi!
Berjalan menyusuri koridor dan duduk begitu saja di samping Benny yang masih nongkrong dengan teman-temannya. Dengan senyuman yang mengembang, laki-laki itu menyapa. Juga mengusir salah satu temannya yang menduduki kursi panjang, agar Nola kebagian tempat lebih banyak.
"Makasih," ucap Nola kepada dua orang teman Benny yang sibuk bermain gim di gawai.
"Ke aku dong makasihnya," protes Benny seraya tersenyum.
Nola hanya mesem-mesem. Dan memilih untuk memandang birunya langit hari ini. Karena hanya izin sebentar, Nola yang memang datang ke kampus bersama Benny, mengajak laki-laki itu segera kembali ke hotel.
Tanpa menolak dan berlama-lama, Benny menyetujui. Ia segera berdiri dan mengulurkan tangan untuk Nola. Gadis itu meraihnya seraya tersenyum, "Apaan sih."
"Ceritanya aku pangeran, kamu tuan puterinya." Benny selalu punya cara untuk membuat Nola tersenyum.
Mereka berjalan bersisian menuju basemen. Tanpa berpegangan tangan, karena menurut Benny mereka bukan muhrim. Lagi-lagi Nola tertawa dibuatnya.
"Nola!"
Kavi?
Karena sudah berada di atas motor, Benny melambaikan tangan ke arah Kavi, "Dadah, kami pacaran dulu, ya, Pak Dosen."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]
Teen FictionBlurb: Kata Tory, Nola, sahabatnya si paling "gak enakkan" itu memiliki "dosa" di kampus Garuda Nusantara. Benarkah itu? Apa sebenarnya yang Nola rasakan akan kehadiran "si dosa"? ========================= Dimulai: 1 September 2022 Tamat: 30 Novemb...