Para petugas pemadam mulai membereskan selang. Keberhasilan mereka mengalahkan lidah api, mencetak senyum disela-sela peluh yang membasahi tubuh. Sesekali terselip canda di antara lelah yang menyerang, tetapi tidak sedikit pun terdengar keluhan.
Justru satu per satu dari mereka menularkan semangat kepada Nola. Walau hanya sebatas kata sabar, tetapi perhatian yang ditunjukkan berhasil meredam tangisan gadis itu.
Para pemadam itu dengan riang kembali ke sarang bersama tiga buah truk merah yang tidak lagi meneriakkan sirenenya. Berikut para relawan damkar yang mengekor. Mereka berjalan beriringan dengan santai. Tidak lagi menyalip banyak kendaraan, tidak lagi meminta para pengguna jalan mengalah untuk membiarkan truk merah berbadan besar itu melaju kencang.
Sementara polisi memasang garis kuning di pintu ruko yang sudah menjadi abu. Perlahan-lahan kerumunan mulai pergi. Berikut dengan para pedagang dan tenda-tenda segitiga dari sponsor yang terpasang di sepanjang deretan ruko. Bagaikan tidak berjejak, di depan deretan ruko kembali kosong melompong.
Tidak ada yang tersisa kecuali Nola dan Tory. Polisi pun sudah kembali ke markas setelah meminta Nola menyusul untuk memberikan keterangan besok.
Mereka segera bangkit, berjalan mendekati ruko kafe. Air mata Nola jatuh membasahi abu yang berserakan di teras. Dadanya yang tidak berhenti bergemuruh, kian kencang memompa darah. Tidak sanggup berdiri, Nola hanya berjongkok meratapi nasib kafenya.
"Kafe papa, Tor," kata Nola disela isak tangis.
Menyembunyikan wajah di antara paha. Air mata membasahi celana tidur. Tory ikut berjongkok, berusaha menenangkan dengan mengusap punggung Nola.
Setelah di rasa kuat, Nola mencoba untuk berdiri. Menyeret langkah untuk melewati garis kuning. Desakan asap masih terasa dan sedikit membuat batuk serta pedih di mata. Kibasan tangan tidak berhenti mengusir asap menjauh dari permukaan wajah.
Semua aset telah menjadi abu, tidak ada yang bisa diselamatkan. Bahkan mata pun tidak bisa menangkap bentuk meja dan kursi, kecuali kulkas yang hangus.
"Pulang yok, La. Banyak asap. Papa juga pasti khawatir," ajak Tory dengan hati-hati.
Nola yang juga merasakan napas kian sesak, segera menyetujui. Lewat bawah garis kuning, mereka keluar dan berjalan menuju motor. Sesekali dengan derai air mata sesenggukan, Nola menoleh. Berharap semua ini hanya mimpi.
***
Untuk mengusir rasa sedih, meski bukan milik sendiri, Tory mentraktir Nola ke mall. Berharap dengan keramaian sekitar, bisa membuat hati menekan kesedihan dengan ramainya suasana.
"Kamu boleh jajan apa aja. Aku yang bayar," seru Tory berlagak sombong.
Dengan raut datar, Nola hanya menepis sahabatnya itu untuk tidak menghalangi langkah. Lalu berjalan terus tanpa tujuan sama sekali. Tory terbirit-birit menyeimbangkan langkah Nola yang cepat.
"Mau movie maraton? Mau jajan di The Body Shop? Mau jajan di Gramedia? Mau jajan di Hypermart? Mau jajan di Matahari? Mau main di Amazone? Mau makan di Pepper Lunch, Ta Wan, Pizza, KFC, Solaria? X.O Suki, Ichiban, Le'ko, Starbucks?" Habis sudah semua yang disebutkan hanya mendapat penolakan dari Nola.
"Jadi mau apa, La?" dengan memegang kedua lutut, Tory setengah berteriak bertanya kepada Nola yang sudah berjalan jauh di depan.
Pantang menyerah, Tory terus berusaha. Menyusul langkah Nola dengan setengah berlari. Kali ini ia hanya diam seribu bahasa. Ketika menaiki eskalator, Nola menggandeng dan menyandarkan kepala ke bahu Tory.
Laki-laki itu hanya mengikuti langkah Nola. Tanpa tujuan, berjalan mengelilingi mall, turun naik eskalator. Kesedihan tidak pernah membiarkan nafsu naik ke permukaan, termasuk nafsu belanja yang jarang sekali bisa dikalahkan seorang perempuan.
