Cepat-cepat Nola menyembunyikan air mata ketika papa menyusulnya ke dapur. Ingin hati menanyakan, tetapi semua tertahan di lidah. Bibirnya bergetar seperti tidak sanggup lagi menahan ratusan kata yang harus diperjelas.
Tepukan halus di pundak menyadarkan Nola dari lamunan. Papa memberitahunya jika air dalam gelas tumpah. Buru-buru ia berhenti memencet tombol dispenser. Dan sibuk mencari lap agar tidak ada yang terpeleset.
Lima belas menit kemudian, setelah lantai kering dan selesai mencuci peralatan makan, mereka bertiga pulang.
Tory yang mengendarai motor sendiri sudah lebih dulu menghilang saat Nola masih mengenakan helm.
Di jalan, gadis itu meremas-remas jarinya. Obrolan papa yang mengendarai motor terdengar seperti angin, berlalu begitu saja. Otaknya sibuk memikirkan perkara piutang. Belum lagi tes praktik besok. Oh, dan satu lagi, Moira.
Setibanya di rumah, pikiran yang Nola harapkan bisa terbawa angin itu rupanya terikat erat di kepalanya.
"Hutang, praktik, Moira."
Sambil menikmati putaran tiga kata tersebut, ia membuka pagar hitam rumahnya agar motor bisa menempati tempat peristirahatannya di pekarangan.
"Nola, papa mau ngomong. Kamu belum mau istirahat kan?" tanya papa.
Nola yang baru saja menginjakkan kaki ke teras yang berkeramik marmer hitam, dengan cepat menggeleng. Ia pun memasukkan kunci dan memutarnya hingga pintu berdaun dua lengkung itu terbuka.
Duduk di sofa ruang keluarga dengan papa di sisinya. Sempat hening sebentar, sebelum akhirnya papa berbicara.
"Biar bagaimana pun, Kavi itu dosenmu."
"Kavi memang dosenku, Pa," ucap Nola bingung.
"Maksud Papa, kalian itu hanya sebatas mahasiswa dan dosen. Tidak lebih, sama seperti kamu dan Tory."
"Beda dong, Pa. Aku sama Tory itu sahabatan. Kalau sama Kavi kan, ya, memang mahasiswa dan dosen. Sudah lah, Pa. Nola tahu. Mikirin tugas aja pusing, apalagi mikirin pacar," ucap Nola seraya tersenyum. "Pa, uang gedung yang kemarin, Papa pinjam ke siapa?" lanjutnya yang nyaris berbisik.
"Kamu enggak usah khawatir. Biarkan itu jadi urusan Papa. Yang penting kamu kuliah yang bener. Dah, udah malem. Ayo istirahat, besok kamu ada tes praktik tuh," jawab laki-laki paruh baya yang rambutnya semakin memutih itu.
***
Setengah atau lima belas mahasiswa di kelas Nola berjalan menuju ruangan Praktik yang bersebelahan dengan ruang Main Kitchen. Gadis mungil yang pagi ini tampak lebih percaya diri dengan seragam lengkap, hat cook; topi agar tidak ada rambut yang jatuh ke makanan, double breasted jacket; baju, berwarna putih dengan tiga garis biru di sisi kirinya, trousers; celana panjang hitam, apron berwarna hitam yang menutupi pinggang hingga lutut, lengkap dengan side towl; handuk yang menggantung di sisi pinggang apron, dan sepatu khusus berwarna hitam tidak berhenti meyakini kalau ia akan lulus hanya dengan satu kali praktik.
Di dalam ruangan mereka dibagikan selembar kertas yang mana adalah sebuah menu yang harus mereka buat. Walau ini baru kali pertamanya bagi mahasiswa semester dua menjalani tes praktik, lagi-lagi Nola sangat yakin dibalik kertas di atas meja di hadapannya sekarang sebuah menu yang bertuliskan Beef Stroganoff.
Sesuai aba-aba Kavi, mahasiswa membalikkan kertas tersebut. Dan untungnya sesuai keyakinan Nola. Sebab Kavi memberikan kisi-kisi A'la Carte Restauran. Tebakan papa semalam tepat mengenai sasaran.
Tidak seperti temannya yang lain, bingung harus mengambil bahan apa dari market, Nola melangkah pasti mengambil keranjang dan memenuhinya dengan bahan yang persis sama seperti semalam.
Dari tiga puluh menit waktu yang diberikan Kavi, Nola bisa menyelesaikannya kurang lima menit sebelum waktu berakhir.
