Bab 62

67 4 0
                                    

Pagi ini Nola memilih rok merah muda di atas lutut untuk dipadukan dengan kaos lengan panjang bergaris horizontal kecil-kecil berwarna senada. Duduk di kursi sambil memandangi teras. Kenangan akan permainan-permainan ketika kecil, mencuat begitu saja. Melukis senyum di bibir yang tipis.

Bosan menunggu, gadis itu menyapu teras yang kebetulan di sapu. Lagu Andmesh, cinta luar biasa dipilih sebagai pengiring gerakannya menyapu. Sesekali, tongkat sapu dijadikan sebagai mik.

Papa keluar dengan secangkir kopi dan laptop. Duduk di kursi teras, menikmati pagi yang indah. Nola buru-buru menyembunyikan suara emasnya. Melihat papa, ia menjadi tidak tega jika harus menegur papa perkara kopi lagi. Kenikmatan pagi yang dinikmati setiap individu itu berbeda. Bila itu kebahagiaannya, maka biarlah.

Selesai menyapu seluruh debu, Nola duduk di samping papa. Tidak ada kalimat yang hendak terlontar. Rasa senang memang selalu bisa membuat seseorang melupakan hal-hal terkecil. Pikiran Nola lebih dulu tiba di mall. Bahkan keseruannya pun sudah bisa dibayangkan.

Sementara papa hanya menyinggung tentang Moira. Kebaikan perempuan itu menyita perhatian papa. Dan Nola mengatakan jika kini dirinya sudah bisa menerima kehadiran Moira, sebagai teman. Papa pun cukup senang mendengarnya.

Hanya saja Nola memilih mengubur ingatan tentang perseteruan yang pernah terjadi di antara mereka.


Tidak lama, suara klakson mengejutkan anak dan ayah itu. Disusul suara mengunci pintu mobil ketika Moira berdiri di depan pagar. Senyum lebarnya disambut antusias oleh Nola.

Papa mengantar Nola sampai ke depan pagar. Keduanya mencium punggung tangan papa sebelum masuk ke mobil.

Aroma kopi menguar begitu Nola duduk dalam mobil. Ia juga disambut penyiar radio yang bersuara terang nan renyah, menyiarkan deret lagu ter-hits. Membuat keduanya bernyanyi mengikuti urutan tangga lagu yang disiarkan secara acak.

Dengan hot pants jin, baju kaos merah muda dan jaket semi blazer berwarna senada, Moira tampak lebih cerah dan muda dari biasanya. Riasannya juga jauh lebih ringan, membuat wajah yang biasanya sangar, terlihat begitu segar untuk dipandang.

Mereka bernyanyi layaknya seseorang yang bersuara emas. Lengkap dengan gaya-gaya yang membuat mereka sendiri geli dan meninggalkan jejak tawa. Memenuhi seisi mobil yang hanya muat empat orang itu.

Tiba di sebuah lagu milik Maudy Ayunda, Kamu dan Kenangan. Nola masih asyik bernyanyi, menghayati dan sesekali mencolek dagu Moira yang hanya bersenandung.

"Kami kenal di salah satu kafe. Sama-sama pelanggan tetap di sana. Entah kenapa aku jadi kucing kalau dekat dia, padahal aslinya singa. Sampai akhirnya teman-temanku nyuruh dekatin dia dengan seribu pesona, pas tahu dia orang yang dingin. Singkat cerita, kami pacaran. Saat itu dia belum jadi dosen. Setiap hari antarkan aku kuliah. Bangga dong jadi maba yang diantar pacar cakep, pakai mobil lagi. Terus, lama kelamaan aku tahu dia lulusan S2. Entah jurusan apa, yang jelas aku desak papa untuk bantu dia biar jadi dosen di kampus Ganas. Setiap hari, setiap hari gak bosan-bosannya aku mohon ke papa. Sampai akhirnya dia berhasil jadi dosen. Dosen prioritas kalau kata anak-anak," tutur Moira yang terselip tawa, lebih banyak duka.

Lagu Kamu dan Kenangan masih mengalun. Hanya saja kali ini Nola tidak ikut bernyanyi. Ia larut dalam kesedihan Moira.

"Kalau boleh tahu, kenapa kalian putus?"

