Bab 63

67 5 0
                                    

Setelah berseteru dengan angin, menyalip banyak kendaraan, akhirnya Nola tiba di kampus pukul lima lewat lima. Buru-buru memarkir sembarang motor matic milik papa. Sehingga sempat ditegur oleh satpam yang bertugas di tempat parkir.

Namun, Nola tetap berlari. Ia hanya berteriak meminta tolong kepada satpam tersebut untuk memperbaiki letak motornya. Terus berlari hingga tiba di depan pintu kelas.

Tanpa merapikan kemeja, Nola langsung membuka gagang pintu dan mengucapkan kata maaf. Seisi kelas tertawa melihat helm yang masih bertengger di kepala gadis itu. Sontak membuatnya membalikkan badan menghadap pintu dan berusaha melepas kaitan helm.

Sayangnya tangan yang gemetar tidak pernah berhasil melakukan sesuatu dengan benar. Kaitan helm justru dikerubung rambut yang tidak diikat, dan bahkan tidak disisir itu.

Tiba-tiba Kavi dari belakang membalikkan tubuh Nola. Tangan dosen itu mencoba membuka kaitan helm. Posisi mereka yang berhadapan, membuat tawa yang sempat berserakan mendadak kehilangan semangatnya.

Dengan sedikit menunduk, demi bisa melihat kaitan yang tertutup rambut, wajah Kavi begitu dekat. Nola sontak memejamkan mata dan mengatup mulut rapat-rapat.

Deru napas yang masih ngos-ngosan semakin menggeliat. Diiringi detak jantung yang tidak karuan. Masing-masing jemari saling meremas-remas di sisi paha.

Keadaan menjadi hening, hingga Kavi bisa melepas kaitan tersebut. Perlahan sayup-sayup ketidakterimaan mulai terdengar. Nola mundur satu langkah seraya melepas helm. Rambut megarnya menyambut wajah Kavi.

Tanpa mau berlama-lama lagi, gadis itu segera duduk. Mengeluarkan buku dan pulpen. Memainkan pulpen sembari menunggu Kavi memberikan materi, juga merapikan rambut dengan jemari.

Namun, ternyata salah. Dosen itu tidak memberikan materi, ia justru menagih tugas yang semalam di kirim melalui surel.

Hah? Tugas?

Melihat seisi kelas mengeluarkan selembar kertas berisi tugas, Nola menjadi tidak tenang. Ia mulai bertanya kepada teman di samping, depan, dan belakang, tetapi tidak satu pun yang mau menjawab.

Gadis itu jadi ingin berteriak di telinga mereka. Dulu merekalah yang mengemis meminta Nola mengerjakan setiap tugas. Namun, kali ini pertanyaan Nola tidak dihiraukan, padahal ia tidak meminta jawaban dari tugas.

"Tugasnya di surel. Semalam di kirim," ucap salah satu yang berada agak jauh dari tempat Nola duduk.

Buru-buru Nola mengucap terima kasih dan hendak membuka surel di gawai, tetapi Kavi lebih dulu menyita gawai gadis itu.

"Tugas?" tagihnya.

Nola bergeming. Bibirnya bergerak seperti mengatakan sesuatu, hanya saja tidak bersuara. Matanya melirik kanan kiri, lalu terpaksa menatap kornea Kavi ketika dosen itu memaksa.

"Be - belum." Nola sudah tahu konsekuensi dari jawabannya.

Kavi mengembalikan gawai, berjalan menuju depan. Lalu mengatakan bahwa akan ada tugas tambahan untuk Nola.

Mampus!

***

Malam ini Nola datang ke kafe bukan untuk membantu para karyawan, melainkan ingin mengerjakan tugas. Ditemani alunan musik relaksasi dan secangkir cokelat hangat, Nola mulai meregangkan jari jemari agar lebih leluasa menuliskan jawaban.

Sengaja datang ketika pengunjung sudah ramai, agar Kavi tidak bisa melihatnya yang sibuk bergelut dengan tugas. Terlebih lagi, tugas itu darinya!

Di pojok, Nola menyendiri. Bahkan terasa seperti di dimensi yang lain. Rentetan jawaban esai membuat otaknya hampir mendidih.

Untung saja Tory dan Moira datang. Kehadiran mereka bagaikan peri penyelamat. Nola menyambutnya dengan wajah berseri sekaligus menyebut syukur berulang-ulang kali.

"Aku gak mau bantu loh. Aku mau makan," tolak Moira lebih dulu.

Dan jelas saja Moira memanggil salah satu pramusaji, memesan menu andalan. Lalu duduk bersandar dengan tangan bersedekap, memandang Nola yang masih saja sibuk bergulat dengan tugas.

Sementara Tory yang tadi sempat ingin membantu, tetapi urung, malah asyik memilih-milih menu di buku menu. Perbedaan mata kuliah, membuat laki-laki itu kebingungan setengah mati ketika baru membaca soal-soalnya.

Tidak lama, pesanan datang. Tory dan Moira menikmati makanan yang terhidang. Dim sum, pempek, mi goreng sambal matah, chicken steak, beef steak, kentang goreng, jus apel, dan es jeruk sukses memenuhi meja segi empat yang di tengahnya terdapat vas bunga. Nola mengalah, memangku laptop dengan fokus yang tidak teralihkan.

Tory dan Moira terus makan, sementara Nola terus mengerjakan tugas. Sesekali gadis itu mengacak rambut frustrasi. Dan rupanya hal itu diperhatikan Moira.

Siapa sangka, Moira cepat-cepat menuntaskan urusan perut untuk kemudian duduk di samping Nola.

"Yang mana yang belum?" tanya perempuan yang malam ini menggunakan jin panjang sobek di bagian lutut.

Nola menoleh seraya menurunkan kedua kaki dari kursi, laptop masih berada di pangkuan. Moira yang tidak tahan melihat tatapan bercahaya dari Nola, memilih untuk langsung mengoreksi jawaban-jawaban di kertas.

Dibantu kakak tingkat yang IPK-nya masih berada di bawah dari milik Nola, tidak menjadikan Nola menolak bala bantuan. Justru dengan senang hati mengerjakan tugas bersama. Dan ternyata menjadi momen bagi mereka tukar pikiran mengenai materi-materi perkuliahan.

Tidak terasa, kafe sudah di penghujung jam tutup. Tersisa mereka bertiga yang belum jua beranjak dari kursi. Dua menu tambahan yang menyusul pun sudah tidak bersisa. Dengan permisi, pramusaji mengambil piring dan gelas-gelas kosong, biar bagaimanapun mereka juga sudah lelah dan ingin segera melepasnya dengan beristirahat di rumah.

"Ah! Akhirnya!" sorak Nola yang berhasil menyelesaikan tugas esai yang serupa gunung Semeru tingginya.

Tidak lupa melakukan tos high five bersama Moira yang juga semringah, karena telah berhasil menggali ingatan akan tugas yang pernah dikerjakannya setahun yang lalu.

Rupanya, teriakkan gadis itu di dengar Kavi yang tengah bersiap pulang. Ia segera keluar dari ruang loker, menyambangi meja mereka.

Derap langkah Kavi membuat Moira segera berdiri, menyenggol keras bahu Tory agar segera menyusulnya berdiri. Dengan terheran-heran karena sedang asyik dalam permainan gim online, Tory ikut berdiri. Hanya saja, seluruh perhatian laki-laki itu tidak sedang di dunia nyata.

Sementara Nola buru-buru membereskan buku dan laptop ke dalam ransel. Hendak menyusul Moira yang segera pamit dan sudah melenggang ke pintu keluar bersama Tory yang masih saja bermain gim. Sesekali Nola menoleh, terlihat Moira menarik-narik laki-laki yang sebenarnya tidak bisa diganggu ketika bermain gim itu.

"Tugasnya sudah selesai?" tanya Kavi.

Nola membeku seketika. Namun, kepala mengangguk tanpa sadar. Kavi pun meminta lembar kertas jawaban yang sudah bersemayam dalam ransel.

"Biar saya cek di sini. Mau malam ini atau besok, hasilnya sama saja," ucap dosen itu kemudian.

Ia meletakkan kunci mobil ke atas meja, lalu duduk dengan kaki kiri menopang kaki kanan, tangannya tetap terulur menantikan kertas itu. Nola menggeleng kuat. Menolak dengan alasan sudah mengantuk berat. Bahkan berpura-pura hendak terjatuh, karena saking mengantuknya. Terselip sebuah kekhawatiran di hati Kavi. Ia mengurungkan niatnya dan segera mengantar Nola pulang.



Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang