Bab 37

96 4 0
                                    

Seminggu sudah sejak hari pertama masuk kuliah setelah libur panjang awal semester ganjil. Nola sangat menikmati hari libur dengan menghabiskan waktu bersama papa.

Mulai dari menonton, ke supermarket, bahkan mereka juga rutin lari keliling kompleks setiap sore. Keakraban anak dan papa itu semakin erat. Tidak hanya Nola, papa pun mulai berlatih untuk menuangkan cerita. Cerita yang dirasa mampu untuk mewarnai hari, sedangkan sebagian yang lainnya masih disimpan dalam hati masing-masing.

Tidak hanya membuang waktu, Nola juga memanfaatkan kesempatan libur dengan bekerja di salah satu kafe milik teman Tory. Tentunya dengan dukungan papa.

Hati laki-laki paruh baya tersebut melunak ketika Nola meminta izin untuk bekerja. Tidak bisa dipungkiri, keadaan keuangan juga sedang dalam masa kritis. Meski semua itu tidak dikatakan, yang pasti niatnya hanya ingin Nola bahagia dengan pilihannya sendiri.

Nola kebagian shift malam. Sehingga pendapatan yang diterima sedikit lebih banyak dari karyawan shift pagi. Bisa untuk menabung biaya praktikum dan keperluan semester ganjil. Dan itu benar-benar membahagiakan seisi hati Nola. Setidaknya untuk biaya rutin perkuliahan sudah dikover.

"La, Kavi ke mana sih?" tanya Tory disela-sela kesibukannya berkutat dengan laptop.

Nola yang ikut membantu mengerjakan tugas Tory hanya mengangkat bahu. Pasalnya terakhir kali bertemu Kavi, adalah saat memintanya untuk menjauh.


Keributan yang terjadi di ruang akademik, ketika pak Togar menanyakan Kavi kepadanya masih menyisakan banyak pertanyaan. Karena saat itu Nola tidak bisa menjawab dan langsung meninggalkan ruang akademik yang masih heboh mencari-cari jawaban ke mana perginya Kavi.

Sejak hari itu Kavi tidak pernah muncul lagi. Bahkan di awal semester ganjil pun, mata kuliah yang diampunya diisi oleh seorang asisten dosen.

"Dah, fokus aja sama nilaimu tuh," seloroh Nola sebelum Tory memperpanjang pertanyaan.

Laki-laki yang harus mengulang satu mata kuliah itu langsung kembali fokus pada deretan tugas yang menanti. Sesekali mengacak rambut frustrasi. Mengeluh pada masa lalu memang tidak ada gunanya, apalagi menyesal. Sehingga teriakan batin hanya bisa didengar dalam hati.

"Selamat pagi." Suara seseorang membuat Nola menoleh sekaligus terkesiap.

Bagaimana tidak, Moira hadir dengan senyuman lembut nan manis. Tangannya menenteng tas belanja yang jika ditaksir, isinya cukup berat.

Dengan lekas Tory duduk dari posisi tengkurapnya. Membalas dengan ucapan selamat pagi dalam bahasa Inggris. Tangan yang sengaja diulur, disambut pelan oleh Moira.

Perempuan itu ikut duduk lesehan di atas hamparan rumput. Nola masih mematung dengan kening mengernyit.

Sepertinya ada yang kulewatkan!

Ia segera menarik paksa Tory yang baru saja hendak mencomot sebungkus camilan dari tas belanja. Lalu membawanya menjauh. Moira hanya menatap bingung.

Menghujani dengan berbagai pertanyaan di sudut taman, di balik tubuh pohon. Dengan santai laki-laki itu menjawab satu per satu pertanyaan secara runut. Tidak ada kekesalan sedikit pun yang tergambar, seperti yang dirasakan Nola. Justru ia malah cengengesan dan mengingatkan bahwa Moira adalah gadis cantik yang masih membuatnya penasaran.

"Kerjakan tugas sendiri!" Dengan langkah mantap Nola kembali, mengambil ransel dan pergi menjauh.

Moira sempat memanggil, tetapi hati Nola sudah habis berapi-api. Seandainya bisa memindahkan api itu ke sekitar Moira! Telinganya terasa gatal mendengar Moira memanggil dengan akrab.

Sejak kapan kita berteman!

