Enampuluh

1.7K 104 9
                                    




Setelah menjemput elea dari sekolahnya, kini caca rara beserta anak anak mereka sedang menikmati mie ayam di daerah Senopati.

"Keknya kita harus lanjutin obrolan yang tadi deh ca" ajak rara, saat mereka sudah selesai menikmati semangkok mie ayamnya.

"Ada anak anak ra, dan aira tuh walaupun masih piyik dia paham dengan kejadian yang terjadi di sekitarnya"

"Mereka lagi asik gambar, gak bakal denger kok" kekeuh rara.

"Yaudah deh, gimana ?"

"Kok lu nanya ke gue gimana sih, ya lu yang gimana ?"

Caca mengedikan bahunya, entahlah iapun tak tau harus berbuat apa sekarang. Yang pasti, saat ini hatinya lagi beusaha berdamai dengan kejadian kemarin pagi.

"Yah gue pun binggung sih ca, yang bisa gue tangkap dari kejadian ini. Suami lu tuh gak bisa kontrol emosinya, yah gara gara sikaf cemburu nya sama lu. Yah kejadian suami lu bentak lu kan, saat hubungan kalian sedang tak baik baik saja. Pada akhirnya suami lu gak bisa mengontrol emosi dan kata katanya dengan baik, sampai sampai tanpa sadar menyakiti elu"

"Emang ngefek ?"

"Yah ngefek lah ca, kadang Kecemburuan itu kalau didiem gak baik. Akan berakibat fatal dan melebar kemana mana nantinya, seperti yang terjadi sama lu sekarang. Suami lu lagi mode cemburu sama lu, eh lu lalai sama anak lu, yah otomatis emosinya meledak ledak, sampai sampai ia tak bisa mengontrol kata kat yang keluar dari mulutnya"

"Terus gue harus gimana sekarang ?"

"Suami lu udah minta maaf dan menyesali perbuatannya sama lu belum ?"

"Udah"

"Yah berarti sekarang masalahnya ada di elu"

"Kok di gue sih ? Kan suami gue yang bentak bentak gue"

"Suami lu bilang ke gue dia nyesel berbuat itu ke elu, dan diapun sudah minta maaf dan menyesali perbuatannya kan, itu artinya saat dia marah marah dan bentak lu tuh emosinya memang sedang tak baik baik saja, akhirnya dia gak bisa kontrol ucapannya ke elu"

Terdengar caca menghela nafasnya, sedikit banyak apa yang dikatakan Rarab barusan benar adanya. Apalagi kajadian itu terjadi saat hubungan keduanya sedang tak baik baik saja.

"Saran gue sih lu harus bisa berdamai dengan diri dan hati lu, anggap aja itu sebagai ujian dalam rumah tangga kalian. Agar ikatan cinta kalian semakin kuat dan kokoh"

"Terus gue harus gimana sekarang ?"

"Kalau emang lu masih butuh waktu untuk berdamai dengan diri dan hati lu, yah kalau bisa lu jangan terlibat obrolan dulu dengan deva. Karna nanti kalian pasti akan cekcok kembali, dan memperkeruh suasana. Soalnya kan hati lu belum benar benar bisa menerima semua ini dengan baik"

"Dan kalau lu sudah bisa berdamai serta menerima semua yang sudah terjadi, obrolin semuanya baik baik dengan suami lu, dengan kepala dingin dan jangan pake emosi. Inget aira dan anak yang di kandungan lu, yah kalau mereka masih sangat mebutuhkan sosok ayah dan bundanya"

Terdengar caca kembali menghela nafasnya, setidaknya saat ini hatinya sedikit tenang. Ia harus memikirkan ini semua dengan matang matang, agar masalahnya tak semakin runyam "makasih ya ra, sarannya. Dan makasih juga karna lu selalu ada buat lu"

Rara tersenyum, mengangguk.



Selesai makan mie ayam, mereka sengaja jalan jalan menyusuri pinggir pertokoan. Guna menikmati suasana sore kota Jakarta, yang terlihat sudah mulai padat oleh kendaraan yang berlalu lalang.

"Ila Chat gue, katanya gak ngajak ngajak. Eh giliran gue bilang nyusul, seribu alasan deh"

"Kebiasaan, selalu begitu. Padahal tuh dua bocah di rumah pake babysister" balas caca, ya bu ila istrinya bapak rian itu orang yang amat sangat sibuk dengan dirinya sendiri.

Takdirku Bersamamu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang