Nola menggeleng cepat, berusaha melepaskan cengkeraman. Tidak perlu tenaga, karena kali ini begitu mudah. Kavi sepertinya enggan mencari keributan. Malah dengan santai dosen itu merangkul pundak Nola, melangkah bersama menuju lift.
Tanpa protes, Nola menyeimbangkan langkah. Alih-alih merasa risi, ia justru membiarkan tangan itu. Menghirup aroma parfum yang semakin menari-nari hingga ke hati. Untungnya pagi ini Nola juga sudah menyemprotkan parfum ke sekujur tubuh, meski mungkin tidak semahal milik Kavi. Ya, paling tidak, dosen itu tidak hanya mencium aroma sabun dan sampo saja.
"Rencananya, siang nanti mau makan apa?" Pertanyaan Kavi semakin membuat Nola ingin melayang.
"Su -,"
Belum selesai Nola mengucapkan kalimat sudah makan, siulan pak Togar mengejutkan keduanya. Melepas jarak secara bersamaan. Nola memilih merapikan rambut dan Kavi memasukkan kedua tangan ke saku celana seraya sedikit batuk.
"Ah, kalian ini mesra kali lah. Buatku iri aja." Kemudian pak Togar melangkah mendahului masuk ke lift seraya mengedip-ngedipkan mata dan bersiul. Bahkan saat pintu lift belum tertutup, ia sengaja melambai dengan hawa meledek.Nola enggan menunggu pintu lift terbuka, ia melangkah menuju anak tangga.
"Hei, mau ke mana?" teriak Kavi yang tidak mendapat sahutan. "kamu bisa masuk lift duluan. Biar saya belakangan," lanjutnya yang masih juga tidak mendapat sahutan.
Sebab gadis itu sudah menapaki anak tangga satu per satu. Anehnya, Nola melangkah terus tanpa berhenti untuk menarik napas panjang. Rasa lelah telah minggat, terganti sepenuhnya dengan degup jantung yang enggan melupakan rangkulan dan pertanyaan Kavi tadi.
Kavi tadi tanya mau makan apa, tapi kenapa mau kujawab sudah makan? Argh! Nola!
Setibanya di kelas yang baru terisi beberapa mahasiswa, gadis itu melangkah lurus menuju salah satu kursi kosong. Tatapan lurusnya nyaris kosong. Berusaha mengatur napas, menetralkan irama jantung. Menggulung tinggi rambut, membiarkan tengkuk yang dibasahi keringat dingin mengering bersama dinginnya AC.
Menit berlalu sedikit lebih cepat, tepat sebelum dosen masuk ke kelas, kating mengumumkan tugas dari Kavi melalui grup WA kelas. Masing-masing mahasiswa yang sudah membaca isi chat tersebut, melenguh.
Bagaimana tidak, dalam materi praktik mata kuliah jam kedua hari ini, dosen itu meminta mahasiswa membawa kue sus. Dikumpul tepat pukul sepuluh lewat tiga puluh menit. Sedang sekarang saja sudah pukul sembilan lewat dua puluh menit.
Namun, mahasiswa tidak kehabisan akal, mereka mulai memanfaatkan kepasifan dosen di depan yang sedang mengajar untuk menjelajah facebook. Membuka grup khusus Kota Tepian yang mana semua barang dagangan ter-posting di sana.
Tidak sedikit juga yang langsung melakukan pesanan melalui aplikasi di salah satu gerai toko roti ternama, Barra's Kitchen. Termasuk Nola, ia memesan sebuah kue sus berukuran cukup besar.
Cream puff vanila menjadi pilihan Nola. Isian fla vanila dari Barra's Kitchen memang tidak pernah gagal. Selain lumer, volume yang banyak juga selalu membuat yang merasakannya, selalu menginginkan kembali.
Begitu dosen mengakhiri mata kuliah, semua mahasiswa berebut keluar kelas. Mereka menuju gerbang kampus yang sedang diserbu para kurir pengantar kue sus.
Tersisa Nola sendiri di kelas. Sebab Tory sudah mengambilkan pesanannya di gerbang kampus.
Gadis itu keluar beriringan dengan dosen yang sudah cukup tua itu. Ia juga membawakan beberapa buku ketika melihat dosen itu kepayahan.
Di ruang dosen, Nola melihat Kavi sedang bercengkrama dengan para dosen lainnya. Buru-buru gadis itu meletakkan buku ke atas meja dan pamit pergi. Namun, percuma sebab ternyata Kavi lebih dulu memanggil.
"Ke ruangan saya," perintah Kavi.
Nola melangkah dengan pelan, ada ragu, takut, dan khawatir yang melebur menjadi satu. Jika Kavi menagih jawaban atas pertanyaannya tadi, maka sudah pasti Nola tidak bisa menjawabnya.
Jadilah pikiran gadis itu mulai bekerja keras, berusaha menemukan jawaban yang sesuai. Sayangnya ketika masuk ke ruangan Kavi, dosen itu dengan ramah langsung mempersilakan Nola untuk mencicipi puluhan kue sus.
"Pengen kue sus, kan?"
***
Usai praktik membuat sus, mahasiswa diperkenankan membawa pulang hasil olahan mereka sendiri. Berbeda dengan Nola, ia diberi Kavi dua kantong plastik berisi cream puff dari Barra's Kitchen. Tentu saja tanpa sepengetahuan mahasiswa yang lainnya.
Sebenarnya Nola menolak, tetapi Tory dan Moira yang kebetulan berdiri di belakang dengan sigap mengambil dua kantong plastik yang berisi penuh. Lalu menjauh, menyisakan Nola seorang diri yang berdiri kikuk menghadapi Kavi di koridor.
"Mau bareng ke kafe?" tawar Kavi.
Gadis itu menggeleng, tetapi dari ujung koridor Tory berteriak jika motornya macet dan Moira berencana akan membantu.
Hah? Toryyyyy!
Lagi-lagi dosen itu merangkul pundak Nola. Mereka berjalan bersama menuju tempat parkir. Setengah mati gadis itu mengedarkan pandang, mencari Tory dan Moira. Sayangnya mereka tidak bisa ditemukan, mungkin sedang asyik menikmati fla lumernya cream puff.
Setibanya di kafe, Nola yang memegang kunci pintu ruko, segera membuka gembok. Ia menanyakan kabar kepada empat orang karyawan kafe. Bahkan sewaktu menuju kafe, ia menyempatkan diri untuk singgah ke apotek. Membelikan obat untuk anak dari salah satu karyawan yang sedang sakit.
"Saya sudah tanya sama apoteker. Katanya obat ini bagus. Coba aja diminumkan dulu, kalau selama tiga hari demamnya belum turun, cepat bawa ke dokter, ya," ucap Nola seraya menyerahkan sebotol obat penurun panas.
Tidak lupa juga memberikan izin kepada karyawannya itu untuk pulang sebentar. Meminumkan obat ke anaknya yang sedang demam.
Mereka memulai pekerjaan dari merapikan kafe. Sedangkan dapur, sepenuhnya urusan Kavi. Tidak ada karyawan lain yang memegang urusan dapur, sekalipun asisten Kavi.
Setelah beberapa saat pekerjaan selesai, sebelum memasang tulisan buka di depan pintu, Kavi membawakan enam mangkok pempek kuah cuko dan irisan timun.
Mereka menyambut dengan antusias. Berkumpul menempati satu meja yang memuat enam kursi. Enam mangkok disusun rapi, beserta gelas-gelas es jeruk.
Menu baru ini rencananya akan di launching malam ini. Mulai menyiram kuah cuko pedas ke dalam mangkuk. Masih ada waktu tiga puluh menit sebelum kafe dibuka.
Segarnya daging ikan tenggiri langsung terasa ketika kunyahan pertama. Ditambah irisan timun dan kuah cuko pedas yang membuat lidah ingin menyuap lagi dan lagi. Hingga tidak terasa semua sudah menandaskan semangkok pempek.
Setelah menghabiskan es jeruk, kelima karyawan bangkit satu per satu menuju loker untuk mengambil apron. Tersisa Kavi sendirian.
"Tolong segera dicuci, ya, kafe bentar lagi buka," perintah Nola seraya berjalan memasang papan acrylic di depan pintu.
Gadis itu sudah rapi dengan apron yang melingkar dari pinggul ke paha. Rambutnya malam ini diikat tinggi. Sebelum mengangkat semua mangkok kosong, Kavi sempat tersenyum sebentar melihat Nola.
Lalu membawa nampan ke belakang untuk dicuci. Baru saja karyawan pencuci piring hendak mengambil nampan dari tangan Kavi, Nola tiba-tiba datang dan menyuruh agar Kavi saja yang mencuci piring.
Tanpa banyak tanya, tangan Kavi bergerak cepat untuk mencuci, karena pesanan pertama sudah tertempel di dinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]
Teen FictionBlurb: Kata Tory, Nola, sahabatnya si paling "gak enakkan" itu memiliki "dosa" di kampus Garuda Nusantara. Benarkah itu? Apa sebenarnya yang Nola rasakan akan kehadiran "si dosa"? ========================= Dimulai: 1 September 2022 Tamat: 30 Novemb...