***

Nola melangkah mencari kelas kakak tingkat yang mana hari ini adalah hari pertamanya sekelas dengan kakak tingkat. Menyusuri koridor sambil membaca tulisan yang tertempel pada pintu setiap kelas.

Menemukan kelas yang dimaksud, ia membuka pintu dan mematung di depan kelas sebelum melanjutkan langkah. Kelas yang tadinya berisik mendadak hening. Semua sorot mata jatuh menimpa dirinya.

Dengan cepat Nola menebar pandang, melihat ada satu bangku kosong yang berada di bagian tengah. Segera menuju dengan langkah lebar yang diiringi tatapan tajam.

Gadis itu duduk menyendiri meski kanan dan kirinya sudah terisi. Karena masih ada waktu sepuluh menit sebelum jadwal, ia mulai membaca buku yang dipinjam dari perpustakaan sebelum ke kelas. Memasang earphone yang mulai mengalunkan sebuah musik relaksasi. Menarik imajinasi jauh ke dalam buku yang tengah dinikmati.

Selama Kavi tidak ada, gadis itu benar-benar merdeka dari tugas. Apa lagi dengan asisten dosen sebagai pengganti, mata kuliah terasa lebih ringan dan santai.

Nola tidak peduli dengan keadaan sekitar yang mendadak ricuh, dan jauh lebih berisik dari sebelumnya. Hingga ada satu mahasiswi yang menggebrak mejanya.

Gadis itu terkejut, membuka earphone dan bertanya dengan hati-hati. Mahasiswi itu terlihat jengah. Ia ikut-ikutan mencari Kavi seperti Tory. Mendesak hingga Nola tercekat.

Beruntung Moira datang. Entakkan high heels-nya berhasil membunuh suara-suara berisik. Termasuk mahasiswi yang tengah berdiri nyalang di hadapan Nola. Mendadak menciut seperti anak kucing. Kembali ke tempat duduk dengan terburu-buru.

Nola masih beringsut di balik bangku. Langkah kaki Moira semakin mendekat. Tanpa suara, seorang mahasiswi yang duduk di samping kanan Nola, merasa terusir. Ia berpindah ke bangku bagian belakang.

Mati! Aku sekelas sama Moira!

Moira duduk seraya membuang napas. Menempatkan punggung ke sandaran dan meletakkan tas ke pangkuan. Ia benar-benar menikmati udara kampus. Sebab baru hari ini dirinya terbebas dari skorsing yang dibebankan papanya.

Nola hanya berani melirik dari ekor mata. Pura-pura menyibukkan diri dengan meletakkan buku sekaligus ponsel ke dalam ransel begitu tahu Moira tengah menatapnya dengan dagu yang bertopang.

"Santai, aku gak gigit," ucap Moira setengah berbisik.

Nola melihat kanan kiri memastikan ucapan Moira. Namun, kakak tingkatnya itu meyakinkan dengan menunjuk dirinya seraya tertawa pelan, "Ya, kamu lah. Siapa lagi?"

Moira masih saja menatap, membuat Nola yang tadinya gugup ingin melakukan apa pun, menjadi bodo amat. Gadis itu menunggu dosen dengan tertib. Tidak seperti kebanyakan mahasiswa di kelas ini, yang menghabiskan waktu dengan menggosip.

Telinga Nola menangkap bahan gosip mereka yang tidak jauh dari Kavi, Kavi, dan Kavi. Apa sebenarnya daya pikat dosen itu? Dosen aneh kok digandrungi?

Lagi-lagi Moira mengajak mengobrol. Ia memulai dengan menawari Nola sebungkus coklat yang diambilnya dari dalam tas. Benteng pertahanan Nola kokoh, ia menolak dengan halus meski tanpa sepatah kata.

Tidak cukup sampai di situ, Moira juga menolak ketika salah satu temannya membisiki sesuatu. Bahkan ia berdiri dan mengucapkan dengan lantang, bahwa kampus Garuda Nusantara harus bebas dari aksi bullying.

Sontak saja hal itu mengundang dirinya untuk di bully. Namun, ia tidak peduli. Dan tidak segan-segan untuk mengatakan akan menghakimi pelaku bullying.

"Mentang-mentang anak rektor!"

"Takut papanya ke geser, ya?"

"Trauma habis diskors, Moi?"

"Mental lembek kamu!"

Dan banyak kata-kata menyakitkan lainnya yang seolah hanya di telan bulat-bulat oleh Moira.










Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang