"Selamat pagi, Nona," sapa Moira tersenyum kepada Nola yang baru tiba.
Rambut yang masih digulung tinggi itu belum disisir. Juga pilihan kemeja yang kusut, seakan mengartikan betapa lelah raga Nola.
Ia mengambil tempat duduk di hadapan Moira. Mengeluarkan pouch dari dalam tas, lalu membongkar isinya ke atas meja karena tidak menemukan sisir.
Melihat itu, Moira menawarkan sisirnya. Tentu saja ditolak Nola dengan ramah. Moira hanya tertawa seraya mengatakan bercanda.
Nola mencoba mencari sekali lagi di dalam tas, setelah mengeluarkan beberapa buku dengan mengibas-ngibaskan, akhirnya benda berwarna ungu itu terjatuh ke atas meja.
Segera dipakai menyisir rambut yang baru sempat dikeramasi. Tidak hanya Nola yang sedang mematut diri di depan cermin kecil, Moira pun sejak tadi sibuk mengoleskan liptint ke bibir.
"Moi, makasih, ya. Udah mau bantu aku di kafe," ucap Nola begitu urusannya dengan cermin dan peralatan tempur selesai.
"Halah! Santai!" sahut Moira segera.
Nola mempersilakan Moira untuk datang ke kafe kapan pun, tanpa perlu membayar makanan atau minuman yang akan dipesan nanti.
"Heh! Yang punya mobil siapa? Aku, kan? Berarti aku yang kaya. Gak usah gaya mau traktir aku. Aku senang kok bisa bantu kamu."
Meski tidak ada hubungan kekayaan dengan sebuah mobil, tetapi ucapan Moira bisa dibenarkan. Selain biaya operasional mobil, ada bensin yang perlu diisi tidak bisa hanya dengan lima puluh ribu rupiah.
Lagi pula, jangankan mobil, motor pun Nola tidak punya. Motor di rumah hanya satu, milik papa. Meski papa menyuruh untuk memakainya, tetapi Tory lebih batu agar Nola pergi dan pulang kuliah bersamanya saja.
Papa yang tidak mau Tory merasa kerepotan, setiap bulan selalu memberi uang untuk bensin. Walau Tory dan bunda menolak mentah-mentah, tetapi Nola punya seribu cara agar uang yang diberi papa bisa untuk mengisi tangki bensin motor sahabatnya hingga penuh.
"Sepi, ya, kantin," ucap Tory yang baru selesai dari toilet.
"Sepi palamu!" seloroh Nola dan Moira bersama.
"Cie, udah seiya sekata aja nih," ledek Tory yang langsung mendapat cubitan dari Nola dan Moira.
Laki-laki itu mengaduh sebentar sebelum duduk. Matanya mulai memerhatikan sekitar. Sejak masuk ke kantin, hanya ada suara riuh orang kelaparan. Dan Tory cukup heran akan hal itu. Karena biasanya ada dua jenis orang kelaparan yang berada dalam kantin ini. Perut yang lapar dan dahaga gibah.
Entah ke mana manusia-manusia penuh dahaga gibah tersebut. Atau mungkin mereka memilih menutup mulut. Nola tidak terlalu memusingkannya. Sebab ada yang perlu dipikirkan untuk malam ini.
"Eh, gimana dong, malam ini sampai seterusnya ada Kavi."
Tory dan Moira beradu tatap sebentar sebelum mengernyit. Mereka tidak mengerti kenapa Nola harus merasa gelisah. Terlebih lagi, Moira yang baru mengenal Nola beberapa bulan.
Saat itu juga pesanan mereka datang. Tory mencoba mengalihkan perhatian Nola dengan roti panglima durian yang disajikan. Moira yang lebih dulu tiba di kantin, sengaja memesan tiga porsi roti durian.
Mereka menikmati selai durian yang diapit roti gembung. Roti yang lembut, ditambah cita rasa khas durian, membuat ketiganya menyembunyikan suara. Fokus pada kenikmatan durian yang sebagian orang tidak menyukainya.
Akhirnya mereka bisa makan dengan tenang. Tanpa ada yang mengganggu. Terlebih lagi, Nola, kini ia satu meja dengan perempuan galak yang pernah dibencinya sampai ke tulang.
***
Usai berakhirnya kelas terakhir, Nola dan Moira duduk di bangku taman. Mereka bertemu begitu saja di taman. Karena kebetulan kelas hari ini berbeda. Dan juga, meski kerap terlihat berdua atau bertiga dengan Tory, Nola dan Moira sebenarnya tidak pernah bertukar kalimat dalam pesan WA.
Boleh jadi ketika di kampus mereka terlihat sedang mengobrol, tetapi saat di rumah mereka kembali ke kehidupan masing-masing.
Disela-sela membaca larutan kata dalam buku, Nola mengobrol dengan Moira. Bukan obrolan yang serius. Hanya betapa bagusnya kampus Garuda Nusantara di mata mereka.
Sambil melihat para petugas taman menanam bambu cina di area gerbang masuk, mereka semakin mengaduk-aduk imajinasi tentang tanaman apa lagi yang cocok untuk kampus.
Mulai dari pohon pinus, sampai pohon beringin mereka sebutkan. Juga pohon yang berbuah.
"Biar kalau ada yang mengidam, langsung petik dan makan di bangku taman." Kelakar Moira yang disambut serius oleh Nola.
"Emang ada yang hamil?" tanya Nola polos.
Moira hanya mendengkus, enggan kembali ke topik pembicaraan tentang pohon. Setelah sekian detik menunggu tanpa tanggapan, Nola pun kembali pada buku.
Awan mendung mulai menyelimuti langit, Nola memasukkan buku ke dalam ransel dan melihat jam pada gawainya. Harusnya kelas Tory sudah bubar pukul tiga sore. Namun, sudah terlewat tiga puluh menit.
Gadis itu langsung mencoba menghubungi Tory, tetapi dicegah Moira. Dengan bijak perempuan itu meminta Nola untuk bersabar.
Masih dengan mondar-mandir, Nola yang takut kehujanan itu hendak menyusul Tory ke kelas, tetapi lagi-lagi dicegah Moira. Akhirnya Nola kembali duduk.
Langit mulai menghitam, beberapa sambaran petir terlihat di tepinya. Angin ikut bertiup kencang, menyemarakkan suasana yang ditunggu para tumbuhan.
Tiba-tiba Moira menunjuk seseorang yang tengah berlari ke arah mereka. Berlari di bawah angin yang membawa dedaunan terbang ke sana ke mari.
"Ayo pulang," ucap Kavi begitu di depan Nola.
Nola menoleh ke Moira, senyuman Moira mempersilakan gadis itu pergi dengan hati yang lapang. Belum sempat mengucap sesuatu, perempuan itu mendorong Nola agar cepat pulang.
Berdua Kavi, Nola berlari menuju sisi gerbang tempat mobil Kavi terparkir. Gadis itu sempat menoleh ke belakang sebentar. Merasa tidak enak meninggalkan Moira sendirian di taman. Namun, perempuan yang dikhawatirkan malah mendadah dengan penuh semangat.
Mobil meluncur cepat di atas aspal yang sudah mulai retak-retak, mereka harus segera keluar dari simpang empat terbesar kedua di kota ini. Karena kalau tidak, mobil Kavi akan berenang.
Nola memandang jendela di sisi kiri, menyaksikan kelemahan langit. Turunnya hujan tidak lagi rintik-rintik, langsung menghunjam siapa saja yang sedang berada di bumi.
Wiper sudah sampai pada kecepatan maksimal, tetapi masih saja buram untuk memandang. Jalanan mendadak menjadi macet, akhirnya mereka harus berurusan dengan banjir.
Suatu masalah kota yang belum ada yang bisa memecahkannya sampai sekarang. Arus deras sempat membuat Kavi menahan napas. Apalagi ketika melihat banyak motor yang macet. Dan beberapa mobil yang rendah harus memutar balik dengan memotong jalan sembarangan.
"Hari pertama kerja, malah terlambat," gumamnya yang masih bisa didengar Nola.
Pikiran gadis itu malah menari-nari. Menemukan ide brilian untuk Kavi yang jika malam berstatus sebagai karyawannya. Segaris senyum tercetak di bibir Nola. Sesekali ia melirik dosen yang tangannya mengepal erat kemudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]
Teen FictionBlurb: Kata Tory, Nola, sahabatnya si paling "gak enakkan" itu memiliki "dosa" di kampus Garuda Nusantara. Benarkah itu? Apa sebenarnya yang Nola rasakan akan kehadiran "si dosa"? ========================= Dimulai: 1 September 2022 Tamat: 30 Novemb...