Nola tersedak air minum. Tory membantu dengan menepuk-nepuk punggung sahabatnya itu hingga batuk berhenti.
"Banyak banget?" tanya Nola dengan resah.
"Pertanyaanku sih bukan itu. Tapi kenapa ke rumahku?" tanya Tory balik.
Mereka berdua saling pandang, kemudian terdiam memikirkan jawaban yang sepertinya susah untuk ditemukan.
Kepala Nola mulai berdenyut. Ia meminta Tory untuk segera mengantarkan pulang. Tanpa bertanya, Tory berdiri mengulurkan tangan yang langsung diraih Nola. Berjalan menuju basemen dengan dirangkul. Ketika memasangkan helm seperti biasa, tatap mereka bertemu. Perasaan teduh dan damai langsung merasuk ke hati.
Aspal jalanan seakan mampu merayu bibir untuk meninggalkan jejak kalimat, tidak peduli suara yang tersapu angin. Yang jelas dengan curahan kata demi kata, hati menjadi sedikit berkurang bebannya.
Nola menikmati setiap untaian kata yang terjatuh dari bibirnya. Kisah sedih atau senang, tetap dibaginya kepada Tory. Tidak ada bedanya, bila sedih akan menangis, bila sangat senang pun ia kerap mengeluarkan air mata.
Sebagai sahabat, Tory justru senang apabila Nola masih lancar mengutarakan kejadian demi kejadian yang dialami. Sebab ia pernah mendapati Nola yang hanya berdiam diri selepas kepergian mamanya. Bahkan ketika ditanya pun, bibirnya mengatup rapat. Dan itu lebih menyeramkan daripada setiap kisah yang dibawakan.
Setibanya di rumah, Nola langsung merebahkan diri di kasur. Sayangnya denyutan di kepala tidak mau pergi. Hingga harus menenggak obat pereda nyeri yang tersedia di kotak P3K.
"Kamu sakit?" tanya papa yang sedang mengambil sepotong apel dari kulkas.
"Sakit kepala," jawab Nola singkat.
"Maafin Papa, ya. Karena Papa sakit, kamu jadi harus urus kafe. Malam ini kafe tutup saja, kamu istirahat," kata papa yang langsung mendapat persetujuan Nola.
Gadis itu urung untuk ke kamar. Ia menarik satu kursi di meja makan. Dengan memilin ujung baju kaos oblongnya, Nola mencoba mengatakan pada papa tentang niatnya sejak lama; ingin berhenti kuliah.
Papa menarik satu kursi ke hadapan, menggenggam kedua tangan Nola hingga terlepas dari ujung baju. Matanya menyorot mata Nola, tetapi terasa seperti sedang memandang almarhum istrinya.
Sekali lagi papa menolak keinginan Nola. Ia kembali memberi nasihat seperti yang sudah-sudah. Dan Nola juga susah untuk menolak keinginan hati.
Merawat papa lebih dari cukup, dari hanya sekadar kuliah.
***
Bersama ojek online, Nola berangkat ke kampus. Langit kelabu dengan awan yang berarak, membuatnya memburu kang ojek untuk menancap gas. Bukan membenci hujan, hanya saja terlalu repot rasanya jika harus berurusan dengan hujan.
Tepat saat Nola membayar dua puluh lima ribu, rintik hujan langsung terjun bersamaan tanpa jeda, tanpa ampun. Melalui basemen, Nola berlari menuju gedung utama. Menaiki lift menuju lantai empat. Perpustakaan jurusan Manajemen Kuliner adalah tujuannya.
Nola memasuki ruangan sambil menghambur arah pandang. Mencari sosok yang memintanya sepagi ini untuk ke kampus. Karena tidak menemukan, Nola memberanikan diri bertanya kepada petugas perpustakaan yang sedang menyesap teh hangat. Sayangnya ia adalah pengunjung pertama hari ini.
Dengan langkah pelan, Nola menuju salah satu meja di balik bilik terdekat dengan jendela. Membuka laptop dan mencari file word tugas semalam. Namun, otaknya tidak dapat berpikir untuk melanjutkan. Deretan rak novel yang berada di belakangnya seperti memanggil-memanggil. Semakin lama bisikkan itu terasa nyata, hingga akhirnya Nola pun berdiri hendak mengambil satu judul buku.
"Baca novel pagi-pagi sambil sarapan enak nih." Suara seseorang dari belakang mengurung niat.
Berbalik dan terkejut melihat Kavi yang sudah duduk di kursi tepat di samping kursinya. Mata Kavi sibuk memeriksa tugas yang terpampang di layar laptop abu-abu milik Nola.
Gadis itu dengan cepat merebut laptop, tercium aroma woody yang hangat ketika melewati sisi Kavi.
"Ikut saya," ucap Kavi yang langsung melangkah.
Membuat Nola terburu-buru memasukkan laptop ke dalam tas dan menyusul dengan langkah lebar. Hanya berdua di dalam lift, lagi-lagi aroma parfum merayu hidung untuk menghidunya lebih dalam.
Nola yang berada satu langkah di belakang Kavi, mencoba mengangkat ketiak untuk mencium aroma parfumnya sendiri. Sayangnya sesuai harga, aromanya hanya bertahan ketika berada di rumah.
Pintu lift terbuka, dengan pasrah Nola mengikuti jejak kaki Kavi dari belakang. Langkah yang membawa mereka ke kantin. Suasana pagi yang basah, membuat kantin sangat sepi.
"Kita sarapan dulu. Kamu belum sarapan, kan?" tanya Kavi begitu mereka menduduki salah satu kursi yang berada paling pojok.
Tanpa mengangguk, Nola yang sudah duduk itu kembali berdiri. Hendak memesan roti bakar dan susu cokelat. Namun, Kavi mencegahnya. Dosen itu melangkah memesankan sarapan Nola ke salah satu penjual yang agak jauh dari meja mereka.
Sekitar lima menit, Kavi datang dengan nampan yang berisi dua gelas susu cokelat hangat dan empat porsi roti selai cokelat. Nola mengernyit, ia belum mengatakan hendak sarapan apa.
Mereka makan dalam diam. Terutama Nola, ia mengunyah roti nyaris tanpa suara. Gigitannya pun lebih kecil daripada biasanya, hingga memakan waktu lebih lama hanya untuk menghabiskan dua tangkup roti.
Kavi asyik menjelajah tabletnya sambil mengunyah. Terlihat setangkup roti sudah habis dilahapnya. Tersisa satu porsi lagi yang masih utuh dalam tangannya yang juga sibuk menari di atas layar.
Perut yang terlalu kosong meronta meminta gigi mengunyah lebih cepat. Hingga tanpa sengaja Nola menggigit lidahnya sendiri. Menimbulkan air mata sebagai pengganti sebuah teriakkan.
Buru-buru menyesap susu hangat hingga habis setengah. Kavi melirik dengan wajah terpaku ke layar tablet.
"Haus," kata Nola cepat.
Mengundang senyum dosen muda itu.
Gawai Nola di atas meja bergetar, dibacanya dengan saksama chat yang dikirim kating. Ya, lagi-lagi tugas dadakan dari Kavi. Orang yang saat ini duduk di hadapannya. Diletakkannya kembali gawai itu ke atas meja. Karena masih banyak waktu, maka Nola memilih menghabiskan sarapan terlebih dahulu.
Sayangnya gadis itu lupa mematikan getaran gawai, mendadak meja ikut bergetar karena banyaknya chat yang masuk. Saat Nola hendak mengambil, gawai itu lebih dulu tertutup telapak tangan Kavi yang lebih besar dari tangan Nola.
Dengan cepat dosen itu mengambil dan membaca notifikasi yang silih berganti di layar. Nola jadi terdiam, tidak bisa berkutik.
Bahkan saat pukul sembilan tiba, setelah sarapan habis dan semua tugas telah rampung, ia mengiringi langkah Kavi menuju kelas sesuai permintaan. Benar saja, saat di kelas semua teman sekelas yang sudah siap sedia memprotes, mendadak membisu.
Tiba-tiba gawai dalam saku Kavi bergetar. Nola yang belum menempati tempat duduknya, dipanggil Kavi untuk mengangkat telepon.
Sesuai dugaan Kavi, Nola langsung berlari begitu saja. Namun, karena sudah bersiap, maka langkah Nola bisa dicegah.
"Sama saya saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]
Fiksi RemajaBlurb: Kata Tory, Nola, sahabatnya si paling "gak enakkan" itu memiliki "dosa" di kampus Garuda Nusantara. Benarkah itu? Apa sebenarnya yang Nola rasakan akan kehadiran "si dosa"? ========================= Dimulai: 1 September 2022 Tamat: 30 Novemb...