"Kamu tahu, kalau aku mati sekarang, Kavi orang pertama yang kuhantui! Aku sendiri gak tahu jawabannya. Alasannya gak pernah diucapkan. Kalau memang aku kurang cantik, kurang perhatian, kurang modis, ya, seharusnya dia bisa ngomong kan, La? Biar enak aku berubah. Ini tuh gak ada alasan sama sekali. Tahu-tahu dia bilang kalau kita sudah selesai," jawab Moira menangis, tetapi memilih untuk menyimpan isakannya.

Meski ragu, Nola menyentuh bahu Moira perlahan. Meminta perempuan itu untuk bersabar. Dalam sekejap perempuan itu langsung menghapus air mata, bahkan mengatai kalau Kavi bukan laki-laki sejati. Karena telah lari dari masalah.

Seperti pelangi yang tiba-tiba muncul selepas hujan, Moira langsung menanyakan agenda pertama. Nola terkesiap, berusaha menjalankan pikiran yang belum menimbang rencana apa pun. Sebab pikirannya masih ingin menyelam di dasar kesedihan Moira.

Begitu tiba di mall, mencari parkir sampai ke lantai enam. Banyaknya mobil yang sudah tersusun, membuat Moira tidak habis pikir dengan warga Kota Tepian ketika akhir pekan tiba.

Selesai memarkir, Moira langsung memburu Nola yang masih sibuk menimbang-nimbang antara menonton atau jalan-jalan dulu. Dengan sedikit dorongan, akhirnya gadis itu turun dari mobil. Berjalan beriringan menuju toilet, padahal tidak sedang kebelet.

Toilet pria sangat sunyi dibanding toilet wanita. Tidak hanya suara flush dari dalam bilik toilet, suara-suara perempuan yang asyik bercerita pun ikut menyesaki. Mereka suka bertukar gosip, rahasia luar dalam, alat makeup, perintilan unik, dan pendapat mengenai apa saja. Dan toilet seolah sudah menjadi ruang rahasia untuk itu.

Nola dan Moira ikut menyumbang salah satunya. Mereka bertukar pendapat mengenai riasan di wajah masing-masing. Bahkan ketika Nola mengatakan jika lipcream oranye di bibir Moira itu lebih cocok jika diganti warna merah muda, ia juga dengan senang hati meminjamkan lipcream miliknya. Lalu tersenyum bersama-sama di depan cermin, saling memuji kecantikan.

Sekitar lima belas menit, mereka yang sudah puas dengan penampilan, melangkah bersama memenuhi rencana pertama; menonton. Di sepanjang langkah, sesekali Nola mengajak Moira untuk mampir ke toko baju, sandal, tas, kosmetik, pernak-pernik.

Namun, perempuan itu selalu membandingkan harga dengan yang ada di aplikasi market place yang biasa digunakannya. Nola hanya tertawa melihat tingkah Moira. Ia ikut membenarkan ketika Moira memperlihatkan harga untuk barang yang sama.

"Tapi kalau di market place kan ada ongkir-nya?" sela Nola.

"Makanya beli pas tanggal cantik. Biar dapat gratis ongkir," bela Moira yang ternyata memiliki rasa sabar yang luas jika menginginkan sesuatu.

Melanjutkan langkah menuju lantai paling atas, tempat bioskop berada. Perbedaan pendapat antara keduanya hampir menemui jalan buntu, jika keduanya tidak memutuskan untuk melakukan batu gunting kertas.

Ada empat film yang tersedia saat ini. Film berbagai genre itu adalah film-film dengan peringkat yang lumayan. Biar terlihat garang, ternyata Moira mengajak Nola untuk menonton film yang mengandung bawang atau film aksi. Sementara Nola tidak pernah menonton film genre itu selepas kepergian mama. Walau genre aksi, kadang pada bagian akhir tetap saja terselip kisah yang bisa mengundang air mata.

Nola sendiri memilih film genre bahasa langit. Moira yang otaknya terlalu malas untuk berpikir berat, jelas tidak terima. Ia tidak mau kalau sampai tertidur di dalam bioskop.

Akhirnya, ketika sampai tiga kali batu gunting kertas melayang, tidak ada satu pun yang mendapat poin. Dan sesuai kesepakatan mereka, jika tidak mendapat poin, maka film yang mereka tonton adalah genre horor. Genre yang keduanya tidak suka.



Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang