Bab 35

101 4 0
                                    

"Apa jaminannya?"

"Karier saya. Nola mahasiswi berprestasi. Lagi pula, saya yakin ini cuma ketidaksengajaan."

"Ketidaksengajaan yang mencelakai maksud kamu?"

Terdengar sayup-sayup perdebatan dari luar ruangan setelah tiga puluh menit berlalu. Moira merekahkan senyum kian lebar. Sedang Nola kembali meremas-remas jari tangan.

Tidak lama, suara itu menghilang. Pak Thomas dan Kavi masuk ke ruangan. Mereka berdiri bersisian. Tatapan tajam pak Thomas sangat menekan batin Nola yang ikut berdiri bersama Tory.

Tidak ada suara apa pun selain senandung Moira yang masih sambil membersihkan kuku. Namun, kali ini kakinya bersembunyi di bawah meja.

Pak Thomas sempat beberapa kali menatap Moira dan Nola bergantian sebelum akhirnya menjatuhi hukuman skorsing untuk Nola selama satu hari. Ia mengatakan jika semua tidak harus berakhir kekerasan. Meskipun benar bahwa saat itu Nola menghindari Moira yang tengah berusaha mencekal.

Respons Moira lebih cepat dari sambaran petir, ia langsung berdiri dan menggebrak meja begitu mendengar putusan papanya. Melangkah maju dan mulai menunjuk-nunjuk Nola lengkap dengan kalimat tidak terima yang menyakitkan.

Sementara Nola hanya bisa menunduk pasrah. Sesekali matanya terpejam kalau telunjuk Moira hampir mengenai dahinya.

Pak Thomas mengendurkan dasi biru mudanya sebelum meminta Kavi, Nola, dan Tory untuk keluar ruangan.

"Cukup, Moira! Papa ini malu! Mulai sekarang kamu harus bisa jaga sikap kalau masih mau kuliah di sini!" Terdengar bentakan pak Thomas dari dalam.

Mereka tetap melangkah, menjauhi suara demi suara bentakan yang sesekali diselingi dengan teriakan Moira yang mengatakan benci pada papanya.

Baru saja Kavi menutup pintu bagian luar, Moira dengan sisa-sisa air mata menarik gagang pintu dari dalam. Ia keluar dengan langkah menderap. Tatapan sinis yang bagaikan laser tampak kehabisan sinar.

Berjalan laju di koridor dan menghilang di balik lift yang ditumpangi tanpa menoleh sedikit pun. Nola dan Tory berjalan lambat disusul Kavi.

Tidak ada yang mau menyuarakan kata. Semua mendadak menjadi abu-abu. Bahkan batin Nola pun ikut berdiam. Di satu sisi, IPK-nya tidak bermasalah. Namun, di satu sisi, ia harus menerima hukuman skorsing yang seumur hidup belum pernah dijalankannya.

***

Demi mengelabui sang papa, Nola tetap dijemput Tory di pagi hari seperti biasa. Dengan berpakaian seperti biasa pula. Namun, gadis itu hanya turun di perpustakaan daerah. Rencananya ia akan bermesraan dengan buku saja dan Tory akan menjemputnya ketika jam makan siang.

Sayangnya itu hanya rencana. Faktanya, otaknya malah tidak bisa fokus membaca. Menit demi menit dihabiskan untuk memikirkan papa dan kafe. Bahkan nasib di kampus setelah kejadian ini.

Bagaimana jika Moira tumbuh lebih ganas karena tidak terima dengan hukuman skorsing? Bagaimana jika besok ia menjadi mahasiswa paling dikucilkan di kampus?

Tidak tahan lagi, Nola memutuskan untuk menghabiskan waktu di salah satu mall dengan memesan ojek motor.

Karena mall baru buka, maka bisa dikatakan jika ia adalah pengunjung pertama di hari ini. Dengan sabar menunggu booth jajanan buka, Nola menghabiskan waktu dengan mengitari seisi mall.

Semua toko dinaikinya tanpa terkecuali. Berkali-kali ia harus mendengarkan perdebatan batin yang menginginkan sesuatu, tetapi akal sehat masih mengontrol keuangan dengan ketat.

Hanya satu yang kecolongan. Ketika ada jadwal yang pas, Nola membeli satu tiket bioskop dan menikmati film tersebut layaknya teater milik sendiri. Begitu keluar bioskop, ia menyesali perbuatannya dengan lirih melihat isi dompet.

Namun, segera ditepisnya dengan mengantre jajanan ayam fillet yang digeprek lalu dipotong kecil-kecil dan diberi taburan bumbu. Tiba-tiba ia ditegur acil Tini. Sebenarnya sudah menghindar dengan bersembunyi menutup wajah dengan buku menu, tetapi mata tetangganya itu seperti bisa melihat tembus pandang.

Akhirnya Nola sedikit basa-basi sebelum berbohong, mengatakan jika sedang jam kosong kuliah. Acil Tini terlihat mengangguk-angguk, entah mengerti atau tidak. Namun, harapan Nola ia tidak membocorkan hal ini kepada papa.

Seperginya acil Tini, Nola berjalan merapat ke tepi sungai. Yang mana mall ini memang dibangun di tepi sungai Mahakam. Duduk di pelataran yang di depannya terdapat taman mini. Dengan kaki menjuntai, Nola menikmati potongan ayam dengan taburan bumbu pilihannya, barbeque.

Ajaibnya, selama berada di mall, pikirannya tidak sedikit pun memikirkan apa yang terus terpikirkan selama berada di perpustakaan daerah.

Gadis itu menikmati sapaan lembut angin mendung. Dinginnya menjalar ke tubuhnya yang memakai kemeja biru muda. Karena terlalu mengganggu, ia terpaksa menggulung rambut tinggi-tinggi dan lanjut mengunyah hingga tidak terasa menghabiskan satu bungkus.

Saat itu juga Tory menelepon mengajak makan siang. Langsung saja Nola meminta sahabatnya itu untuk datang menemuinya.

Sempat menghabiskan segelas es boba, baru laki-laki itu datang. Dan saat mereka tengah berbalas lambaian tangan di lantai pertama yang merupakan arena luas tempat diadakannya bazar, pameran, acara pertunjukan, dan lainnya, Nola melihat Moira yang tidak jauh di belakang Tory. Mereka bertukar tatap dalam waktu beberapa detik tanpa sepengetahuan Tory masih asyik melambaikan tangan ke Nola.

Sontak gadis itu langsung balik arah. Berlari menjauhi Tory. Ketika ia menoleh, bukan hanya Tory yang mengejar, Moira juga ikut berlari ke arahnya.

Mau apa dia? Dasar cewek ganas!


Nola terus berlari, turun dengan eskalator, tetapi kakinya tidak diam. Menyalip beberapa orang di tangga berjalan itu. Hingga ke tempat parkir dan keluar area mall.

Melihat banyak ojek motor yang mangkal menunggu orderan, Nola langsung saja menaiki salah satunya tanpa memesan melalui aplikasi. Untungnya si bapak ojek mengerti dan mau mengikuti arahan Nola menuju rumah.

"Dari mana kamu?" Papa sudah berdiri di depan pintu dengan kedua tangan yang masuk ke saku celana.

Sorot mata papa sedang tidak santai. Ada raut marah di sana.

Pasti acil Tini!

"Jam kosong. Hari ini. Besok lagi kuliahnya." Sayangnya kalimat berhamburan tersebut hanya sampai tenggorokan. Dan kembali tertelan ketika melihat sorot mata papa.

Nola melangkah membuka pagar dengan perlahan. Berjalan semakin mendekati papa seraya menebarkan senyumnya yang kecut. Mengucapkan salam pun setengah berbisik.

"Dari mana?" papa mengulangi pertanyaannya.

Nola menggigit bibir bawah sebelum menjawabnya dengan jawaban yang sudah disusun sedemikian rupa. Namun, nyatanya yang keluar dari bibir justru tidak membuat papa mengerti.

"Jam kosong." Akhirnya hanya dua kata yang mampu terucapkan. Itupun dengan terbata-bata.

Papa segera melangkah masuk diiringi Nola yang kian merasa tidak karuan. Ia terus merutuk acil Tini tiada henti. Seandainya tadi gak ketemu acil Tini. Seandainya tadi bisa sembunyi.

Di meja ruang tamu, ada sekantong buah-buahan dan sewadah puding buah. Papa memperlihatkan sekaligus memberitahu yang mengirimkannya.

"Jam kosong? Jujur Nola."








Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang