Decitan itu tidak berujung pada sebuah hantaman seperti yang sudah berkelebat dalam benak Nola. Masih duduk di dalam mobil mengenakan seat belt, perlahan membuka mata. Melihat sekeliling, Kavi mematung dengan wajah pucat.
"Kucing, nyebrang," ucap dosen itu sepatah demi sepatah dengan tatapan lurus.
Seketika itu juga Nola langsung memukul-mukul Kavi sekenanya. Karena dosen itu buru-buru melindungi wajah dengan kedua lengan.
"Gila!" teriak Nola frustrasi sebelum membuka pintu mobil.
Memaksa kaki yang masih gemetar untuk melangkah. Tanpa dicari, kucing yang dimaksud Kavi sudah berada di seberang jalan menjilati tubuhnya. Nola mengarahkan kepalan tangannya kepada angin yang berembus pelan. Sayang, seribu makian hanya tertahan ketika melihat kucing kecil yang tampak seorang diri itu.
Tanpa mau masuk lagi, Nola meneruskan langkah ke arah rumah. Berjalan dengan cepat tidak peduli akan teriakan Kavi yang menyusul selang dua menit. Bahkan dosen itu berusaha mengejar.
Nola enggan berpaling. Ia tidak mau masuk mobil jika tujuan Kavi adalah mati. Ketakutan menyelimuti diri, kaki yang menapak kuat tiba-tiba bergetar. Terpaksa berhenti.
Gimana kalau malam ini nasibmu habis di tangan Kavi?
Bergidik dalam geming, sama sekali tidak menoleh ketika Kavi berusaha membujuk dengan sejuta rayuan maut. Perkataan maaf terlempar begitu saja.
"Nola, balik dulu sebentar. Ini tas kamu ketinggalan." Ucapan Kavi sontak membuat Nola berpaling dengan amarah yang berapi-api.
Berjalan cepat menuju mobil. Melewati Kavi dengan acuh, meninggalkan tatapan pun tidak. Ketika hendak mengambil ransel yang berada di bawah bangku, gadis itu didorong masuk.
Lalu Kavi yang lupa jika berat badannya lebih dari Nola itu, duduk di pangkuan. Sontak gadis itu mengerang, antara tidak tahan menahan beban dan malu.
Dengan cekatan tangan itu langsung menggeser satu panel tersembunyi: baby lock di sisi pintu. Setelah itu menutup pintu dan menguncinya. Lalu merangkak menuju bangku kemudi.
Tanpa babibu, Kavi langsung menginjak pedal gas kembali melesat mengantar Nola sampai rumah. Rupanya, ketakutan telah menina bobokan gadis itu. Dengan susah payah Kavi membangunkan. Namun, Nola benar-benar terlelap. Sepertinya pun sudah bermimpi.
Kavi tidak punya pilihan. Ia mencoba untuk menggendong. Sayangnya pintu rumah dalam keadaan terkunci. Dan ia terlalu takut untuk merogoh ransel Nola atau mengetuk pintu. Mengingat ini masih pukul empat subuh.
Gadis yang tidur dalam posisi duduk di bangku teras itu, kembali digendong menuju mobil. Direbahkan di bangku belakang. Sementara ia sendiri berbaring di kursi kemudi.
Sayup-sayup azan subuh merambat ke telinga. Nola mengucek mata sebelum menguap dan tersadar di mana ia sekarang. Dengan kelabakan memukul-mukul Kavi yang masih terlelap.
Saking terkejutnya, dengkul yang tadinya meringkuk, tidak sengaja menendang klakson. Menimbulkan bunyi yang panjang. Mengundang papa untuk keluar, mengecek apa yang terjadi di depan rumah.
Begitu melihat papa, Nola langsung keluar dari mobil. Berlari masuk ke rumah tanpa menghiraukan papa yang membawa segudang pertanyaan. Gadis itu menghempaskan tubuh ke atas kasur. Merutuk malam panjang yang menariknya ke suatu perasaan campur aduk yang susah dimengerti.
Intinya, aku benci Kavi!
Lagi-lagi bantal, guling, dan selimut menjadi sasaran untuk dilempar ke segala arah. Lalu terduduk di tepi ranjang, menekuk lutut. Perasaan yang gamang membuat air mata susah meloloskan diri. Begitu juga jeritan yang hanya hanyut di dasar hati.
Sementara di luar, Kavi duduk bersama papa dan segelas kopi. Menjelaskan secara runut kejadian semalam.
***
Tory dengan sengaja mendorong Nola masuk ke dalam lift. Di mana dalam lift tersebut ada Kavi tengah berdiri sendiri. Sejak kejadian dua hari yang lalu, di antara mereka tidak ada yang membuka suara. Papa sudah menyuruh Nola berulang kali agar menemui Kavi dan meminta maaf. Namun, gadis itu menutup telinga rapat-rapat. Bahkan, ia sengaja melewatkan satu malam tanpa pergi ke kafe, dan secara kebetulan selama dua hari tidak ada mata kuliah Kavi.
Maka dengan dorongan Tory tadi, akhirnya Nola terpaksa bersuara lebih dulu. Sebelum pintu lift terbuka, ia melontarkan permintaan maaf yang terdengar hanya sekelebat. Dalam hati, merutuk Tory mati-matian.
Pasti Tory disuruh papa! Hih! Awas aja!
Kavi yang berdiri di belakang tidak merespons. Matanya terpaku pada gawai. Nola memberanikan diri untuk melihat telinga dosen itu. Dan benar saja, ia tengah memakai ear phone.
Begitu pintu lift terbuka, mereka berjalan beriringan. Perasaan serba salah menggelayut di kaki, membuat langkah terhenti dan Kavi yang berjalan sambil menatap gawai itu, menubruk Nola.
"Maaf," ucapnya cepat.
"Aku yang minta maaf," ucap Nola tak kalah cepat.
Lalu sama-sama terdiam. Dan sebuah kata maaf kembali meluncur dari bibir Nola yang pagi ini dipoles lip tint berwarna oranye muda. Tanpa disangka, dosen itu malah meminta segelas kopi sebagai gantinya.
Mereka menggagalkan langkah ke kelas. Kembali masuk lift, menuju kantin. Segelas capuccino terhidang di meja bersama segelas cokelat hangat. Hanya duduk berhadapan tanpa suara. Sesekali Nola melirik dosen di depannya itu. Namun, langsung mengalihkan pandangan ketika tatapannya ketangkapan.
"Masalah yang mati mati itu, saya hanya bercanda," ucap Kavi setelah meneguk capuccinonya.
Nola yang sudah diberitahu papa, tidak punya alasan untuk tidak memaafkan. Lagi pula, dirinya lah biang kerok episode pertamanya.
Mengerjai Kavi di kafe memang bukan ide bagus, tetapi bukan juga hal buruk untuk dilakukan sebagai aksi balas dendam. Gadis itu menyimpan beban tugas terlalu dalam. Sehingga ketika ada kesempatan untuk membalas, tidak disia-siakan begitu saja.
"Aku keberatan kalau kamu ngulangin lagi, La." Tiba-tiba Tory datang dan langsung duduk di sisi Kavi.
Sedang Moira, duduk di sisi Nola. Ia hanya mesem-mesem, mengingat ide yang pernah disumbangnya, telah dipraktikkan sepanjang malam selama berbulan-bulan oleh Nola.
"Pokoknya, mulai hari ini sampai seterusnya, aku mau kalian damai. Kamu juga, jangan kasih tugas dadakan bin aneh-aneh lagi," lanjut Tory tak mau tahu.
Kavi mengernyit, membela diri, mengatakan jika tugas memang sudah sepantasnya dikerjakan mahasiswa. Mendengarnya, Nola jadi ikut berkilah, bahwa semua pekerjaan yang menyangkut kafe, sudah semestinya menjadi tanggung jawab karyawan.
Mereka jadi adu mulut di depan Tory dan Moira yang kesusahan untuk melerai. Hingga terpaksa Tory mengentak meja. Tidak hanya meja mereka yang mendadak sunyi, meja-meja lain pun ikut senyap.
Setelah beberapa detik, ketika suara-suara mulai berisik dari meja-meja lain, Tory mengulang perkataannya. Kali ini tanpa ada adu mulut karena laki-laki itu mengancam akan melaporkan kepada papa jika masih saja ada aksi balas membalas dendam.
Dengan bantuan Moira yang menarik tangan keduanya, Kavi dan Nola akhirnya berjabat tangan.
"Masalah balas membalas dendam sudah gak ada lagi mulai hari ini sampai seterusnya!" Tory memukul meja sebanyak tiga kali dengan sendok yang diambilnya dari pisin gelas Kavi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]
Teen FictionBlurb: Kata Tory, Nola, sahabatnya si paling "gak enakkan" itu memiliki "dosa" di kampus Garuda Nusantara. Benarkah itu? Apa sebenarnya yang Nola rasakan akan kehadiran "si dosa"? ========================= Dimulai: 1 September 2022 Tamat: 30 Novemb...