"Ini enak," kata Kavi begitu mencicipi semangkuk yang diserahkan Nola. "silakan ke luar, kalau bisa jangan dulu bertemu teman-temanmu," lanjutnya menarik pergelangan tangan Nola yang sudah sedia melangkah ke pintu keluar.
"Tapi, tas saya di kelas," sahut Nola pelan setelah berdehem untuk menemukan suaranya yang sempat serak, karena terlalu gugup.
"Biar saya yang ambil. Temui saya di kantin tiga puluh menit lagi."
"Kan -"
"Ya, waktu habis. Silakan letakkan mangkuk kalian, jangan lupa dituliskan nama lengkap dan NIM. Setelah itu kembali ke kelas," ujar Kavi sambil melangkah meninggalkan Nola.
Melihat teman-temannya yang sibuk memberi nama untuk makanan masing-masing, Nola bergegas keluar dan berlari menuju lift.
Mampir ke tingkat tiga terlebih dahulu, untuk mendatangi Tory. Sebab ia tidak membawa gawai untuk menghubungi.
Mencari Tory tidaklah susah. Sudah pasti anak itu selalu ada di bangku koridor bersama teman-temannya. Begitu melihat Nola, yang mengenakan pakaian lain daripada yang lain di lantai tiga ini, Tory langsung pamit pada teman-temannya. Setengah berlari menyambangi Nola.
"Kavi lagi?" tanyanya.
Nola mengangguk dengan mata kuyu. Membuat Tory lekas mengusap pucuk kepala dan menariknya ke dalam pelukan.
"Dah, sabar. Nanti aku bantu tugasnya," ucap Tory mengelus-elus rambut Nola yang diikat.
"Kavi bilang makananku enak," kata Nola pelan.
Tory melepas dengan kasar pelukannya, "Itu namanya kamu berhasil!"
Mata mereka berbinar bersama. Rasanya, sulit sekali menemukan sorot mata Nola secerah ini. Hingga mata itu sedikit berair. Air kebahagiaan bercampur bangga atas usahanya selama ini.
Dengan dirangkul, Nola berjalan di sisi Tory. Mereka menuju kantin.
Di kantin, meja dekat jendela menjadi pilihan. Seporsi bubur ayam dan mi godok, sudah mendarat di meja. Lengkap dengan dua gelas es jeruknya.
Nola menuangkan kisahnya dengan lancar sambil menikmati semangkuk mi godok yang disajikan bersama acar.
"Selamat siang, boleh saya bergabung?"
Nola dan Kavi sontak menoleh bersama ke arah suara. Benar dugaan Nola, Kavi!
"Ini tas kamu. Boleh dicek isinya di depan saya," ucapnya setelah yang berdua mengangguk bersama.
Kavi mengambil tempat di sisi Tory.
"Gak usah," kata Nola tersenyum ragu seraya mengambil tas yang diserahkan Kavi. Meletakkannya ke bangku yang berada disisi.
"Nola, apa pun yang kamu jadikan alasan untuk terlalu enggan bertemu saya di setiap mata kuliah saya. Walaupun baru dua kali, tapi tolong pertimbangkan. Kamu itu di jurusan Manajemen Kuliner dan saya mengampu mata kuliah yang paling krusial," tutur Kavi menatap Nola.
Nola yang hanya menunduk, meluncurkan sebuah kata maaf. Ia memang tidak masuk dua kali sebab mengantre untuk menebus obat papa. Sayangnya, alasan itu tidak bisa terungkap.
"Papa Nola lagi sakit." Akhirnya Tory yang mengungkap.
Sekarang keadaan berbalik. Gantian Kavi yang meluncurkan kata maaf.
"Iya, jadi sekarang Bapak tahu, kan? Mulai besok-besok tolong lah jangan menyusah -"
Nola menendang tulang kering Tory dari bawah meja. Membuat wajah laki-laki itu merah padam dengan mulut yang mengembung menahan sebuah teriakan, gagal menuntaskan kalimatnya.
Tanpa pamit, Kavi meninggalkan meja. Nola dan Tory pun bertukar pandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]
Fiksi RemajaBlurb: Kata Tory, Nola, sahabatnya si paling "gak enakkan" itu memiliki "dosa" di kampus Garuda Nusantara. Benarkah itu? Apa sebenarnya yang Nola rasakan akan kehadiran "si dosa"? ========================= Dimulai: 1 September 2022 Tamat: 30 Novemb...