68 - Tentangnya

260 31 8
                                    

Di malam yang sama, bintang dan bulan muncul menghiasi langit, seolah menjadi saksi bisu di antara dua remaja yang saling menjalin kasih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di malam yang sama, bintang dan bulan muncul menghiasi langit, seolah menjadi saksi bisu di antara dua remaja yang saling menjalin kasih. Gemerlap yang terpancar dari benda-benda angkasa tampak begitu memukau, sehingga sepasang kekasih itu dibuat hanyut dalam keindahannya.

Kini, sudah larut malam. Evan pun memutuskan hendak pulang ke rumah, setelah menghabiskan waktu yang cukup panjang dengan Kalara. Senyum Evan tidak pernah pudar saat bersama gadis itu. Setiap saat yang mereka habiskan, sangat-sangat berarti baginya.

Evan sudah berdiri di depan pintu. Senyumnya masih mengembang sempurna. Ada binar di matanya ketika menatap sang kekasih, sementara tangannya beralih mengelus kepala gadis itu. Ia lantas berpamitan, "Kal, gue pulang dulu."

Wajah Kalara yang sempat berseri-seri tadi, malah berubah murung. Susah baginya membiarkan Evan pulang, sebab kebersamaan yang mereka habiskan rasanya sangat cepat. Seolah terdistorsi oleh aliran waktu. Sehingga mereka yang terkungkung di dalamnya, kini secara paksa dibuat kembali pada kenyataan.

Evan menerawang wajah Kalara, merasa sedikit aneh dengannya yang sedari tadi bergeming. "Kal, emang nggak kangen kalau gue pulang?" 

"Aku kangenlah, Evan," jawab jujur Kalara tanpa merasa malu. Tatapan keduanya kini bertubrukan. Netra gadis itu tampak sendu, tetapi secara serentak menyiratkan pengakuan yang mendalam.

Evan mengernyit. Alih-alih mehami perubahan gadis itu, ia malah kembali bertanya, "terus, kenapa diem?"

"Aku nggak rela aja kamu pulang," ucap Kalara sedikit mendesak, kentara dari raut wajahnya yang kini merona. Sementara setiap suku kata dalam pengakuannya, begitu ditekankan.

Evan tertawa kecil, dan sedikit senang juga karena Kalara merindukan dirinya. "Kirain nggak akan kangen."

Kalara terdiam, 'tak ingin berbicara lebih lagi. Kepalanya sedikit ditundukkan, menatap ubin lantai sebagai pengalihan bidang pengelihatan. Sebab, gurat wajah Evan yang tenang selalu terbayang dalam benaknya. Hal itu hanya semakin menambah kesan kerinduan bagi Kalara.

"Kalara  ...." panggil Evan hangat. Namun, 'tak kunjung mendapat sahutan dari sang gadis.

Evan menaikkan dagu Kalara dengan jemarinya. Detik itu juga, ia memeluknya tanpa aba-aba, membuat gadis itu terkesiap dengan tindakan Evan yang tiba-tiba. Pelan. Namun pasti, ia melingkarkan tangannya semakin dalam.

"E-Evan," ucap gadis itu dengan terbata-bata. Agak sedikit gelisah dengan jarak tubuh mereka nan dekat. Bahkan, hanya terpisah oleh sedikit ruang yang mengisi kekosongan udara.

"Kenapa? Gugup?" cecar Evan. Ia dapat merasakan jantung Kalara saat ini berdegup kencang, seperti tidak biasanya.

Kalara mengangguk pelan. Namun setidaknya, keduanya 'tak saling bersemuka, membuat Kalara sedikit lebih percaya diri saat berdekatan dengannya. Evan tidak akan melihat raut yang merah padam, justru Kalara menyembunyikan rona di wajahnya di balik pundak pria itu.

𝐓𝐄𝐑𝐀𝐊𝐇𝐈𝐑 [On-going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang