Bab 71

63 3 0
                                    

Nola dan Tory dipersilakan menempati kursi tamu VVIP. Meski merasa canggung dengan tamu lain pada awalnya, tetapi keduanya teringat siapa papa Moira. Duduk dengan santai, melihat kemewahan kelulusan kampus Garuda Nusantara.

Seharusnya tahun ini aku wisuda.

Hampir saja air mata di sudut terjatuh, jika tidak mengingat ada semangat yang masih berkobar. Semangat yang harus terus dipelihara.

Tepat sebelum zuhur, rangkaian acara telah selesai. Moira lulus dengan IPK tiga koma lima. Ia mengucap terima kasih berjuta-juta kali kepada Nola. Karena di semester empat, Nola lah yang banyak membantu tugas-tugasnya. Lebih tepatnya dipaksa mengerjakan. Meski hanya melalui kaki tangannya saat itu, tugas-tugas Moira tetap terselamatkan.

Perempuan itu memang memiliki banyak mata dan telinga saat masa keemasannya. Siapa saja yang mudah diperdaya, tidak peduli adik atau kakak tingkat, pastilah sudah mendapat santapan Moira.

Perkelahian antar dirinya dan Nola ternyata mendatangkan hikmah. Semangat Nola dalam belajar dan berjuang, ikut menulari. Nola menitikkan air mata, mengingat rasa benci yang pernah dilemparkannya ke Moira. Kini benci itu telah menguap. Ia mulai menyayangi sahabat barunya.

Atas izin papa, kafe 0A dibuka mulai sore sampai tengah malam. Namun, hanya untuk Nola, Tory, Moira, papa, Kavi, bunda, papa Moira, dan karyawan kafe. Semua merupakan permintaan Moira yang ingin mengadakan acara kelulusan secara privat.

Perempuan itu berencana akan mengeluarkan biaya sebagai ganti tutupnya kafe untuk para pelanggan di malam ini. Namun, papa dan Nola menolak. Ayah dan anak itu sepakat mengatakan dengan ditutupnya kafe 0A selama satu malam untuk pengunjung, maka anggap saja itu hadiah kelulusan untuk Moira.

Karena Kavi belum datang, maka Moira dengan senang hati akan menggantikannya. Sekaligus unjuk gigi kehebatannya memasak di dapur. Semua dibuat kagum. Mahasiswi lulusan Manajemen Kuliner itu boleh diakui. Rasa makanannya pun sungguh enak. Membuat semua ketagihan dibuatnya.

Aneka makanan pembuka sampai penutup, semua adalah ide dan resep kreasi Moira. Kecuali salad buah yang buatan Nola. Banyaknya yang membantu, membuat semua masakan selesai dalam waktu singkat.

Terhidang di atas meja yang sudah didekor dadakan oleh Tory dan papa. Di salah satu dinding kafe diberi sentuhan dekorasi. Berupa kumpulan balon berwarna emas yang membentuk kata happy graduation Moira. Sedang balon merah emas menghiasi kedua sudut kalimat tersebut.

Ketika Moira keluar membawakan makanan pembuka, ia melihat kafe yang sudah didekor. Meski sederhana, perempuan itu menangis haru. Saat itu juga Tory dan beberapa karyawan meletuskan party popper. Ucapan terima kasih terus mengalir dari bibir Moira.

Usai puas berswafoto, mereka menikmati sajian pembuka. Bertepatan dengan kehadiran bunda dan pak Thomas yang berbarengan. Langsung bergabung di meja yang tersusun dari dua belas meja. Semua duduk di sana, mengobrolkan hal-hal bahagia sambil memecahkan tawa.

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kafe. Nola berinisiatif untuk membukanya. Alangkah terkejutnya melihat Kavi membawa buket bunga berukuran besar. Kavi pun terkesima dengan penampilan Nola yang belum menghapus riasan.

"Ini, buat -"

"Makasih," potong Nola cepat seraya mengambil buket tersebut.

Pipi gadis itu semakin merah, jantungnya juga berdebar kencang. Sampai-sampai tangannya bergetar memegang buket.

"Moira," ucap Kavi pelan menyelesaikan kalimatnya.

"Oh. Oh. Iya, kata Moira makasih. Aku, aku, bawain, ya bunganya." Cepat-cepat memalingkan wajah yang pias.

Melangkah anggun, memamerkan buket bunga dengan suara yang sengaja dikeraskan. Semua yang sedang berada di meja makan langsung menyorot Nola. Sedang Moira yang namanya disebut, berdiri menyambangi.

Mengambil buket dan berjalan mendekati Kavi yang berada tak jauh di belakang Nola. Melihat keduanya perlu ruang, Nola segera kembali duduk. Menandaskan segelas air putih. Berharap bisa melarutkan rasa malu.

Berusaha membaur dalam obrolan sambil menormalkan kembali detak jantung. Sejak Moira duduk berdua dengan Kavi di meja yang agak jauh dari semuanya, Nola diam-diam mencuri pandang ke arah keduanya. Ada perasaan tak jelas dalam hati.

Di meja itu, hanya Tory yang paham. Yang tadinya duduk berseberangan, laki-laki itu pindah ke sisi Nola.


Meledek dalam bisikkannya. Nola menggerutu dengan bibir mengerucut, tidak terima dengan ledekkan Tory meskipun benar adanya.

Sebelum larut malam, para orang tua pamit pulang. Papa diantar pak Thomas, sedang bunda mengendarai mobil sendiri. Di ambang pintu, Moira menyerahkan kartu ATM kepada papanya. Rupanya kartu itu milik papanya, yang mana saldo di dalamnya merupakan hadiah kelulusan.

Pak Thomas menerima setelah menanyakan keyakinan Moira menyerahkan kartu tersebut.

"Yakin, Pa. Om Nugi dan Moira menghadiahkan kafe ini buat aku selama satu malam."

Setelah para orang tua pulang, mereka melanjutkan pesta. Karena Kavi sudah datang, maka ia yang memasak kali ini. Buket bunga masih tergeletak di atas meja, Nola mempercepat langkah dan pura-pura tidak melihat.

"Kavi ucapin selamat," bisik Moira.

Nola yang sedang membereskan piring kotor di atas meja, lantas menoleh. Dahinya mengernyit. Namun, kembali menumpuk piring kotor. Rencananya, setelah ini mereka akan pesta BBQ di teras kafe.

"Kavi, ucapin selamat. Kamu inget kan waktu kita di rumah sakit? Kami debat panjang lebar. Aku merasa dirugikan karena ditinggalkan gitu aja. Kebayang kan, ditinggalin pas lagi sayang-sayangnya tuh gimana? Waktu itu dia udah bilang kalau hubungan kita sudah selesai. Tapi aku gak terima. Pokoknya gak terima, masa digantung lama-lama, ujung-ujungnya diputusin? Cuma, semakin ke sini, aku mikir kalau perasaan seseorang itu gak bisa dipaksain sesuai maunya kita. Nah, tadi pas ucapin selamat kelulusan, Kavi mau kita balikan," papar Moira berbisik sambil membantu Nola membereskan meja.

"Jadi, kalian?"

Tiba-tiba Kavi berlari ke arah mereka. Tangan kanan memegang spatula, sedang tangan kiri memegang gawai. Wajahnya tampak panik. Mengundang pertanyaan untuk Nola maupun Moira yang sempat bertukar tatap.

Mulut Kavi menganga seperti hendak memberitahu sesuatu, tetapi akhirnya tanpa berkata-kata, ia langsung menarik Nola. Meninggalkan spatula ke atas meja. Berlari menuju tempat parkir dan langsung melaju.

Nola yang trauma di bawa ngebut, hanya berani memejamkan mata seraya berpegangan pada seat belt. Lelah bertanya, gadis itu mengatup mulut rapat-rapat. Pikiran Nola akan suatu dugaan dikalahkan dengan kecepatan mobil.

Tidak berselang lama, Kavi memburu untuk lekas turun. Rupanya mereka sudah tiba. Menyadari sedang berada di rumah sakit umum, tubuh Nola melemah seketika. Kakinya tidak merasa sedang memijak. Air mata mulai menumpuk, menghalangi pandangan.

Apalagi ketika mendengar sebuah kata sabar dari Kavi, air mata sukses mengalir di wajah yang belum sempat dihapus riasannya. Tangisannya meledak di sepanjang koridor rumah sakit.

"Pak Thomas nelepon Moira, tapi enggak diangkat. Jadi, beliau telepon saya. Bilang kalau -"





Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang