Tiba di hari wisuda yang datang lebih cepat dari perkiraan Nola. Jika dirunut, hari ini sangat mustahil untuk dilalui. Mulai dari masuk kuliah karena papa, sampai dengan sejuta masalah di dalam kampus selama perkuliahan.
Satu-satunya alasan Nola bertahan adalah papa. Ingin membahagiakan papa. Papa yang tidak sabar ingin berfoto dengan putri semata wayangnya saat wisuda. Papa yang ingin kehidupan Nola lebih baik ke depannya dengan ilmu yang digali selama masa kuliah.
Sebenarnya Nola tidak mau tampil berlebihan hari ini, tetapi selepas subuh Moira dan Yara sudah bertandang ke rumah. Mereka memanggil tukang rias.
Nola yang belum bangun itu bergegas mandi karena merasa tidak enak dengan tukang rias yang sudah membuka koper peralatan rias di atas meja.
Selama menunggu Nola mandi, Yara maju terlebih dahulu. Meminta riasan yang membuat orang pangling.
"Mau ke wisuda atau mau jadi pengantin?" protes Moira.
"Yang penting cantik," protes Yara balik seraya menjulurkan lidah.
Moira enggan menanggapi adik Kavi itu, ia lebih memilih untuk berpakaian. Mengenakan kebaya yang dijahit bersama-sama Nola dan Yara.
Selesai mandi, Nola berpakaian sambil memerhatikan Yara yang tengah dirias. Mendapat bisikkan dari Moira yang sengaja mengeraskan sedikit suaranya, "Mau ke kondangan."
Mendengarnya, Yara cepat-cepat mendumel. Melempari Moira dengan jepit rambut Nola yang berada di atas meja rias.
Selesai Yara, disusul Moira, lalu Nola. Mereka bertiga pun sudah cantik paripurna. Di depan cermin rias, Nola memandangi pantulan dirinya yang tampak elegan dibalut kebaya hitam brokat lengan panjang, dengan model payung mekar yang menutup bokong. Sedang untuk bawahannya, Nola hanya melilit kain jarik yang diambilnya dari lemari mama.
Senyum yang merekah membuat Moira dan Yara ikut tersenyum. Mereka yang juga mengenakan kebaya berwarna hitam dan kain jarik milik bunda itu berswafoto sebelum berangkat ke salah satu hotel bintang lima tempat wisuda berlangsung.
Kedatangan Tory membuat mereka lebih leluasa untuk berpose. Mulai dari kamar hingga ke teras. Seperti tidak pernah mati gaya. Setelah puas membuat memori gawai Tory menjerit, mereka sarapan sereal coklat yang disiram susu vanila. Di dapur, Moira menyeduh susu strawberry yang sengaja dibawanya dari rumah.
"Jangan kebanyakan makan coklat, nanti pas naik podium gak bisa berhenti ngoceh," ucap Moira sebelum mendapat protes dari Nola.
Nola tertawa, membayangkan perkataan Moira. Lantas mempraktikkan ocehan omong kosong yang tidak mungkin berani dilontarkannya di atas podium.
Tory dan Yara yang sedang menikmati sereal tersedak melihat tingkah Nola yang berdiri sambil mengoceh itu. Mereka bergantian meneguk air mineral dari gelas yang sama.
Tepat pukul tujuh, mereka berangkat. Di perjalanan, Tory yang mengendarai mobil Moira itu tidak bisa untuk berhenti melirik Nola. Ia iri dengan sahabatnya yang berhasil wisuda lebih dulu dari dirinya.
"Cuma beda tiga bulan, Tor," kilah Nola cepat begitu mendengar perasaan iri itu.
"Tiga bulan berasa tiga tahun, ya, Tor," tambah Yara.
Yara yang belum tahu lika-liku dunia perkuliahan itu tertawa seorang diri di dalam mobil.
Menunggu tiga bulan lagi bagi Tory bukan hanya sekadar menunggu. Melainkan ada banyak revisi yang harus dikejar agar mendapat jadwal maju sidang.
"Tar, Tor, Tar, Tor. Sama Nola, kamu panggilnya kakak. Sama Moira, juga kamu panggil kakak. Kenapa giliranku malah Tar, Tor, Tar Tor?" protes Tory.
Nola dan Moira kompak tertawa. Sedang Yara mengaku lebih nyaman memanggilnya seperti itu. Dan membuat Tory dengan tingkat kepercayaan diri maksimal, meminta Yara untuk memanggilnya dengan sebutan sayang sekalian.
"Hiiihhhh! Mau banget. Semua di mauin!" toyor Nola.
Tidak lama, mereka tiba di hotel. Langsung menuju ballroom. Nola duduk di bangku wisudawan. Memakai jubah, slaber, dan toga. Untuk angkatannya hanya beberapa orang saja yang wisuda pada gelombang pertama. Tidak heran jika jurusan Manajemen Kuliner menjadi jurusan yang sedikit wisudawannya pada hari ini.
Acara dimulai, hingga tiba saatnya Nola naik ke podium memberikan sepatah dua patah kata. Sebagai mahasiswi dengan predikat cumlaude, langkah Nola diiringi tepuk tangan yang meriah.
Gadis itu hanya mampu mengutarakan beberapa kalimat. Menyudahinya ketika melihat sosok papa yang tengah duduk di antara ratusan tamu VIP. Senyum yang merekah, tulus dan bangga itu membuat hati Nola berkeriut.
Menuruni tangga podium dengan tergesa-gesa. Duduk kembali ke kursi dan kesulitan menghapus air mata karena lupa menyelipkan tisu dalam tas.
Tiba-tiba Kavi memberikan tisu dari arah belakang. Nola mengambil setelah menoleh. Berusaha menghapus cepat air mata tanpa khawatir riasan yang bakal ikut terhapus. Namun, dosen itu mencegahnya lebih dulu.
Menarik tangan Nola yang belum sempat menyentuh ujung mata. Kavi berjongkok di hadapan, melap air mata gadis itu dengan perlahan.
Sebuah kata sabar yang lahir dari mulut Kavi malah membuat tangisan Nola pecah. Gadis itu tertunduk, bahunya berguncang hebat. Kavi sedikit bangkit untuk meraihnya dalam pelukan. Mengusap punggung Nola yang diselimuti jubah wisuda.
"Aku minta maaf," bisik Kavi.
Laki-laki yang terpaksa menyembunyikan banyak hal tentang papa dari Nola itu merasa sangat bersalah. Namun, permintaan papa pun tidak bisa ditolak. Begitu juga dengan Yara yang mengetahui semuanya dari cerita Kavi.
Mereka harus bahagia di hari-hari terakhir, begitulah usul Yara saat itu. Hampir setiap malam Yara menangis karena terpaksa ikut menutupi permohonan papa dari Nola.
Panggilan kepada wisudawan untuk proses pemindahan tali toga dari kiri ke kanan, membuat tangisan Nola perlahan mereda. Dimulai dari jurusan Ekonomi, Manajemen Kuliner, dan terakhir TI.
Sembari menunggu namanya dipanggil, Nola menyeka pelan air mata hingga mengering sempurna. Kavi masih berjongkok, menguatkan dan berusaha menyuntikkan semangat.
Gawai di dalam tas bergetar. Nola segera memeriksa. Rupanya sederet chat dari Tory, Moira, Yara, dan bunda yang ikut memberi semangat. Nola segera menoleh ke tempat mereka duduk, melempar senyum dan mendapat senyuman balik.
Tidak ada yang bisa kutahan. Air mata saja, bisa terjun bebas. Padahal berasal dari mataku. Apalagi jiwa seseorang yang sudah saatnya kembali.
Seketika itu juga ingatan beberapa hari yang lalu menguar bagaikan aroma mawar di pagi hari. Tidak bisa dihindari untuk disesap.
"Nola, kamu bisa ikut bunda. Tinggal sama bunda dan Tory. Mau, ya?"
"Nola, aku senang kalau kamu mau tinggal di rumahku. Aku jadi gak kesepian di rumah," timpal Moira.
"Nola, saya enggak bisa menawarkan apa-apa. Tapi kalau kamu mau, kita bisa menikah." Ucapan Kavi saat itu membuat semua menyorot wajahnya.
Kavi bergegas naik ke podium begitu nama mahasiswa jurusan Manajemen Kuliner mulai dipanggil.
Tiba giliran Nola, ia berdiri mantap sebelum melangkah. Tepukan tangan yang meriah sekali lagi mengantarkan Nola naik ke podium. Predikat cumlaude yang dikantongi, membuat pihak hotel tempat KKN ingin Nola bekerja di sana.
Selaku ketua jurusan, Kavi menyematkan kalung medali di leher Nola. Berjabat tangan sambil mengulum senyum masing-masing. Berlanjut ke hadapan pak Thomas, tali toga dipindahkan dari kiri ke kanan.
Begitu turun podium, tepat di anak tangga yang terakhir, Benny menyambut. Laki-laki yang menghilang bak ditelan bumi itu tiba-tiba hadir saat wisuda. Ia tidak mengenakan jubah. Karena mengaku wisudanya akan berlangsung akhir tahun, alias gelombang ketiga atau gelombang terakhir.
Buket bunga berukuran jumbo diberikan untuk Nola. Sepucuk surat yang tertempel di depannya, membuat Nola penasaran dan segera membacanya.
"Selamat wisuda Nola. Maaf aku gak bisa saingan sama dosen, a.k.a Kavi."
Nola tersenyum geli begitu selesai membaca. Benny pun ikut tertawa. Lalu laki-laki itu pamit, "Senang bisa kenal kamu. Bye."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]
Teen FictionBlurb: Kata Tory, Nola, sahabatnya si paling "gak enakkan" itu memiliki "dosa" di kampus Garuda Nusantara. Benarkah itu? Apa sebenarnya yang Nola rasakan akan kehadiran "si dosa"? ========================= Dimulai: 1 September 2022 Tamat: 30 Novemb...