Tujuhpuluh tiga

1.6K 95 6
                                    






Baru saja nak bayi memejamkan matanya, setelah ia puas menyusu. Eh teriakan sang kakak yang baru saja sampai, menggema. Sontak, berhasil membangunkan tidur nak bayi.

Nak bayi menggeliat, menangis. Dengan cepat deva meraihnya tubuh munggil sang anak ke dalam gendongan, guna menengkan.

"Stttt... sayang. Bobo ya, ini ayah nak" ucap deva, menimang anaknya.

"Yayah, lagi napain ?" Tanya aira.

"Lagi nimang adik bayi, aira nya jangan teriak teriak ya. Adik bayinya kaget"

"Ara na mau timang yayah juga" pintanya, merentangkan kedua tanganya.

Nak bayi sudah tenang di gendongan deva, tapi terlihat belum memejamkan matanya kembali.

Caca terdengar menghela nafasnya, menggelengkan kepala. Melihat tingkah sang anak, tadi teriak teriak eh sekarang ingin ditimang.

"Ayahnya lagi nimang adik bayi dulu, kalau adik bayinya sudah tidur baru gantian kakak ya. Yang ayah timang"

"Nonono, ara na mau timang yayah tarang" pintanya, merengek.

"Sama keyah aja ya timangnya, kan ayah lagi gendong dedek bayi" tawar ayah Rifky.

Aira menggeleng cepat, terduduk di atas lantai meronta ronta menangis. Baru juga jadi kakak, eh udah drama.

"Sama nenda ya, nenda timang timang sambil pukpuk mau nggak ?" Tawar bunda, merayu.

Aira kembali menggeleng, tangisnya semakin pecah. Sampai sampai nak bayi di gendongan deva kaget, ikut menangis.

"Sini bayinya dev, biar dia sama bunda. Kamu urusin aira dulu" pinta bunda, meraih nak bayi dari gendongan sang ayah.

Caca hanya diam, terdengar caca beberapa kali menghela nafasnya.

Deva berjongkok di hadapan aira "kalau mau sama ayah berhenti dulu nangisnya, kalau gak berhenti gak usah sama ayah"

Aira mengangguk, tangisnya mereda dalam seketika. Dengan cepat, aira menghapus air mata yang lolos di pipi gembulnya.

Deva meraih tubuh gembul aira ke dalam gendongannya,

Nak bayi pun sudah tenang kembali di dalam gendongan nenda nya.

Deva membawa aira duduk di kursi samping ranjang sang bunda,

"Bunda, caca mau gendong adik dulu" pinta caca.

Bunda nadine menurut, ia menyerahkan nak bayi ke pangkuan bundanya.

"Aira tau nggak ini siapa ?" Tanya caca, tak kala nak bayi sudah berada di pangkuannya.

"Dik bayi"

"Adiknya siapa ?"

Aira mengedikan bahunya,

"Ini adik kecil ini adiknya aira, katanya aira mau cepat cepat ada adik bayi. Sekarang, adik bayinya sudah hadir nak"

"Dik bayi pelut nda ?"

Caca mengangguk,

"Ara na tarang jadi kaka ?"

Caca kembali mengangguk "kalau jadi kakak, aira harus jadi kakak yang baik buat adiknya. Gak boleh kaya tadi, masa nangis kaya gitu sih"

"Ara na kan mau timang yayah"

"Boleh timang ayah, tapi kalau ayahnya lagi timang adik. Aira nya ngalah ya, kan aira sudah besar. Jadi aira harus shering sama adiknya" jelas caca.

Aira mengangguk,

Deva, ayah Rifky, dan bunda Nadine hanya memperhatikan perbincangan caca dan aira. Ketiganya tak berniat menimpal, takut takut aira akan merasa tersingkirkan.

Takdirku Bersamamu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang