Bab 81

66 3 0
                                    

Perempuan itu adalah perempuan yang pernah ditemui Nola di depan rumah Kavi. Mereka bertemu tanpa sengaja, saat Nola mendatangi rumah Kavi pagi-pagi sekali. Si perempuan yang ternyata bernama Yara, saat itu berpakaian olahraga yang seksi.

Bertahun-tahun tidak bertemu, ternyata Nola berhasil melupakan Yara. Mengubur segudang rasa penasaran tentang siapa Yara. Dan terus mengingatkan diri sendiri bahwa Kavi hanyalah dosen aneh di kampus Garuda Nusantara.

"Nola?" Lambaian sekaligus teriakan dari seseorang di ambang pintu, membuat seisi kafe 0A menoleh.

Nola, Tory, dan Moira menghentikan perbincangan. Menatap perempuan yang sedang berlari ke arah mereka dengan girang.

Moira menyikut Nola tanpa menoleh, "Siapa?"

"Hai! Aku Yara, boleh gabung?" ucapnya sambil melambai-lambai dan tersenyum manis.

Perempuan cantik itu mengenakan atasan sabrina kerut dan celana jin panjang. Rambutnya yang hitam bergelombang, digerai. Mata Tory hampir tak berkedip, andai Moira tidak menjentikkan jari di hadapannya.

Belum ada yang menyetujui, Yara sudah mengambil duduk di hadapan Tory. Ia juga memanggil salah satu pramusaji, memesan aneka camilan dan minuman hanya karena merasa penasaran dengan nama menunya.

Yara yang dihadang tatapan dari tiga orang di hadapan, mendadak menjadi bingung. Memerhatikan baju, celana, bahkan bercermin melalui kamera gawai. Merasa tidak ada yang aneh, lantas ia mempertanyakan arti tatapan itu.

"Cantik," celetuk Tory.

Segera Yara mengucapkan terima kasih sembari merapikan rambut yang tidak berantakan. Kemudian menyambut uluran tangan Tory yang memperkenalkan diri. Namun, jabatan tangan itu terpaksa harus dipisahkan Nola dan Moira karena terlalu lama.

Karena tidak ada yang menyusul setelah Tory, maka Yara mengulurkan tangan kepada Moira. Sebuah perkenalan singkat karena Moira hanya menyebutkan nama tanpa mau menjawab pertanyaan Yara.

Beralih ke Nola. Sebelum gadis itu mengucapkan apa-apa, Yara lebih dulu menyebutkan nama Nola beserta kegiatannya. Seolah mereka sudah lama saling kenal.

Tidak hanya Nola yang bingung, Tory dan Moira yang sejak tadi menyimak penuturan Yara pun ikut kebingungan. Apalagi, mereka berdua belum tahu apa-apa tentang Yara.

"Ini pesanannya, Kak." Kedatangan pramusaji menjeda rasa penasaran masing-masing batin.

Dari tujuh menu yang dipesan Yara, pramusaji hanya membawakan empat menu termasuk satu jenis minuman. Merasa kurang, Yara segera melayangkan protes dengan sopan.

Mengetahuinya, Nola sebagai pemilik kafe segera meminta maaf kepada Yara. Berikut juga Moira, yang langsung menuju dapur.

Sebelum Moira melangkah lebih jauh, Nola berlari mendatanginya, "Hei, jangan merasa bersalah. Yara pengunjung terakhir, kafe sudah mau tutup juga. Gak apa-apa kok kamu istirahat sebentar."

Moira mengurai senyum, ia tetap menuju dapur mendatangi asistennya yang sudah bekerja sendiri selama setengah jam, selama dirinya duduk-duduk santai bersama Nola dan Tory.

Belum saja Moira mencapai dapur, sebuah teriakkan dari seseorang membuatnya kembali ke meja, "Moira, enggak usah dibuatin."

"Jangan bikin malu, Bi," bisik Kavi pada Yara.

Sayangnya bisikan itu terlalu keras hingga Nola, Tory, dan Moira yang baru saja kembali duduk ikut mendengarnya. Karena rasa penasaran tidak bisa diusir, Tory dan Moira serempak bertanya siapa Yara dan mengapa Kavi pun ikut mengenalnya?

Dengan bangga Yara memperkenalkan diri ulang, tetapi di akhir kalimat ia menambahkan adik kandung Kavi Karan, yang dipanggilnya dengan sebutan Bangka, kepanjangan dari Bang Kavi. Sedang Kavi yang masih berdiri itu memutar bola mata malas.

***

Setelah berjuang melawan kantuk yang mustahil untuk tidak mampir pada setiap malam, Nola akhirnya tiba pada hari di mana dirinya akan mempresentasikan hasil dari perdebatan yang bercampur kegugupan.

Sebagai dosen pembimbing, Kavi menginginkan yang terbaik untuk Nola sebagai mahasiswa bimbingannya. Dosen itu tidak memberikan waktu untuk istirahat barang sehari.

Tekanan yang diberikan sempat membuat Nola harus berhadapan dengan seorang psikolog, walau hanya melalui aplikasi. Tanpa seorang pun yang mengetahui, gadis itu diam-diam mencurahkan segenap beban dalam hati.

Meski tidak sepenuhnya berhasil mengusir rasa gundah, tetapi Nola mulai bisa merasakan dirinya kembali. Pelan-pelan merevisi bab satu, dua, dan tiga. Hingga berhasil mencetak dan menjilid menjadi proposal yang siap disajikan pada seminar proposal.

Memejamkan mata, mengucap basmalah, menghirup napas dalam-dalam, hingga aroma parfumnya dan Kavi bersatu dalam hidung. Melangkah di belakang dosen itu. Memasuki ruang sidang yang sudah diisi tiga orang penguji, seorang operator, dan lima orang mahasiswa yang merupakan adik tingkat.

Berdiri di sisi Kavi yang sedang memperkenalkan diri sebagai pembimbing, kemudian dosen itu memperkenalkan Nola dan mengizinkan dosen penguji untuk menguji sejauh mana pemahaman Nola akan judul skripsi yang diambil.

Setelah dosen itu duduk di deretan penguji, Nola mulai membuka presentasi. Membagikan jilidan proposal kepada semua, terkecuali Kavi. Gadis yang pagi ini memilih untuk menguncir rambutnya itu berusaha mengatur napas disela-sela pemaparan.

Rasa gerah menggerogoti tubuh Nola yang mengenakan kemeja putih dan rok hitam. Pendingin ruangan yang berada pada suhu enam belas derajat celsius mentul begitu saja di kulit berkeringat, bulir-bulir itu sangat tampak pada wajah Nola yang dirias makeup tipis-tipis.

Selama pemaparan, matanya tidak mau berpaling dari Kavi. Kalimat dari Kavi sebelum memasuki ruang sidang sungguh berhasil merasuk jauh ke dasar ingatan gadis itu; lihat saya, kalau kamu gugup.

Sebagai penutup, Nola melemparkan senyum manis kepada seluruh orang yang berada di ruangan. Setelah mencukupkan senyum, ia kembali bisa merasakan deru jantungnya sendiri. Bahkan kali ini terdengar jauh lebih keras dan menggebu.

Tidak ada yang bersuara dalam ruangan, meski Nola sudah mempersilakan bagi siapa pun untuk bertanya. Tiga dosen penguji terlihat membolak-balik proposal yang dicetak. Begitu juga dengan kelima adik tingkat.

Satu pertanyaan terlempar dari adik tingkat, disusul dengan pertanyaan kedua, ketiga, sampai seterusnya. Hingga tidak lagi membuat rasa gugup berkuasa.

Seolah semua jawaban sudah tercetak di luar kepala, Nola dengan mudah menjawabnya. Tidak ada keraguan apalagi ketidaktahuan. Semua pertanyaan terpecah menjadi sebuah diskusi yang membuat dosen penguji mengakui kecerdasan gadis itu.

Satu setengah jam berlalu. Tidak ada lagi kegugupan yang tersisa. Semua sudah habis dibabat selama menjawab pertanyaan. Gadis itu tampak jauh lebih tenang, mengobrol sedikit sebelum meninggalkan ruangan sidang bersama Kavi.

Sampai-sampai, saking leganya, Nola tidak merasa sudah menggandeng Kavi. Berjalan menyusuri koridor sambil menceritakan bagaimana perasaannya di dalam tadi.

Hingga satu deheman Yara dari arah belakang menyadarkan gadis itu. Memelotot tidak percaya pada lengannya sendiri yang sudah lancang merangkul dosen pembimbing. Meminta maaf secepat kilat. Memberi jarak dengan menjauh sebanyak dua langkah.

"Cie, udah gandeng-gandengan aja nih. Gak lama terbit foto gandeng, deh," kelakar Yara.

Ditangan adik kandung Kavi itu terdapat bungkusan donat dan empat gelas minuman dingin yang dibelinya dari salah satu kafe tersohor di negara ini.









Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang