bab 40

101 3 0
                                    

Gagang pintu dibuka dari luar. Semua mahasiswi seakan menahan napas. Begitu asisten dosen melangkah seraya mengucapkan salam, ia hanya mendapat sebuah helaan napas kekecewaan juga beberapa lenguhan, dan keluhan. Nola dan Moira yang menyadari hal tersebut, mengulum senyum.

Mata kuliah pun segera berlangsung dengan dibukanya layar proyektor di dinding. Lagi-lagi Nola diganggu bisikkan dari Moira. Perempuan itu semangat sekali mempertanyakan keteguhan hati Nola yang tidak mau tahu di mana Kavi.

Nola enggan menanggapi, tetapi bukan berarti tidak memikirkan. Sampai pada akhirnya runtuh jua pertahanannya selama ini. Dan jelas saja, mempertanyakan di mana Kavi, akan terdengar seperti merindukan.

Moira menutup mulut, menahan tawa yang hendak meledak. Perempuan itu mencolek-colek pinggang Nola seraya meledek. Bahkan perempuan itu tak segan bernyanyi merindukanmu, sebuah lagu dari D'Masiv.

Meski hanya berbisik, tetapi di pendengaran Nola nyaris terdengar seperti menggunakan pengeras suara yang bervolume di atas rata-rata. Sampai-sampai gadis itu harus menutup telinga rapat-rapat.

Untungnya jam mata kuliah sudah berakhir. Nola segera beranjak, dengan ransel di pundak dan beberapa buah buku yang hanya didekap. Langkahnya seperti sedang diburu. Moira yang di belakang tak kalah cepat, sambil bernyanyi-nyanyi, ia terus mengikuti Nola, berusaha menyeimbangkan lebar langkah.

Di kantin, Moira duduk di hadapan Nola. Berkali-kali diusir, tetapi Moira tidak peduli. Hingga Nola mempertanyakan apa yang sedang terjadi pada diri perempuan itu?


Ke mana para rombongan kuda lumping yang biasa menyertai setiap langkah Moira? Kenapa sekarang ia terlihat sedang dikucilkan, dijauhi banyak mahasiswa?

Moira terdiam. Ia mengaduk-aduk jus apel dengan sedotan. Wajah yang tadinya usil, mendadak kehilangan sinarnya. Tatapannya pun kian melorot ke bawah meja.

Nola mulai gelisah. Ia memegang tangan Moira, menawari perempuan itu untuk makan es krim atau rujak. Dan tidak berhenti menawarkan. Moira mengangkat wajah, menengadah sebentar agar air mata tidak luruh. Setelah itu dengan semangat ia mengatakan hendak makan rujak es krim.

Keakraban Nola dan Moira mengundang banyak pasang mata untuk menatap lebih lama. Pemandangan kantin dipenuhi dengan mahasiswa yang saling berbisik. Berbeda dengan Moira yang asyik menikmati dinginnya es krim dan asam asin pedasnya rujak seraya menebar senyum kepada pasang mata yang tengah menatapnya, Nola benar-benar tidak berani menoleh ke kiri dan kanan.

***

Di mata kuliah yang kedua, Nola menempati kelas yang mana dipenuhi teman-teman satu angkatan. Sayup-sayup bisikan mulai menghiasi ruangan. Nola berusaha menggiring pikiran ke arah berlawanan.

Dengan cepat ia mengambil ponsel, menyetel podcast humor dan tertawa dalam balik bekapkan tangan. Dan terus menertawakan lelucon Surya Insomnia, Angga Anggok, Imam Darto, dan Omesh.

Berbeda dengan kebanyakan perempuan-perempuan lainnya yang mungkin lebih menyukai vlog yang membahas kosmetik, makanan, atau hanya sekadar keseharian, Nola lebih menikmati podcast humor. Hanya karena humor bisa mengusir sebentar rasa sedih yang dideritanya sejak kehilangan mama.

Meski sebentar, tetapi efeknya sangat besar untuk jiwa Nola yang setengah mati memerangi rasa sedih.

Karena terhanyut dalam komedi yang didengar, Nola menjadi tidak tahu jika sekarang di belakangnya sedang berdiri seorang dosen. Seisi kelas hening, menunggu hukuman apa untuk Nola. Mereka juga kompak tidak memberitahu gadis yang tengah tertawa tanpa suara hingga bahunya berguncang itu.

Satu sentuhan di bahu, membuat Nola cepat-cepat menoleh. Alangkah terkejutnya ketika Kavi, dengan senyuman manis berdiri di belakang.

Sambil menelan saliva, Nola melepas earphone. Mata yang sempat melotot tak percaya, langsung berubah menjadi sendu. Berharap dosen itu tidak membebani dengan tugas.

Kavi hanya diam, ia melangkah ke depan. Nola melihat sekeliling, rata-rata menyuarakan mampus dalam berbagai isyarat.

Mati! Nola menundukkan wajah seraya memejamkan mata. Mengatur napas yang masih saja menderu. Selain terkejut dengan kehadiran Kavi yang tiba-tiba, rupanya detak jantungnya juga sedang bersuka cita karena bisa melihat dosen itu lagi.

Dan benar saja, di akhir pertemuan, Kavi memberikan Nola tugas tambahan yang harus selesai sebelum sore. Gadis itu pasrah menerima hukuman atau apalah itu namanya, karena kesalahan memang sedang memayungi.

Dengan langkah lunglai Nola keluar kelas. Tujuannya adalah kantin, sebelum duduk di taman. Rupanya Moira sudah menanti di depan kelas. Wajahnya secerah biasanya. Menyapa dengan semangat.

Dengan malas, Nola lanjut berjalan. Saat ini yang ia perlukan hanya segelas es jeruk. Dan segarnya sudah terbayang-bayang di kepala. Membuat langkahnya semakin cepat.

"Woi, jalannya pelan bisa gak sih? Aku bukan rentenir!" protes Moira yang akhirnya bisa menyeimbangkan langkah dengan napas ngos-ngosan.

Nola mendelik, berkata kalau Moira tidak harus mengikuti. Emosi Moira hampir meledak, tetapi entah untuk alasan apa, ia kembali melunak. Setelah membuang deru napas, ia tersenyum lebar seraya menggandeng Nola.

"Mau ke kantin, kan?" Tebakan Moira begitu pas.

Di kantin, begitu mendapat segelas es jeruk, Nola langsung hendak keluar. Namun, Moira melarang dan mereka sempat ngotot-ngototan. Dengan iming-iming dua piring tahu bakso, Nola pun berhasil dijinakkan. Betapa perut yang lapar tidak bisa diajak sok galak.

Mereka duduk bersama di meja paling ujung, menikmati tahu bakso tanpa harus memikirkan desiran gosip yang sedang beterbangan di seluruh penjuru kampus, termasuk saat ini, di kantin.

"Mereka bukan teman. Pergi bahkan nyerang aku setelah tahu aku di skorsing papa. Biarin aja sih." Ucapan Moira menghentikan mulut Nola untuk mengunyah.

Ia lalu mengedarkan pandangan agar mengerti ucapan Moira barusan. Dan ternyata di salah satu meja yang lebih panjang dari meja mereka sekarang, Nola menemukan beberapa mantan rombongan Moira.

"Jadi aku pelam -,"

"Pelampiasan? Emang kamu pikir kamu siapa?" sambung Moira cepat seraya tertawa kecil.

Nola tersentak mendengarnya. Demi menghilangkan rasa malu atau salah tingkah, ia lanjut mengunyah potongan tahu bakso yang masih tersisa dalam mulut seraya melirik Moira, yang sudah beberapa hari ini tidak mengubah gaya rambut dan warna rambut. Meski begitu, rambut sebahu berwarna hitam itu tidak bisa mengubah wajah jutek Moira.

Hening kemudian. Mungkin, hanya meja mereka yang tidak dihiasi tawa atau sebatas obrolan panjang. Biar bagaimanapun, Nola tetaplah merasa nyaman bercerita apabila bersama Tory.

Lalu tiba-tiba ia teringat akan tugas. Segera mengucapkan terima kasih dan berlari menuju taman dengan segelas es jeruk di tangan.

"Seneng, ya dosanya udah kembali? Dia cuma cuti kok," teriak Moira yang masih menetap di meja bernomor delapan puluh.

Nola menoleh sebentar, mendapati Moira yang tengah melambaikan satu tangannya seraya tersenyum meledek. Napas Nola mulai terasa gusar, tetapi ia memilih untuk kembali berlari dan mengerjakan tugas di taman.

Dosa? Tahu dari mana dia?







Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang