198. KEMEWAHAN SANG KONGLOMERAT

326 5 1
                                    


Semua hal yang bersifat mewah itu tentu saja tak akan berhenti pada perayaan ulang tahun Jacob beberapa saat yang lalu. Kali ini Liam benar-benar menunjukkan perkataannya itu dengan Emily.

"Tepat apa yang telah aku katakan sebelumnya. Rumah ini aku berikan untuk Jacob. Anggap saja sebagai sebuah investasi kecil dan pertama untuknya, atau mungkin aku juga akan membelikannya apartemen," gumam Liam kemudian, setelah mengatakan hal tersebut, ia nampak berpikir sejenak mengenai kemewahan yang harus ia lakukan kembali setelah membeli rumah ini.

"Sudahlah, sudah cukup. Kau memang sosok Ayah yang sangat baik, bertanggung jawab, dan juga peka terhadap segala sesuatu hal yang ada di sekitarmu, hanya saja ini terlalu dini sekali untuk Jacob. Ia bahkan baru berusia 1 tahun dan belum bisa berjalan dengan lancar, tapi kau sudah membelikannya rumah mewah seperti ini, bahkan kau juga ingin membelikannya sebuah apartemen kembali," ujar Emily kemudian.

Setelah mendengar hal tersebut, nampaknya Liam merasa tersenyum bangga akan dirinya sendiri, "Tak masalah, ini bahkan baru salah satunya dari semua yang bisa ia dapatkan. Tak ada salahnya untuk di mulai dari hari ini."

Emily nampak memutar kedua matanya itu saat mendengar semua pembelaan terhadap Liam terkait dengan apa saja yang telah ia lakukan itu, "Terserah saja apa yang kau katakan itu."

"Apakah kau tak ingin masuk ke dalam sana bersama denganku?" tanya Liam yang saat ini tengah mengulurkan tangannya itu.

Emily nampak tersenyum dan setelah itu menerima uluran tangan yang telah di berikan untuk dirinya saat ini, "Siapa yang akan menolaknya? Ayo."

Kapan lagi mereka bisa berduaan kembali seperti sekarang ini? Apalagi Jacob sedang bersama dengan Rose dan juga Glen untuk saat ini.

Seperti biasa, kemewahan yang lainnya itu telah Emily lihat kali ini di dalam sana. Bahkan beberapa furniture mewah telah di letakkan di beberapa tempat yang memang disesuaikan dengan Liam sebelumnya. Rumah itu memiliki dua buah lift dan satu tangga yang bisa digunakan jika nantinya Jacob akan merasa bosan dengan kedua lift yang tersedia itu.

"Sebenarnya aku ingin membuat kolam renang di belakang sana, hanya saja kita lihat terlebih dahulu kesukaan Jacob nantinya. Jika ia begitu menyukai olahraga basket atau bola besar yang lainnya maka aku akan mendahulukan pembuatan lapangan basket untuknya," ujar Liam yang tengah menjelaskan semuanya kali ini.

"Bagaimana jika Jacob tak menyukai bentuk olahraga apa pun nantinya? Apakah kau akan tetap memaksanya untuk mengikuti salah satu olahraga yang tersedia sampai saat ini?" tanya Emily.

"Tenang saja, aku tak akan memaksanya untuk mengikuti berbagai macam olahraga apa pun nantinya. Ia bisa memilih sesuka hati terkait dengan hal apa yang akan ia tekuni, hanya saja seorang laki-laki pasti menyukai salah satu olahraga, apalagi saat sekolah dulu aku merupakan seorang atlet basket dan juga renang. Banyak sekali yang mengidolakanku," ujar Liam dengan bangganya dan tentu saja saat mendengar hal tersebut lantas membuat Emily menatapnya tersenyum penuh arti.

"Ah, jadi itu artinya kau selalu memiliki banyak gadis di mana pun kau berada, benar begitu?" tanya Emily kemudian dan tentu saja Liam menatapnya seketika. Ah, sepertinya ia telah salah menjawab untuk kali ini.

"T-tidak, tentu saja bukan seperti itu. Maksudku, semua guru mengidolakanku karena semua hal yang telah aku lakukan untuk sekolah itu," jawab Liam yang meluruskan hal tersebut.

Nampaknya Emily merasa tak percaya dengan hal tersebut dan membuatnya mengalihkan pandangan nya itu ke arah lain.

Hal tersebut justru membuat Liam tersenyum penuh arti. Ia lalu memutuskan untuk mengalihkan topik pembicaraan di antara mereka berdua yang telah membuat keadaan menjadi canggung seperti sekarang ini, "Sayang, lihatlah ke sini. Kau harus melihatnya mulai sekarang. Apalagi di rumah baru kita belum ada yang seperti ini."

Tanpa menunggu persetujuan dari Emily di awal, Liam lalu memutuskan untuk menarik tangan sang istri dan mengajaknya ke arah yang berlawanan dari mereka saat ini.

Di sana terdapat sebuah bar mini yang terlihat sangat mewah dan fancy sekali. Dengan enam kursi yang tersedia, di tambah dengan sebuah meja panjang yang tentu saja bewarna marble itu.

"Wow, ini luar biasa," ujar Emily seketika.

Terlihat Liam yang menatapnya saat ini sambil tersenyum, "Bagus, bukan? Aku pikir kita juga harus membuat bar mini sejenis ini di rumah. Apa lagi kita belum memilikinya sampai saat ini."

"Tapi aku menginginkan hal yang lain nya lagi di rumah kita, dan sepertinya kita memerlukannya," ujar Emily seketika dengan seulas senyuman manisnya.

Liam menatapnya sejenak, "Apa yang kurang? Katakan saja."

Setelah itu Emily pun membisikkan sesuatu kepada Liam, dan nampaknya pria itu tersenyum penuh arti saat mendengarnya.

Ah, tentu saja mereka sangat memerlukannya, "Benar sekali, kita sangat memerlukannya. Baiklah, kau akan mendapatkannya sebentar lagi.

***

Sejak kunjungan mereka ke rumah baru yang telah di beli untuk Jacob oleh Liam tersebut, nampaknya Liam masih tak kunjung menyelesaikan apa yang tengah diinginkan oleh Emily saat itu. Tentu saja karena Liam sama sekali tak melakukan apa pun, ia malah sibuk untuk bekerja sampai hari ini.

"Sayang, di mana Jacob?" tanya Liam yang baru saja kembali dari ruang kerjanya itu. Tentu saja jika sudah begini maka ia telah menyelesaikan meetingnya itu.

"Ia sedang tidur siang. Apakah meeting mu pada siang ini sudah terlaksana dengan baik?" tanya Emily kemudian sambil menatap ke arah Liam.

Liam mengangguk dan ia pun duduk di samping Emily yang nampaknya sangat fokus sekali dengan ponselnya itu, "Semuanya sudah beres dan aku tak memiliki pekerjaan yang lainnya lagi setelah ini."

Emily menatapnya dan mengangguk, "Bagus kalau begitu, mungkin kita bisa menyantap makan malam lebih awal hari ini."

"Bagaimana jika kau ikut aku, sebentar saja," ujar Liam seketika dan tentu saja Emily memberhentikan kegiatannya itu sejenak lalu menatap ke arah Liam.

"Ke mana?" tanya Emily kemudian.

Liam nampak tersenyum sejenak, "Kau akan mengetahuinya nanti. Ayo, ada sesuatu hal yang ingin aku tunjukkan kepadamu."

Emily hanya mengangguk sambil berjalan mengikuti Liam yang saat ini tengah berjalan menuju ke arah lift yang tentunya akan membawa mereka berdua menuju ke arah lantai atas, di mana kamar mereka dan juga kamar Jacob berada.

"Apakah kau akan membangunkan Jacob dari tidur siangnya itu? Lebih baik jangan, karena ia akan rewel nantinya," ujar Emily kemudian, bersamaan dengan pintu lift yang terbuka lebar setelahnya.

"Tidak akan, bahkan aku juga tak ingin membangunkannya untuk tidur siang hari ini," jawab Liam kemudian.

Liam lalu menggenggam tangan Emily menuju ke dalam kamar tersebut. Di sana, ia nampak tak memikirkan apa pun, bahkan ia juga telah terbiasa dengan semua kejutan mewah seperti perhiasan atau pun pakaian yang menjadi impian dari Emily sebelumnya. Mungkin kali ini Liam akan memberikannya juga.

"Tutup kedua matamu sebelum kita melihat kejutannya," ujar Liam dan seketika itu juga ia menutup kedua mata Emily dengan sebuah kain berwarna hitam yang sejak tadi memang berada di dalam saku celananya itu.

Emily nampak terkesiap, namun kali ini ia hanya bisa mengikuti tuntunan dari Liam saja, entahlah kejutan apa yang akan di berikan oleh suaminya ini untuk saat ini.

Setelah berjalan beberapa langkah dari posisi mereka sebelumnya, Emily merasa bahwa tak ada apa pun di hadapannya kali ini. Bahkan ia merasa jika Liam memberikan bentuk yang berbeda kali ini.

"Tumben sekali hadiah itu tak ada di hadapanku," gumam Emily kemudian.

Liam tersenyum penuh arti saat mendengarnya, "Kau akan melihat nya sendiri."

Penutup mata itu pun terlepas seketika dan membuat Emily mencoba untuk memfokuskan kembali kedua penglihatannya kali ini.

Seketika itu juga Emily membulatkan kedua matanya saat melihat sebuah ruangan saat ini.

"L-liam, jadi kau benar-benar mengabulkannya?"

***

Beautiful SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang