Bab 12

195 29 0
                                    

Nola tiba di supermarket setelah papa sadar dari pingsan. Tanpa sadar mulutnya lancar mengomeli papa yang sudah diberitahu untuk di rumah saja.

"Maklum, cewek," ucap sang papa kepada beberapa karyawan yang baik hati sudah memperbolehkan papa istirahat sebentar di musala supermarket. "Posesif," lanjut papa berbisik.

Karyawan-karyawan itu hanya menyumbang senyum tanpa berani bersuara. Setelah itu mereka sepakat untuk memberi ruang untuk papa dan Nola.

Begitu papa menoleh ke Nola, rupanya gadis itu sedang manyun. Mengundang tawa papa yang renyah. Setelah menandaskan sebotol air mineral, dengan digandeng Nola, mereka berjalan menuju pintu keluar. Tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada karyawan yang sudah membantu.

Ojek mobil yang membawa Nola ke supermarket masih setia menunggu di area parkir. Begitu melihat gadis yang wajahnya tidak sekuyu ketika berangkat tadi, pak sopir bergegas membuka pintu mobil. Papa dan Nola dipersilakan masuk layaknya majikan.

"Sopir ojek mobil, Pak?" tanya papa begitu mereka keluar area supermarket.

Pak sopir mengangguk seraya tertawa seadanya.

"Saya pikir pacar anak saya," lanjut papa yang mampu menegaskan tawa sang sopir.

Nola mencubit pinggang papa. Lalu lanjut mengomel. Ia tidak bisa membayangkan jika harus kehilangan papa. Sakit memanglah cobaan bagi manusia, tetapi mencoba untuk tetap berpikir positif rasanya mustahil.

Setelah membayar lima puluh ribu rupiah, Nola dan papa tiba di rumah. Bangunan dominasi cat putih bersih dengan sentuhan berwarna gelap di bagian kusennya itu tampak gagah berdiri dengan ditopang dua tiang di masing-masing sisinya.

Namun, tidak segagah hati penghuninya. Yang masih sama-sama menyimpan duka dalam setiap embusan napas. Yang masih sama-sama menguraikan air mata hanya kepada malam yang dingin. Membiarkan kenangan itu muncul sebelum terlelap, lalu memeluknya erat membawa ke alam mimpi.

Terkadang manusia berpikir takdir menjadi kejam bila sedang ditimpa kerinduan, dan menjadi baik bila sedang ditimpa kebahagiaan. Setidaknya, begitulah anggapan Nola yang kerap merasa disiksa akan perasaan rindu.

***

"Papa kamu?" tanya Kavi sebelum Nola mengutarakan alasannya.

Gadis itu hanya mengangguk. Ia paham kesalahannya. Tidak semestinya kabur begitu saja saat ujian tengah berlangsung kemarin. Meski terkesan main-main, tetapi begitulah Kavi. Sesuka hatinya membuat menu yang harus dipraktikkan mahasiswanya. Apalagi adegan makan bersama setelah praktik, jelas itu tidak ada dalam pedoman jurusan.

Namun, meski begitu, Kavi telah menyelamatkannya dari ujian praktikum. Yang mana syarat pertama untuk bisa mengikuti ujian adalah menyelesaikan administrasi. Sedangkan Nola, ia baru saja menyelesaikannya hari ini.

Tidak tega sebenarnya melihat papa menggadaikan arlojinya demi uang praktikum, tetapi apa boleh buat. Keuangan kafe sedang tidak stabil sebab beberapa jenis makanan harus disimpan sampai sang juru masak yang memasaknya sendiri.

Apalagi mengingat papa yang pingsan di supermarket sepulang dari menggadai salah satu arlojinya itu, semakin membuat Nola merasa bersalah.

"Tolong bawa sini HP kamu." Meski bingung, tetapi Nola tetap menyerahkan gawai kepada Kavi yang duduk di kursi kerja.

Nola duduk dengan kaki yang bergoyang-goyang, jemarinya bertaut saling meremas. Beberapa detik kemudian, gawai kembali ke tangannya, menampilkan nomor Kavi yang disimpan dengan nama lengkap, Kavi Karan.

Entah harus tersenyum atau marah, Nola menyimpan kembali gawai itu dan mengucapkan kata maaf. Hanya kata maaf, tanpa ada lagi kata yang mengikuti di belakangnya.

Air mata telah menjelaskan semuanya. Meski sangat aneh rasanya bagi Kavi. Dosen itu segera berlari ke ruang sebelah, dan kembali dengan membawa sebungkus tisu.

"Saya, saya gak marah, Nola. Saya -" Tiba-tiba ia kehabisan kata-kata.

Melihat Nola sibuk dengan tisu dan air mata. Sesekali terdengar suara ingus yang dibuang ke tisu, Kavi bergidik. Namun, malah mendekat dan mengusap pundak Nola.

Kavi menunggu hingga sepuluh menit berlalu. Gadis yang merasa sedikit lega itu kembali mengucapkan kata maaf. Kavi langsung mengizinkan Nola meninggalkan ruangan. Bukan tidak ingin mendengar kata maaf yang akan semakin banyak jika semakin lama membiarkannya di ruangan ini, tetapi berharap Nola bertemu Tory, tempat ternyamannya.

Dan benar saja, begitu menemui Tory di taman kampus, Nola langsung membahas segala rupa bentuk perasaan yang kemarin dan hari ini. Sayangnya hari ini Tory sedang tidak fokus, sebab harus menyelesaikan beberapa tugas yang semakin menumpuk.

Ingin berkecil hati, tetapi melihat sahabatnya sedang mempertaruhkan A dan E di depan mata, maka Nola segera menawarkan diri untuk membantu. Ah, bukan menawarkan diri lagi, karena ia sudah merebut laptop Tory ke pangkuan, memahami soal dan siap sedia mencari jawaban di Google.

Enggan menolak karena sesungguhnya sahabat yang pintar termasuk salah satu rezeki, dan rezeki tidak boleh ditolak, Tory pun memilih untuk mengerjakan tugas yang lain.

Dalam keheningan mereka yang diselimuti suara embusan angin dan pohon-pohon yang saling tertawa digelitik angin, Tory mengatakan tentang Moira yang membuat geger satu kampus.

Perempuan itu mengaku di dorong Nola hingga terguling di tangga, menyebabkan persendian kakinya mengalami cedera. Nola terkesiap mendengarnya. Demi meyakinkan, ia meminta Tory mengulang kalimatnya lagi seraya mengikat seluruh rambut. Jaga-jaga, mungkin saja ada beberapa kata yang tadi tidak terdengar karena deburan angin yang menyapa rambut tergerainya.

Sayangnya, setelah memasang pendengaran dengan saksama, semua ucapan Tory tidak berubah.

"Gimana sih ceritanya? Kok kamu bisa dorong dia?"

Nola membuang napas kasar. Antara ingin dan tidak untuk menceritakan ulang kejadian yang baru saja dicurahkannya semalam. Tory mengubah posisinya, menjadi bersila seraya menopang dagunya dengan tangan yang bertumpu di paha.

Gadis itu mengalah. Ia kembali menguraikan persis seperti yang dialami. Tory ber-oh ria, menyamakan isu yang beredar dengan pengakuan sang pelaku dalam kepalanya. Tentu saja ia lebih percaya sahabatnya.

Namun, tidak bisa berbuat banyak. Karena pada nyatanya, massa Moira lebih banyak dan lebih mudah dipengaruhi. Menurut kabar miring, Nola semakin dibenci kalangan mahasiswi yang mengaku diri mereka adalah fans Kavi garis keras. Lengkaplah sudah penderitaan.

"Boleh dipikirkan nanti aja gak? Tugasku belum selesai nih," pinta Tory.

Nola kembali fokus ke laptop di pangkuannya. Meski tidak mengerti apa-apa tentang seputar TI, tetapi ia berusaha untuk menyelesaikan.


Sekitar satu jam kemudian, akhirnya seluruh tugas selesai. Tory buru-buru menuju kelas karena memang sudah waktunya masuk. Tersisa Nola di taman bersama hangatnya matahari pukul tiga.

Ia mengeluarkan laptop dan mulai mengerjakan tugas, sembari menunggu Tory selama satu jam, cukuplah untuk menyelesaikan beberapa tugasnya dan teman-teman yang harus diserahkan malam ini melalui surel.

Gadis itu memulai dari tugas temannya yang chat WA-nya berada paling bawah alias paling pertama. Berlanjut ke atas hingga habis. Setelah itu barulah ia mengerjakan tugasnya sendiri.









Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang