Dalam dekapan bunda, Nola menangis pilu. Ulu hati sakit tidak terkira. Elusan bunda di rambutnya yang tergerai tidak kunjung meredakan kesedihan. Ia masih saja terbawa tangisan yang kian lama bertambah sesenggukan.
Cucuran air mata ikut membasahi baju bunda. Berkali-kali bunda membantu mengeringkan air mata itu dengan tangan, tetapi berjuta-juta kali jua air mata selanjutnya luruh. Hingga akhirnya ia memohon agar Nola bisa menghentikan air matanya. Sebab keharuan tidak bisa ditepis.
Kini bukan hanya hati Nola seorang yang dirundung rasa sedih. Namun, hati bunda pun ikut merasakannya.
Dengan IPK di bawah tiga, maka habislah impian yang jauh-jauh hari sudah dipupuk itu. Akan semakin lama papa menanggung beban biaya atas kuliahnya.
Tory yang baru saja selesai menelepon, ikut bergabung dalam pelukan. Ia meyakinkan jika semua masih belum pasti. Sebab besok Nola diminta Kavi untuk menemuinya di ruang dosen.
Tidak banyak yang bisa diutarakan Kavi melalui telepon tadi. Ia pun terkejut ketika menerima kabar buruk ini saat Tory menghubunginya. Baik pihak akademik atau pun rekannya yang lain tidak ada yang mengkonfirmasi adanya revisi KHS mahasiswa.
Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin?
Kepala Nola berdenyut tak karuan. Gadis itu menyudahi tangisan bukan karena sudah selesai rasa sedihnya. Ia hanya lelah menangis. Dengan suara parau dicampur sesenggukan, ia minta diantar pulang.
Bunda kembali memeluk erat sebelum Nola naik ke atas motor. Wanita itu memberi penguatan, baik melalui kata-kata, maupun perlakuan. Meski ia tahu belum tentu semua yang dikatakannya dapat di dengar oleh Nola. Dan itu adalah wajar bagi orang yang sedang bersedih.
Air mata kembali menderas mengiringi lajunya motor yang dikendarai Tory. Laki-laki itu menggenggam tangan Nola di sepanjang jalan. Lalu mendekapnya ke pinggang. Ia hanya tidak ingin Nola hanyut dalam buaian air mata dan terpaan angin yang semilir. Berbagai candaan menyelinap di antara suara kendaraan. Sesekali Nola tersenyum, meski setelahnya kembali menangis.
Terbesit satu nama di kepala Tory. Mungkin juga di kepala Nola, tetapi tidak di waktu sekarang. Moira. Terakhir bertemu, Moira lah yang lancang mengancam nilai IPK Nola. Laki-laki itu pun tidak sabar ingin cepat-cepat esok hari.
Setibanya di rumah, Nola melangkah cepat menuju kamar. Namun, ketika melihat pintu kamar papa yang terbuka sedikit, gadis itu menghentikan langkah.
Sempat mematung untuk sekian detik memunggungi kamar papa. Hingga akhirnya memberanikan diri untuk mengintip. Di bawah cahaya temaram, papa sudah lelap dalam tidurnya. Nola segera membungkam mulut dengan punggung tangan. Air matanya kembali bersimbah. Cepat-cepat ia menutup rapat pintu dan berlari menuju kamar.
Maafkan Nola, Pa. Maafkan.
***
Bersama Tory, Nola menunggu di koridor. Di depan pintu ruang dosen. Setelah diadakan rapat dengan kehadiran Nola sebagai korban, pihak kampus kini tengah mengadakan rapat kembali. Rapat yang lebih internal, sebab ingin menelisik sekaligus mempelajari kasus yang baru tahun ini terjadi.
Pihak kampus tidak mengakui adanya revisi KHS, sekaligus tidak membenarkan hal tersebut. Namun, setelah melihat surel yang diterima Nola, mereka semua tampak kecolongan. Pasalnya surel yang digunakan adalah surel resmi jurusan.
Kavi, sebagai yang vokal, harus rela berpusing-pusing ria dihinggapi masalah ini. Ia yang paling sibuk di antara dosen lainnya, setelah bagian akademik. Bahkan dengan rendah hati ia meminta Nola untuk cukup menunggu hasilnya saja tanpa harus ke sana kemari mengurus seperti yang diperintahkan pak Togar.
Gerimis menyelimuti Kota Tepian. Rintiknya mengiasi kolam ikan sekaligus teratai. Membasahi sedikit demi sedikit hamparan rumput dan bunga. Kosongnya taman utama kampus dari mahasiswa, seperti kosongnya hati Nola tanpa adanya ambisi lagi.
Ambisinya telah habis meleleh di lantai kamar. Sedang sebagiannya telah habis terbakar. Meski telah menjadi arang, tetapi asapnya masih tampak. Dan demi asap itulah Tory terus menyemangati. Berharap bisa menyala kembali.
Berbeda dengan Nola yang sudah kehabisan tenaga sejak kemarin, Tory tanpa letih bolak-balik koridor. Hatinya tidak bisa tenang jua, meski Nola saat ini sudah tidak menangis lagi. Gadis itu hanya diam memandangi rinai hujan di atas taman.
"Hei, ayo ikut saya." Ajakan Kavi mengejutkan keduanya.
Tanpa bertanya, mereka langsung berjalan bersisian dengan Kavi sebagai pemandu. Entah ke mana dosen itu membawa langkah, mereka mengekor saja.
Usai turun dari lift, mereka menuju ke sisi kanan gedung. Di mana semua kantor para petinggi kampus berjejer. Dan sampailah mereka di depan pintu berdaun dua. Dalamnya adalah ruangan yang baik Nola maupun Tory belum pernah memasukinya, ruang rektor.
Terdapat satu meja berikut sekretaris yang berjarak sekitar lima belas langkah dari pintu. Meja itu berada di sisi pintu kaca bagian dalam, yang merupakan ruang kerja rektor. Sekretaris itu menyapa ramah. Lalu mempersilakan masuk, sebab pak Thomas selaku rektor sudah menunggu.
Mereka di arahkan untuk menempati sebuah ruangan dari satu pintu kaca yang berbeda, yang mana hanya berisikan meja panjang dengan banyak kursi di sekelilingnya. Bendera kampus dan bendera negara terpasang pada dua tiang yang bersisian.
Di salah satu dinding terdapat foto presiden dan wakilnya. Lalu di bawah foto tersebut terkembang layar putih untuk proyektor.
"Kavi, Kavi, apa kabar? Udah lama, ya, kamu enggak ke rumah," sapa pak Thomas yang hadir bersama sekretaris di belakangnya.
Sapaan ramah itu tampaknya tidak bisa meredakan gejolak emosi dalam darah Kavi. Wajahnya yang tegang tidak bisa ditutupi dengan secarik senyuman. Mereka berjabat tangan sebelum duduk. Nola dan Tory pun kebagian jabatan tangan seorang rektor yang baru dilantik dua hari yang lalu itu.
Tidak lama kemudian, datanglah ketua jurusan dan beberapa orang akademik dari jurusan Manajemen Kuliner. Pak Thomas mendengarkan dengan saksama tentang apa saja yang disampaikan oleh Kavi dan ketua jurusan. Nola dan Tory hanya berbicara ketika diminta.
Sekitar empat puluh menit, semua orang yang berada di ruangan pamit. Pak Thomas sudah mengambil keputusan. Ia mengutus tim khusus untuk menyelidiki kebocoran surel jurusan. Dan hasil bisa dilihat dalam waktu paling cepat satu hari.
"Kavi, beritahu mahasiswamu untuk tenang. Tidak ada IPK yang direvisi. Ia akan tetap mendapatkan IPK seperti yang pertama kali dilihatnya." Begitulah yang dapat dicuri dengar Nola ketika mereka sedang berdiri di depan pintu hendak pamit.
Setelah mengucapkan terima kasih dan berjabat tangan, mereka semua melangkah hendak kembali ke lantai empat. Namun, belum saja pintu berdaun dua itu ditutup, sekretaris kembali memanggil.
Sayangnya hanya Kavi yang diminta untuk kembali menemui rektor.
"Saya pastikan semua baik-baik saja," ucapnya penuh keyakinan ketika Nola dan Tory ingin mengekor.
Mereka terlalu penasaran. Hingga hanya bisa memandang punggung dosen itu ditelan pintu kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]
Teen FictionBlurb: Kata Tory, Nola, sahabatnya si paling "gak enakkan" itu memiliki "dosa" di kampus Garuda Nusantara. Benarkah itu? Apa sebenarnya yang Nola rasakan akan kehadiran "si dosa"? ========================= Dimulai: 1 September 2022 Tamat: 30 Novemb...