Langkah kaki itu terus membawa menuruni eskalator dan tiba di parkiran motor. Nola meminta untuk kembali saja ke kampus. Kalimat yang lirih itu segera diiyakan Tory, meski perutnya sudah keroncongan sejak tadi.
Dari spion, Tory bisa melihat mata sembab Nola. Wajah yang tidak dirias sama sekali itu tampak pucat. Berkali-kali Tory menawari makan, berkali-kali juga Nola menggeleng.
Setibanya di kampus, setengah memaksa, Tory membawa Nola ke kantin. Memesankan es susu cokelat dan sepiring nasi goreng daging.
"Makan, La. Nanti kamu sakit," ucap Tory disela-sela mengunyah nasi goreng.
Melihat Nola yang tak jua menyuap nasi goreng, Tory menyendok nasi goreng milik Nola lalu menyodorkan ke mulut sahabatnya. Dengan sedikit permohonan, akhirnya gadis itu mau menerima suapan.
Tory pun segera menyematkan sendok ke jemari Nola. Dan gadis itu menyuap dengan pelan, sangat pelan. Tidak mengapa pikir Tory, yang penting ada sesuap atau dua suap nasi yang bisa mengisi perut.
Bahkan saat Tory tengah menikmati roti kasur Panglima, sebagai menu kedua, Nola baru menyeruput sedikit es susu cokelatnya. Dan menyudahi dengan mendorong piring bersamaan gelas menjauh dari hadapan.
Segera laki-laki itu menepis ketakutan, menggantikan dengan keyakinan bahwa Nola adalah gadis kuat yang tidak akan jatuh sakit diterpa kesedihan. Sulit memang untuk meyakini hal yang mustahil, tetapi apa boleh buat. Nola pasti tahu yang terbaik untuk dirinya sendiri.
Selesai menandaskan es jeruk di gelas kedua, Tory mengajak Nola untuk santai di bangku taman sebelum jam mata kuliah ketiga dimulai. Dengan bergandeng tangan, mereka keluar kantin dan berjalan lurus di atas hamparan rumput. Bangku kosong menjadi sasaran.
Cericip burung menghiasi pendengaran selain sapaan lembut dari angin. Alih-alih merasa tenang, Nola kembali menangis. Tory tidak bisa berbuat banyak. Meminta seseorang untuk berhenti menangis sama saja dengan menyiksa orang itu.
"Nola, aku turut prihatin." Moira tiba-tiba berdiri di hadapan.
Nola yang tengah menyembunyikan tangis di balik pundak Tory, langsung mengangkat wajah. Berdiri dan menampar Moira, hingga rambut perempuan itu melayang menutupi hampir sebagian wajah.
"Nola!" Tory ikut berdiri.
Keterkejutan memaksa Tory untuk menarik Nola mundur. Moira yang masih berdiri sambil memegang pipi kiri, menatap tak percaya.
"Apa-apaan kamu!" sentak Tory lagi.
Ia masih memegang bahu Nola agar tidak maju melanjutkan tamparan. Cengkeraman semakin kuat, sebab gadis itu berusaha sekuat tenaga untuk terlepas. Sebelumnya Tory tidak pernah melihat Nola semarah ini.
Dengan berderai air mata Nola berkata bahwa Tory tengah membela Moira. Ia meloloskan banyak kalimat yang tidak bisa dimengerti Tory, apalagi Moira.
Tidak kalah sengit, Tory membela diri. Bahkan tanpa sengaja membentak Nola ketika gadis itu menuduh Moira sebagai penyebab kebakaran kafe.
"Jangan asal nuduh, La. Kita gak punya bukti!" Teriakkan Tory mengiringi langkah Nola yang pergi menjauh.
"Bela aja terus dia, Tor!" Sahutan Nola tidak kalah nyaring.
Merasa tidak nyaman dengan perbuatan sahabatnya, Tory mempersilakan Moira untuk duduk. Sambil memegang pipi, Moira mengaku bahwa semalam dirinya hadir di tengah-tengah musibah. Namun, kedatangannya karena ia mencari sekaligus mendesak seseorang sebagai penyebab kebakaran untuk mendatangi Nola.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]
Teen FictionBlurb: Kata Tory, Nola, sahabatnya si paling "gak enakkan" itu memiliki "dosa" di kampus Garuda Nusantara. Benarkah itu? Apa sebenarnya yang Nola rasakan akan kehadiran "si dosa"? ========================= Dimulai: 1 September 2022 Tamat: 30 Novemb...