Tujuhbelas

1.9K 94 5
                                    


Tiga hari sudah bunda Nadine mendiamkan caca dan deva, caca tak tau harus berbuat apalagi sekarang. Semua cara sudah caca coba untuk coba bicara dengan sang bunda, tapi sang bunda selalu saja menghindar darinya.

"Yang "

"Iya mas, kenapa ? "

"Kamu yang kenapa "

"Aku yang kenapa ? Aku baik baik aja kok "

"Kita udah kenal lama yang, ya walaupun kita baru sebentar tinggal bareng. Mas bisa merasa kan kalau kamu sedang tidak baik baik aja, ada yang sedang kamu pikirkan pasti "

Terdengar caca menghela nafasnya pelan,

"Bukannya dalam rumah tangga kita harus selalu berbagi ya, begitu sekarang. Kalau ada yang sedang mengganggu pikiran kamu, cerita sama mas yang. Siapa tau mas bisa bantu kamu"

Caca menggeser duduknya, menghadap suami nya "masih soal bunda, aku bener bener udah kehabisan akal untuk mengajak bunda bicara. Bunda selalu menghindar dari aku mas " balas caca, matanya berkaca kaca. Terlihat wajah kesedihan disana.

Deva yang sangat paham dengan apa yang dirasakan istrinya pun, dengan cepat merengkuh tubuh istrinya ke pelukannya. Siapa tau itu bisa sedikit menengkan "seperti kata kamu, bunda sedang butuh waktu jadi kamu sabar ya. Nanti mas akan coba bicara sama bunda juga " ucap deva mengelus punggung istrinya menengkan, air mata caca pun lolos di pipi mulusnya.

"Kamu tengan aja, gak usah takut ya. Kalau memang bunda gak izinin kamu untuk pindah ke Bandung, nanti aku akan coba membicara kan ini lagi sama papa, siapa tau orang lain yang menggantikan posisiku" kata deva saat melepas pelukannya, melihat sang istri sudah menangis.

"Emang bisa ya ? " tanya caca, tangisnya sudah reda.

"Yah gak bisa sih, tapi nanti coba mas ngomong sama papa. Nyari jalan keluar yang terbaik "

"Makasih ya mas "

Deva mengangguk, membawa tubuh caca kembali ke dalam pelukannya. Mengecup pucuk kepala caca berkali kali, dengan nyamannya caca mengendurkan kepalnya di dada bidang deva.

"Mau makan nggak mas ? " tanya caca, kini keduanya sedang asik bergelayut mesra di atas ranjang.

"Kamu ? " tanya deva balik, kebiasaan emang.

"Kebiasaan deh, ini udah siang mas. Kita kan belum makan "

"Yaudah, kamu mau makan ? "

Caca mengangguk "iya, aku mau makan ayam bakar madu yang di depan pengkolan. Tapi males perginya, mana gak bisa gofood lagi "

"Kamu beneran mau ? "

Caca mengangguk dengan cepat,

"Kalau emang mau, mas beliin. Kamu tunggu dirumah aja, biar mas yang pergi ya "

"Beneran mas mau beliin ? "

"Iya, masa mas bohong sih " balas deva, bangkit dari ranjang mengambil ponsel dan dompetnya di atas nakas "mas pergi dulu ya, ayam bakar madu aja kan ? " tanya deva saat akan pergi, memastikan.

"Sekalian pisang crispy yang di sebelahnya boleh nggak mas ? " entah kenapa rasanya caca tiba tiba menginginkan itu.

"Boleh, mau rasa apa ? "

"Tiramisu coklat, topping nya keju ya "

Deva mengangguk, ia bergegas pergi untuk membeli keinginan istrinya. Saat baru saja ia akan keluar rumah, bebarengan dengan bunda Nadine yang baru saja kembali dari luar.

"Deva mau beli ayam bakar madu buat caca, bunda mau nggak ? " tanya deva.

"Bunda udah masak banyak loh, dan kalian mau beli di luar ? " tanya bunda Nadine balik, dengan nada masih sedikit ngegas.

Takdirku Bersamamu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang