Setelah sehari izin tidak hadir karena sakit, hari ini Nola kembali hadir. Penampilannya boleh saja dibilang oke, riasan tipis yang pas dengan baju kaos ketat yang disembunyikan di balik jaket jin, dipadukan dengan celana jin panjang dan sepatu kets. Namun, aura gadis itu tidak lagi berbinar.
Ia memojok bersama tumpukan buku di perpustakaan. Laptop di hadapannya sudah tidak di-off kan sejak semalam.
"Jadi, kemarin bukan sakit? Tapi kerjakan tugas kakak tingkat lagi?"
Sontak membuat Nola menutup laptop dan enggan berbalik, sebab suaranya tidak asing di telinga. Wajah yang kusut berubah menjadi masam. Menggigit bibir bawah serta kedua mata terpejam dan semakin erat berpegangan pada laptop.
"Bukan urusan Anda," ketus Nola setelah menarik napas dalam-dalam.
"Oh, jelas urusan saya. Kamu mahasiswa saya, saya dosen kamu. Kalau kamu ada tugas, itu hanya dari saya, karena saya dosen kamu," sahut Kavi tak kalah sengit.
Nola sedang malas berdebat, ia memilih untuk menjauh. Menyimpan laptop ke dalam tas, lalu mengangkut tumpukan buku, meninggalkan Kavi. Dosen itu pun terlalu sungkan untuk mengejar, selain karena banyaknya sepasang mata yang memerhatikan di balik buku, ia juga harus segera kembali mengajar ke kelas.
Dengan susah payah Nola berjalan menuju taman. Untung saja ketika di lift, ia bertemu Tory. Dengan cekatan sahabatnya itu langsung membawakan semua buku yang sedari tadi membebani tangan Nola.
"La, kenapa sih enggak nolak aja?" Lagi-lagi Tory mempertanyakan hal yang belum Nola temukan jawabannya hingga sekarang.
"Karena kamu si manusia paling baik hati dan bermanfaat?" ucap Tory yang berbarengan persis seperti apa yang sedang Nola ucapkan dengan tatapan lurus.
"La, kamu harus bisa bedakan. Baik hati sih baik hati. Tapi kalau kamu begini, namanya dimanfaatkan. Kamu jadi orang gak enakkan banget sih, La, La, tunggu, La," lanjut Tory yang begitu keluar lift, tertinggal jauh di belakang Nola.
Setibanya di taman, Nola memandang buku-buku yang berhamburan di atas hamparan rumput. Perkataan Tory tadi seakan baru bisa menembus akal pikiran yang selama ini terkunci dan kuncinya lenyap.
Tiba-tiba ada seorang perempuan yang mengganggu per gelutan batin antara akal dan hati Nola. Ia datang menagih tugas seperti seseorang yang menagih utang. Melihat Nola yang diancam-ancam, Tory tidak bisa diam.
Ia memarahi perempuan itu sekaligus mengusirnya. Nola tersentak melihat Tory yang marah luar biasa. Tory yang dikenalnya adalah sosok laki-laki yang tidak pernah terlihat berapi-api.
"Cukup, La. Please! Ancaman macam apa tadi, ha? Di bully? Gak bakal punya teman kalau gak kerjakan tugas mereka semua? Hei! Buat apa punya teman banyak-banyak? Apalagi kaya mereka, racun semua! Apa aku kurang buatmu, La?"
Nola terdiam memeluk lutut. Ketika air mata yang sudah menggenang di pelupuk itu luruh, ia menyembunyikan wajah dibalik paha. Tory mendekat, mengelus bahu seraya meminta maaf atas cara penyampaiannya.
Laki-laki itu tidak tahu harus dengan cara apa lagi memberitahu Nola. Baru kali ini Nola menangis mendengar nasihat Tory. Padahal selama bertahun-tahun, ia selalu tertawa ketika mendengar Tory "ceramah".
Bagaimana seandainya seisi kampus menjauhi? Bagaimana jika setiap hari di bully? Ke mana harus bersembunyi jika tidak sedang dengan Tory?
Nola sibuk dengan pikirannya sendiri. Tidak hirau dengan permintaan maaf dari Tory. Wajahnya sembab seketika. Tory menghapuskan jejak air mata di pipi ketika Nola tidak lagi menyembunyikan wajahnya.
Bukan ingin menambah air mata, Tory hanya ingin Nola sadar. Bahwa tidak semuanya harus dibantu, yang paling berhak mendapatkan bantuan ialah diri sendiri.
Terpaksa Tory mengatakan mengenai surat kaleng yang berdatangan beberapa hari yang lalu. Jantung Nola langsung berdegup kencang, tidak berirama. Sungguh sukar dipercaya.
"Aku harus jauhi Kavi," ucap Nola pelan disela isak tangis.
Sebenarnya Tory ingin menyangkal, hanya saja saat ini bukan saat yang tepat bagi Nola menerima sangkalan. Gadis itu hanya butuh tempat di mana semua yang perkataannya saat ini mendapat persetujuan. Dan Tory mewujudkannya.
***
"Maaf, tugas saya sudah banyak," ucap Nola menolak diska lepas dari Kavi.
Diska lepas tersebut berisi tugas yang dikhususkan Kavi untuk Nola. Sebab Nola meninggalkan kelasnya kemarin. Ya, sebenarnya bukan meninggalkan, melainkan izin karena harus menemani papa cuci darah. Namun, tetap saja Kavi tidak ikhlas.
Gadis itu menyambar tas, lalu pergi menjauh. Seporsi roti bakar yang baru mendarat di meja, tidak jadi dimakannya. Begitu juga dengan segelas es jeruk.
Tory yang baru menggigit siomay, buru-buru menelan sambil meminum es jeruk. Kemudian langsung berlari menyusul Nola.
Sementara Kavi berdiri mematung. Belum pernah tugasnya ditolak mahasiswa. Apalagi yang menolak itu seorang Nola.
"Nola! Tunggu!" teriak Tory begitu melihat Nola di tengah taman.
Gadis yang masih meneruskan langkah itu akhirnya bisa tersusul. Sambil menunduk memegang lutut, Tory memegang tangan Nola dengan kuat. Napasnya yang tersengal menciptakan jeda beberapa detik.
"Kamu barusan ngapain?" tanya Tory tak percaya.
"Menolak lah! Kamu pikir aku ngapain? Ngerjain tugas?" ketus Nola.
"Heh?"
Tory menarik Nola melangkah ke salah satu bangku taman. Ia merasa harus mendengarkan alasan Nola menolak tugas dari dosen. Lebih-lebih dosen itu adalah Kavi. Si dosen aneh dengan sederet tugasnya yang aneh-aneh.
Semalam suntuk Nola berpikir, menimbang dan mencoba mempelajari apa yang menjadikan hidupnya begitu terasa susah? Hal apa yang menariknya begitu kuat hingga seperti hidup dalam rubanah.
Hingga ia mendapati jawaban berdasarkan perkataan Tory selama ini. Dan menghasilkan sikapnya yang sekarang, berani menolak.
"Oke, kamu berhasil menolak. Tapi bukan menolak tugas, La," kata Tory yang geregetan.
Nola menoleh, melihat wajah Tory dengan saksama tanpa berkedip.
"Gak ngerti deh aku sama kamu." Ucapan Nola menghantui isi kepala Tory.
Gadis itu kembali melangkah entah ke mana, sementara Tory masih duduk di bangku taman. Mengacak-acak rambutnya sendiri seraya berteriak dalam hati. Jika kursi taman terbuat dari cokelat, mungkin sudah habis sejak tadi.
"Ajarin temennya yang bener," kata Kavi yang mengambil tempat di sisi Tory.
Sontak membuat Tory langsung berdiri, cengengesan dengan gayanya yang khas. Ia tidak membenarkan perkataan Kavi. Dan kembali duduk seperti semula setelah diminta.
Baru saja Kavi hendak bertanya lebih jauh, terlihat Moira berjalan di tengah-tengah taman bersama teman-temannya. Dan Tory lebih dulu bertanya tentang Moira kepada Kavi.
Terlihat dari tempat duduk, Moira sengaja membuang tatap ketika tahu ada Kavi di salah satu bangku taman.
Dengan santai Kavi menoleh, meninggalkan senyum seraya menepuk bahu Tory sebelum berdiri kemudian melangkah menjauh.
Bahkan saat berselisih pun, Moira tidak lagi menggebu. Tory merasa inilah saatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]
Teen FictionBlurb: Kata Tory, Nola, sahabatnya si paling "gak enakkan" itu memiliki "dosa" di kampus Garuda Nusantara. Benarkah itu? Apa sebenarnya yang Nola rasakan akan kehadiran "si dosa"? ========================= Dimulai: 1 September 2022 Tamat: 30 Novemb...