Setelah berdiskusi panjang lebar dengan Tory, akhirnya mereka sepakat untuk mendaftar dalam festival.
Tanpa sepengetahuan papa, Nola mengambil satu lapak dalam Festival Kuliner Pesut Etam. Ia tidak membayar sewa secara penuh, karena satu tenda akan dipakai berdua dengan teman Tory yang juga ikut meramaikan festival dengan aneka jajanan jaman bahari yang di re-make. Seperti telur gulung yang diberi saus mayones, pentol kuah mercon, es lilin, dan es wadai. Sedangkan Nola memilih menjual makanan kekinian hasil kreasi sendiri.
Beruntungnya teman Tory yang bernama Janet itu mau membayar penuh ke pihak penyelenggara. Lalu Nola akan mengganti separuhnya apabila sudah mendapat keuntungan dari festival. Begitu juga dengan Tory yang mau mengeluarkan sedikit tabungannya untuk menggenapi tabungan Nola yang digunakan sebagai modal.
Setelah dua hari disibukkan dengan persiapan, termasuk mengangkut beberapa peralatan dari kafe, malam ini mereka akan mulai berjualan. Sepulang kuliah, Nola dan Tory menuju rumah Janet. Membantu mengangkat segala perlengkapan ke dalam ojek mobil.
Setelah itu mereka menggunakan sepeda motor mengekor ojek mobil menuju gelanggang olahraga, tempat Festival Kuliner Pesut Etam berlangsung.
Puluhan tenda berukuran 3 x 3 sudah berjejer rapi mengelilingi halaman GOR. Letak lapak mereka sangat strategis, dekat dengan panggung yang akan diisi oleh band-band ibukota dan acara hiburan lainnya. Maka tidak heran jika harga yang harus dibayar jauh lebih mahal daripada yang lain.
Malam pembukaan tiba. Kilau lampu tampak seperti cahaya bintang yang ditemani gemuruh. Hampir tidak ada sela untuk bisa saling mendengar ucapan, kecuali harus dengan sengaja mendekatkan diri.
Usai sambutan dari Walikota dan beberapa pihak penyelenggara, Festival Kuliner Pesut Etam resmi dibuka. Nola mengawalinya dengan semangat mengolah satu per satu pesanan. Walaupun sebagian besar pembeli berasal dari anggota Tory. Mereka meramaikan lapak yang sengaja diberi tikar dan meja untuk lesehan itu.
Kepulan asap yang keluar dari mulut-mulut yang gemar mengabsen binatang itu menyaru dengan udara malam yang diam-diam mulai dirayapi dingin. Dentuman musik masih tidak mau kalah dengan perbincangan orang-orang. Semua seperti berlomba-lomba minta didengarkan.
"Nola, aku bayarnya besok, ya."
"La, kalau aku, catat bon aja. Nanti kalau udah dapat tansferan dari mamakku, kubayar sekaligus."
"La, aku juga, ya. Akhir festival kita totalan."
Nola mengangguk setelah selesai memberikan pesanan mereka. Meski ragu, ia tetap mengiyakan seraya tersenyum kecut. Mungkin kalau Janet dan Tory menyaksikan, mereka akan dengan cepat menuai protes. Sayangnya mereka berdua sedang berkeliling, jajan di lapak yang lain. Siapa yang tahan untuk tidak jajan ketika melihat aneka kudapan nikmat yang terhidang di banyak tenda, selain Nola?
Iya, gadis itu memilih untuk konsisten menjaga lapak. Bukan tidak ingin jajan, hanya saja ia harus fokus mengganti modal dan meraup untung.
"Oh, jadi buka lapak di sini?"
Nola berpaling ke arah suara setelah membuang napas kasar, matanya yang sejenak menutup, kembali terbuka juga memelotot, siapa lagi kalau bukan Kavi.
Muncul tiba-tiba kaya hantu!
"Di sini gak melayani gibah," ucap Nola ketus.
"Siapa yang mau gibah? Saya mau pesan kopi."
Sejurus kemudian, Kavi membaca dengan saksama papan menu yang ditempel di meja pesanan. Nola berdiri menunggu. Diam-diam mereka saling curi pandang.
Hampir lima menit, Kavi belum juga memutuskan. Padahal ia sudah bertanya satu per satu dari menu yang tertulis. Dan dengan sabar yang tertahan, Nola menjelaskannya.
"Yang menurut kamu paling enak aja, deh." Tanpa basa-basi lagi, Kavi langsung duduk bergabung dengan anggota Tory yang mana sebagian adalah mahasiswa kampus Ganas, Garuda Nusantara.
Nola mengepal kedua tangan, bibirnya mengerucut. Ingin sekali rasanya mencabik-cabik dosen itu!
Namun, setelah menarik dan mengembuskan napas berulang kali, ia mulai sedikit tenang. Dua sendok selai hazelnut coklat, dua sendok coklat bubuk, lima ratus mili susu full cream, didihkannya di atas panci. Setelah itu dituang ke dalam gelas yang sudah terisi es batu, dua sendok sirop vanila dan susu coklat.
Terakhir, memberi taburan remahan biskuit regal di atasnya. Segelas choco hazelnut pun siap dihidangkan.
Ketika hendak membawakan ke Kavi, satu per satu anggota Tory pamit pulang. Tidak sekadar pamit, mereka juga kompak menyerahkan sejumlah uang senilai minuman dan makanan yang dipesan.
Nola menerima rupiah demi rupiah dengan kening mengerut, tetapi dalam hati sangat bersyukur.
***
Malam ini malam terakhir festival. Tidak terasa sudah seminggu berlalu. Nola tidak mau melewatkan sehari tanpa menenggak vitamin dan berusaha menghindari kafein. Padahal yang dijualnya rata-rata berkafein.
Seminggu berturut-turut harus rela diterpa angin malam bukanlah hal yang biasa bagi Nola. Menjaga kesehatan telah mencuri perhatiannya belakangan. Ia harus kuat, tidak boleh sakit.
Dalam tenda yang sudah kosong, di atas motor Tory, Nola menghitung pendapatannya. Menyerahkan sesuai kesepakatan awal kepada Janet. Juga mengganti tabungan Tory. Tidak lupa dilebihkannya sedikit, walau jelas ditolak Tory dan Janet. Nola tetap bersikukuh hingga keduanya memasukkan ke dompet masing-masing.
Tersisa banyak lembaran uang di tangan Nola yang akan dihitungnya ketika sudah di rumah.
Semoga bisa menambah atau membayar penuh uang SKS. Amin.
Band penutup dari salah satu band ternama di Kota Tepian, sukses menutup acara dengan kemeriahan bak angin laut yang mendebur-debur. Nola benar-benar melepas penat serta bebannya yang selama ini menggelayut dalam hati. Menikmati setiap alunan musik menyusup ke jiwa. Tory amat senang bisa melihat senyum lepas dari sahabatnya itu. Hingga tanpa sadar, ia merangkul erat.
Perkakas yang sudah dikirim lebih dulu ke rumah Janet, membuat mereka dengan leluasa menonton sambil jejingkrakan.
Janet yang terbiasa mengikuti festival-festival itu meminjam workshop kayu jati belanda milik kakaknya untuk ditempati segala macam perkakas khusus festival. Jadi ojek mobil hanya mengantarkan ke rumah, di sana sudah ada kakaknya yang menyambut. Oh, Janet bukan adik kurang ajar. Namun, berkat endorse dari Janet juga, kakaknya bisa mendapat pesanan yang banyak. Semacam simbiosis mutualisme.
Begitu penampilan tuntas, Nola langsung meminta Tory untuk mengantarnya pulang. Langit yang tadi sempat bertabur bintang, mendadak kehilangan cahayanya. Entah salah siapa bintang jadi menjauh. Yang jelas awan hitam mulai mengolok-olok. Selama perjalanan, angin malam gagal merasuk tubuh keduanya, sebab jaket yang digunakan berhasil menangkal. Hanya rambut Nola yang sukses ditiup kencang hingga mekar ketika gadis itu membuka helm.
Masih dengan helm di tangan, Nola mematung menatap teras rumahnya. Terlihat papa asyik mengobrol dengan Kavi. Dua cangkir kopi terhidang di atas meja di antara mereka.
"Pa?"
Kini, bukan hanya Nola yang mematung. Papa dan Kavi juga ikut mematung. Sorot mata Kavi dan Nola bertemu dalam diam.
Apa-apaan ini!
Apakah ini alasan Kavi meliburkan tugas selama seminggu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]
Teen FictionBlurb: Kata Tory, Nola, sahabatnya si paling "gak enakkan" itu memiliki "dosa" di kampus Garuda Nusantara. Benarkah itu? Apa sebenarnya yang Nola rasakan akan kehadiran "si dosa"? ========================= Dimulai: 1 September 2022 Tamat: 30 Novemb...