Bab 50

80 3 0
                                    

Pak Rusmawan!

Nola berhasil menemukan ingatan akan orang tersebut. Pak Rusmawan atau Nola biasa menyapanya dengan om Rus, ialah mantan atasan papa yang digeser oleh atasan baru.


Om Rus dan papa bagaikan sahabat kental. Penggeseran tempat kerja, bahkan jabatan om Rus yang ikut tergeser, sempat membuat papa jengkel dengan atasan baru yang berlindung di balik kebijakan perusahaan.

Begitu menuntaskan makan, cepat-cepat Nola mencuci tangan sambil meremas-remas daun kemangi yang tidak bisa dimakannya. Dengan harapan wangi kemangi bisa mengusir aroma terasi. Kemudian menuju om Rus, menyapa dan bersalaman.

Rupanya om Rus yang dimutasi ke cabang daerah, tidak betah harus LDR dengan keluarga. Akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan diri dan mencoba mengadu nasib di perusahaan batu bara.

Meski pendapatan batu bara terkenal panas, om Rus yang tidak memiliki koneksi sebanyak papa itu tidak ada jalan lain selain menerima tawaran dari seorang teman lamanya.

"Mau bisnis, bisnis apa? Biniku enggak pinter atur duit. Berapa kali kumodalin buat usaha, tapi habis terus duitnya. Enggak jadi apa-apa." Begitulah kata om Rus ketika papa menawarinya bisnis.

Papa pun membawa cerita kembali ke perusahaan mebel yang sudah menghidupi mereka berdua selama belasan tahun. Sebuah perusahaan terbesar di kota. Penyuplai aneka furnitur, langsung dari pabrik kayu yang berada di ujung kota.

Meski tidak se-sepi dulu, jalanan menuju pabrik itu masih sama saja gelapnya. Tidak ada lampu penerang selain berasal dari kendaraan yang melintas. Tak jarang banyak korban kecelakaan dan begal di sana. Untungnya kawasan pabrik dan kantor sangat jauh. Kantornya terletak di pusat kota.

Macam-macam furnitur yang terbuat dari kayu, masih menempati posisi utama di hati pelanggan. Terutama kayu ulin. Jarang ada furnitur yang terbuat dari kayu ulin, kecuali rumah. Satu-satunya yang menyediakan furnitur jati, ialah perusahaan mereka.

Sampai pada masa krisis kayu. Papa pun harus merasakan pahitnya di PHK.

Nola merasa obrolan om Rus dan papa sudah terlalu jauh, ia pun segera pamit untuk berkumpul kembali ke Tory, Moira, Kavi.

"Kalian tadi katanya belanja furnitur? Mana barangnya?" tanya Tory yang sedang menyesap rokok berdua Kavi di pojok teras kafe.

"Dititip dulu di tokonya. Kalau kafe sudah beres, baru diangkut."

***

Satu bulan berlalu, malam ini adalah malam pembukaan. Undangan sudah disebar melalui sosial media.

Sejak pagi, Nola, Tory, Moira, dan Kavi sibuk melakukan tata letak kafe. Mereka bertiga hanya iya-iya saja diberi perintah oleh Nola. Tidak ada yang menyumbang saran. Sebab ide gadis itu sudah sangat cemerlang.

Ia membuat kafe bernuansa klasik ala negara Italia. Sejauh ini, di Kota Tepian belum ada yang membuat kafe seperti itu. Kebanyakan yang menjamur adalah kafe yang sudah memiliki nama di kota-kota besar. Sehingga untuk menggaet pengunjung pun sangat mudah.

Dinding batu bata dicat berwarna cream. Di bagian dinding luar dibuat dua jendela yang mengapit pintu kayu berdaun dua yang dicat hijau tua. Di atas kusen pintu tersebut dipasang kanopi model tradisional yang berwarna senada.

Setiap kusen jendela dibiarkan berwarna kayu seperti apa adanya. Di dinding luar dan dalam kafe, dipajang tanaman hias rimbun yang menempel pada pot. Tanaman itu mirip rumput berbunga yang menjalar liar, hanya saja lebih rapi. Juga beberapa lampu tempel model klasik yang apabila melihat cahaya temaramnya mampu meneduhkan pikiran yang suntuk.

Meja pesanan, meja dan kursi pelanggan, semua dari kayu. Di setiap meja diberi vas tabung plastik berdiameter 6cm, tinggi 25cm yang diisi beberapa tangkai bunga alstroemeria berwarna-warni.

Tibalah malam hari, saatnya launching kafe. Tory dan Moira hadir mengenakan pakaian yang sama dengan Nola. Kemeja hitam lengan pendek, celana panjang hitam. Bedanya, Nola dan karyawan kafe lainnya mengenakan celemek berwarna cream.

Untuk pramusaji, menggunakan half apron, yang hanya diikat di bagian pinggang. Terdapat kantong untuk menyimpan kertas pesanan, pulpen, bahkan sedotan. Seperti yang dikenakan Nola seperti saat ini.


Sedang untuk juru masak, yaitu Kavi, ia mengenakan bib apron, celemek yang dikalungkan menutup bagian dada hingga paha.

Dua orang karyawan kafe yang sempat terpaksa diberhentikan, kembali dipanggil. Ditambah dua orang lagi, anak dari teman papa. Total semua pekerja ada enam, termasuk Kavi dan Nola.

Usai sambutan dari papa selaku pemilik kafe dan pembacaan doa bersama, dengan membaca bismillah, papa dan Nola menggunting ronce melati yang membentang di pintu, ujung kanan dan kirinya diikat ke standing bunga.

Hingar bingar tepuk tangan menyusul, memeriahkan suasana. Banyaknya pengunjung yang hadir, sempat membuat tukang parkir repot. Sebab tanpa terduga halaman ruko tidak cukup menampung banyaknya kendaraan pada malam hari ini.

Untungnya papa sudah menghubungi DisHub, untuk membantu melancarkan jalan raya yang terkena dampak kemacetan.

Promo yang dibuat memang tidak tanggung-tanggung. Sebanyak delapan ratus menu digratiskan untuk tiga malam berturut-turut. Tentu saja semua modal dari pinjaman rekan dan mantan klien papa.

Papa percaya penuh akan konsep sedekah. "Meskipun tidak kembali modal?" Tanya Nola waktu papa menceritakan niatnya.

"Marketing langit." Jawaban papa saat itu membingungkan Nola sampai saat ini. Ia hanya bisa mendoakan yang terbaik.

Tory dan Moira turun tangan, bahkan berencana akan terus membantu sampai tiga hari ke depan. Namun, ketika melihat pengunjung membludak, empat orang pramusaji kafe tidaklah cukup. Tory berinisiatif menyuruh anggotanya untuk turut serta membantu.

"Kita ke sini mau makan. Kalau kita kerja, makanannya gak gratis dong." Keluh mereka ketika Tory menarik mereka satu per satu dari antrean.

"Kalian dapat dua porsi gratis. Satu makan sini, satu bawa pulang!" Ucapan Tory sungguh meyakinkan. Mereka pun rela keluar antrean dan menjadi pramusaji dadakan.

Di dapur, Kavi, Nola, papa, dan Moira berjibaku dengan beragam menu masakan yang sempat diperdebatkan beberapa waktu lalu.

Sebagai dosen di jurusan kuliner, Kavi banyak membantu memperbaiki menu. Menyusun, merombak, dan memperbaiki menu yang ada. Sedang untuk Nola, perdebatan papa dan Kavi adalah ilmu yang berharga, yang tidak bisa didapat di bangku kampus. Tak jarang gadis itu mencatat ke dalam buku catatan.

Nola dan Moira bekerja sama dengan baik. Tidak ada perdebatan kecil yang kadang terjadi di antara mereka. Meski sempat meragukan kehadiran Moira di malam ini, akhirnya Nola percaya bahwa ucapan Moira bisa diandalkan.

Detik membawa jarum jam melaju ke angka sepuluh. Itu artinya sudah empat jam semuanya berjibaku dengan jobdesc masing-masing. Meski tidak ada kesempatan duduk, tetapi mereka masih bisa tersenyum, bercanda, dan menikmati kebersamaan pada malam ini.

Kecuali papa yang sudah duduk beristirahat di seberang ruko. Ia menatap haru sekaligus bangga.





Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang