107. TEMPAT TIDUR YANG KERAS

352 11 0
                                    

Sudah satu jam lebih lamanya mereka berdua bercerita di sana. Namun, potongan cerita itu harus terputus seketika karena kehadiran Liam yang baru saja keluar dari dalam ruang rawat Emily.

"Aku akan menceritakannya lagi nanti," bisik Glen kemudian sambil berdiri dan membiarkan Liam untuk duduk di posisinya, namun tentu saja pria itu menolaknya.

"Ehm, aku akan masuk ke dalam, apakah ia sudah tertidur?" tanya Rose dan terlihat Liam yang mengangguk.

"Emily sudah tertidur. Ia juga sudah menyantap makanannya, pesananmu berada di dalam kamar, aku juga telah membawa semua keinginan Emily sesuai dengan apa yang kau katakan siang tadi," jawab Liam dan tentu saja hal tersebut membuat Rose tersenyum penuh arti. Ia lalu beranjak dari posisinya dan segera masuk ke dalam. Mungkin ada baiknya ia berada di dalam dan membiarkan mereka berdua mengobrol di luar sana sambil menjaga keadaan.

Saat Rose berada di dalam, terlihat Emily yang membuka kedua matanya seketika. Ah, ini dia yang telah ia tunggu sejak tadi. Namun, hal tersebut lantas membuat Rose memejamkan kedua matanya sejenak karena rasa terkejutnya itu.

"Kau ini, aku mengira bahwa kau sudah terlelap tidur. Liam juga mengatakannya sejak tadi," pinta Rose yang berjalan mendekati wanita itu. Emily tentu saja nampak terkekeh.

"Ia cukup lama berada di dalam kamarku ini. Bahkan aku sampai menahan tawaku agar tak ketahuan pura-pura tidur. Kau sejak tadi telah kutunggu, tapi rupanya tak datang juga," ungkap Emily kemudian dan tentu saja Rose terkekeh saat mendengarnya. Ia lalu duduk di sebelah Emily sambil tersenyum penuh arti kepada wanita itu.

"Aku sedang mendengar semua kisah masa lalu Liam dan juga Glen. Hanya saja saat menceritakannya, di tengah perjalanan Liam datang. Ish, ia cukup mengganggu saja," gerutu Rose kemudian dan mendengar hal tersebut lantas membuat Emily mengernyit.

"Apa saja yang telah kau dengar dari Glen? Kemarin Liam juga sempat ingin menceritakannya tapi kau pasti tahu penyebabnya kenapa ia tak jadi menceritakannya kepadaku," ungkap Emily kemudian dan tentu saja Rose mengangguk.

"Ada banyak sekali dan kau pasti tak akan menduganya bahwa ia sama sekali tak pernah bermain dengan anak-anak di luaran sana. Jadi, Liam hanya di perbolehkan untuk bermain bersama dengan anak dari rekan kerja Ayahnya saja," ungkap Rose kemudian dan terlihat Emily yang mengernyit saat mendengarnya. Memangnya kenapa?

"Apakah karena Liam adalah sosok yang begitu kaya raya? Atau karena ada sesuatu yang lainnya maka dari itu ia tak di perbolehkan untuk bermain bersama dengan teman-temannya di luar sana?" gumam Emily kemudian dan terlihat Rose yang terdiam sejenak.

"Aku rasa poin pertama dari apa yang kau sebutkan itu cukup masuk akal," gumam Rose kemudian.

Emily mengangguk paham kali ini. Di dalam bayangannya, ia berpikir bahwa sosok orang tua Liam begitu jahat, keras, dan juga selalu menahan anaknya untuk tak memilih kehidupannya sendiri. Lihat saja, Liam bahkan di larang untuk bermain bersama dengan teman-temannya, tapi ia justru di perbolehkan jika bermain dengan anak dari rekan kerja orang tuanya saja. Apakah tidak membosankan sekali bagi Liam?

"Tapi, ia justru di perbolehkan untuk bermain bersama dengan Glen saat berada di panti asuhan," gumam Rose yang mencoba mengingat beberapa hal penting yang sempat di ceritakan oleh Glen sebelumnya.

Emily mengernyit, "Panti asuhan?"

***

Tepat pukul 4 dini hari, Emily terbangun begitu saja dari tidurnya. Rasanya tak begitu nyenyak sekali berada di rumah sakit seperti ini.

Terlihat Rose yang rupanya tengah tertidur di atas sofa yang letaknya cukup jauh dari posisi ranjang Emily kali ini. Ia terkekeh karena sebelumnya Rose sama sekali tak pernah tertidur di atas sofa apa pun itu. Entahlah bagaimana reaksi dan juga testi yang akan ia berikan kepada Emily pagi nanti. Rose pasti mengomentari sofa dan tubuhnya yang hampir saja remuk itu.

Setelah itu, Emily pun bangkit dari posisinya saat ini. Sebenarnya masih cukup pening namun tak masalah karena ia hanya akan berjalan saja untuk mengambil segelas air mineral. Rasanya haus sekali selama ia tertidur semalam.

"Oh, astaga, kenapa pusing sekali?" gumam Emily yang baru saja berjalan beberapa langkah, seketika itu juga sebuah tangan berhasil menopangnya dan membuat Emily menatap ke arah belakangnya itu. Liam.

"Apa yang kau perlukan? Kenapa tidak memanggilku saja?" tanya Liam dengan nada yang pelan karena ia juga tak ingin membuat Rose terbangun.

"Ehm, segelas air," jawab Emily seketika. Ah, ia bahkan tak mengetahui keberadaan Liam sejak malam itu. Tapi, sudahlah. Beruntung pria ini begitu cepat saat menolongnya. Jika tidak, entahlah apa yang akan terjadi kepada dirinya itu.

"Kembalilah berbaring, aku akan mengambilkannya untukmu," ujar Liam dan saat ini tengah membantunya untuk berjalan dan kembali ke arah tempat tidur yang begitu tak nyaman sekali bagi Emily. Rasanya ia ingin kembali pulang.

"Tempat tidurnya tak nyaman," entahlah mengapa Emily seketika itu juga mengatakan hal yang demikian. Tentu saja membuat Liam menatapnya sejenak sambil mengambilkan wanita itu segelas air untuknya.

Setelah Liam memberikannya kepada Emily, ia terlihat mencoba menyentuh dan bahkan menduduki tempat tidur tersebut untuk sementara waktu. Ya, cukup tak nyaman rupanya.

"Kau benar, cukup keras, bukan?" tanya Liam secara lembut dan tentu saja ia hendak memastikannya kembali kepada Emily.

Wanita itu begitu menyukai Liam pagi ini. Semenjak ia mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung, rasanya ketika berdekatan dengan Liam membuatnya merasa begitu senang dan juga menyenangkan. Padahal jelas-jelas pria inilah yang membuat dirinya berada di rumah sakit hingga detik ini. Seharusnya ia marah, tentu saja.

"Masih bisa untuk beristirahat? Atau kau ingin menyantap sesuatu?" tanya Liam seketika.

Emily menggeleng. Air mineral saja sudah cukup untuknya di pagi hari ini, "Tidak, mungkin nanti saja."

Liam mengangguk dan setelah itu terlihat mengambil ponselnya sejenak. Di sana ia terlihat mengetikkan sebuah pesan singkat yang entah isinya apa dan untuk siapa pesan itu ditujukan.

Emily memutar kedua matanya. Di mana pun Liam berada, ia pasti selalu saja memegang benda pipih itu.

"Bagaimana jika ia mengetahui bahwa aku sedang hamil saat ini? Apakah ia akan tetap seperti ini dan tak berubah?" gerutu Emily di dalam hatinya itu. Tak ada pilihan lain selain merebahkan tubuhnya kembali dan melanjutkan mimpinya untuk sejenak sampai matahari terbit nantinya.

Terlihat Liam yang telah menyimpan ponsel miliknya itu dan tersenyum ke arahnya. Ia lalu mengecup lembut kening dan juga bibir wanita itu. Membuat Emily membukatkan kedua matanya karena terkejut.

"Beristirahatlah, aku akan segera kembali," ungkap Liam dan setelah itu pergi berlalu dari dalam kamarnya.

Emily terlihat memutar kembali kedua matanya ketika mendengar hal tersebut, "Selalu saja seperti itu."

***

Beautiful SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang