118. PEKERJAAN DI MASA LALU EMILY

124 9 0
                                    

Liam menatap ke arah Emily yang saat ini terlihat begitu malas sekali untuk melakukan sesuatu. Entah apa yang harus ia lakukan karena sejak kemarin bahkan hingga saat ini, Emily bahkan belum membersihkan tubuhnya itu.

"Sayang, aku datang," ucap Liam seketika dan tentu saja membuat Emily nampak terkejut sekali.

"Kau membuatku terkejut. Tapi, tak masalah," ujar Emily kemudian dan setelah itu ia mendapatkan sebuah pelukan hangat dari Liam.

Liam tentu saja merasa begitu senang mengingat berita yang telah di bawakan oleh Rose kepadanya beberapa saat yang lalu, "Jika kau merasa rindu denganku, kenapa tak pergi untuk menemuiku saja di kantor?"

"Aku malas untuk pergi ke mana pun, atau melakukan sesuatu apa pun," jawab Emily kemudian. Terlihat Liam yang kali ini menatapnya sejenak.

"Kau baik-baik saja, bukan?" tanya Liam dan tentu saja Emily mengangguk.

Liam tersenyum gemas setelahnya, "Bagus kalau begitu. Dan ini adalah makanan milikmu. Aku sudah membelinya sebelum kembali pulang tadi."

Ya, sebuah kepiting rebus yang tentu saja begitu besar. Hm, entahlah, apakah ia akan menyukainya? Karena sejak beberapa hari yang lalu hingga saat ini ia hanya menyantap makanan yang berbahan dasar dari ikan saja.

"Terlalu besar," gumam Emily kemudian dan tentu saja Liam tertawa saat mendengarnya.

"Kita bisa menyantapnya bersama atau Rose juga akan mendapatkannya," jawab Liam setelahnya.

Namun pandangan Emily tertuju kepada beberapa asisten rumah tangga yang sejak tadi hilir mudik di sisi mereka untuk melakukan pekerjaan masing-masing.

"Berikan saja kepada asisten rumah tanggamu itu. Mereka kelihatannya belum menyantap makan siang sama sekali," gumam Emily kemudian dan setelah itu terlihat Liam yang menoleh ke arah belakangnya.

Ia terdiam sejenak sebelum kembali berbicara kali ini, "Ehm, baiklah."

"Biarkan aku tidur siang sejenak sebelum makan siang. Rasanya cukup mengantuk sekali," ucap Emily dan setelah itu mengecup pipi pria tersebut sekilas sebelum ia beranjak dari posisinya kali ini untuk pergi menuju ke dalam kamarnya.

Liam masih menatapnya dan tentu saja merasa gemas sekali, "Bahkan kedua pipinya itu semakin membesar saja sekarang."

***

Emily membuka kedua matanya sejenak saat mendengar suara dari Rose yang tengah berbicara entah dengan siapa untuk saat ini. Merasa penasaran lantas membuat Emily menatap ke arah sumber suara yang berada di tepi tempat tidurnya itu kali ini. Rupanya Rose tengah menerima sambungan panggilan dari seseorang. Tapi, kenapa ia berada di dalam kamarnya?

"Ah, seperti itulah. Ia begitu munafik. Aku bahkan sama sekali tak menyangka dengan pekerjaannya saat ini. Pantas saja ia begitu mudah untuk membeli sesuatu yang terbaru. Ternyata oh ternyata."

Emily seketika terdiam saat mendengarnya. Pekerjaan? Memangnya siapa yang tengah di bahas oleh Rose saat ini?

Rose menatap ke arah Emily sejenak, ia tersenyum kepada saudaranya itu yang saat ini tengah menatapnya juga, "Baiklah, kita sambungkan pembicaraan kita lain waktu lagi. Aku juga ingin bertemu denganmu untuk mulai mempelajari hal itu. Ah, tak sabar rasanya."

Setelah panggilan itu usai, terlihat Rose yang tersenyum ke arahnya sambil memeluk Emily begitu gemas, "Tidak tahu kenapa tapi rasanya begitu gemas sekali saat melihatmu sekarang. Apalagi kedua pipimu yang semakin mengembang. Menggemaskan. Belum lagi calon dari keponakanku itu."

"Kau ini, ada-ada saja," jawab Emily kemudian secara singkat. Pikirannya masih kalut mengenai pekerjaan lamanya itu.

"Kau tahu, aku memiliki sebuah gosip terbaru mengenai salah satu temanku. Ia bahkan menjadi perbincangan hangat di antara kita semua karena sifat munafik nya itu saat dulu, ah aku juga tak terlalu suka dengannya," gumam Rose setelahnya. Terlihat Emily yang mulai menyimaknya dengan sangat baik untuk saat ini.

*Ehm, apa itu?" tanya Emily kemudian.

"Dulu, ia bahkan selalu menolak dan merasa jijik dengan pekerjaan yang bahkan biasa saja menurut kami. Kau tahu, menjadi seorang sugar baby. Tapi lihatlah sekarang, ia bahkan memiliki 10 sugar daddy yang telah menjadi simpanannya itu. Cih, munafik. Tapi, kenapa ia memilih pekerjaan seperti itu, ya? Padahal jelas-jelas ia adalah salah satu orang terpintar yang aku kenal. Aneh sekali," gumam Rose kemudian seorang diri.

"Kau tahu, aku dulu aempat bekerja dan tak ada yang tahu pekerjaan rahasiaku itu," Emily terdiam seketika saat ia telah mengatakan hal tersebut. Sial, mengapa ia mengatakan hal yang seharusnya tak perlu ia ceritakan itu kepada Rose?

Tentu saja Rose yang mendengarnya seketika merasa penasaran dengan berita itu, "Ah, kau benar, dulu kita sempat membicarakan ini tapi entah mengapa topik itu terputus seketika, aku melupakan penyebabnya. Tapi tak masalah, kau bisa bercerita denganku sekarang. Ayo, katakan. Apakah kau juga menjadi seperti temanku itu?"

Emily menggeleng keras. Tentu saja tidak, "Hei, tentu tidak. Tapi, lebih dari itu menurutku."

"Lebih dari itu? Memangnya apa?" tanya Rose yang semakin penasaran saja. Apalagi adiknya ini terlihat jarang meminta uang saat itu. Sebelum mereka menjalin suatu hubungan tersebut.

"Aku menjadi seorang dancer," jawab Emily yang tentu saja sengaja ia potong sejenak. Rose membulatkan kedua matanya.

"Wow, tentu saja dancer adalah hal yang begitu indah. Pantas saja kau selalu memiliki uang. Di mana kau bekerja? Sebuah agensi? Atau bagaimana?" tanya Rose kembali dan tentu saja Emily menghela napas panjangnya itu. Ia berharap jika wanita yang satu ini akan menerimanya dan tak merasa terkejut dengan apa yang akan ia katakan.

"Dancer, lebih tepatnya seorang penari tiang di salah satu club malam yang begitu mewah di New York," jawab Emily setelahnya.

Setelah beberapa menit mendengarkan apa yang menjadi jawabannya itu, Rose terlihat terdiam sejenak. Ia masih mencoba untuk mencerna semua perkataan itu saat ini. Terlihat pula Emily yang begitu menunggu reaksi dari saudaranya yang satu ini. Ah, ia begitu gugup sekali.

"Kau tahu, bahwa aku begitu.. senang sekali mendenharnya. Apakah kau begitu tega melihat saudaramu ini yang selalu saja mengimpikan sosok penari tiang yang ingin ia lakukan? Aku bahkan masih belum berani untuk mencobanya. Asal kau tahu, aku bahkan hendak mempelajari semuanya dengan temanku yang sempat aku hubungi tadi. Ah, tapi kau justru ada di depan mataku saat ini. Seorang pelatih yang berasal dari keluargaku sendiri rupanya. Ajarkan aku," ucap Rose kemudian dan tentu saja berada di luar dugaan sekali.

Ia tak marah dengan Emily rupanya.

"Kau tak marah padaku karena pekerjaanku seperti itu?" tanya Emily dan tentu saja Rose memutar kedua matanya sejenak.

"Untuk apa aku merasa marah denganmu? Justru aku merasa senang dan bangga. Pole dance merupakan salah satu olahraga yang begitu disukai oleh banyak wanita saat ini, termasuk aku. Intinya, kau harus mengajariku, oke?" jawab Rose kemudian dan setelah itu terlihat merasa senang sekali.

Emily tentu saja menghela napas lega saat mendengarnya. Baiklah, satu permasalahan yang sempat menjadi beban di otaknya itu kali ini telah berlalu. Ia hanya perlu menyelesaikan sisanya saja, yaitu mengenai orang tuanya yang sampai saat ini belum mengetahui hubungannya dengan Liam dan juga kehamilannya. Termasuk dengan Liam yang bahkan belum mengetahui berita mengenai kehamilannya ini. Baiklah, mungkin ia akan menyelesaikannya satu persatu terlebih dahulu.

"Ah, aku baru ingat, apakah Ayah dan juga Ibu telah mengetahui hubunganmu dengan Glen?" tanya Emily seketika dan tentu saja Rose menggeleng sambil terkekeh.

"Tentu saja mereka belum mengetahuinya. Tapi, aku tak peduli. Intinya aku akan menikah dengan Glen. Tak ada pria yang sepertinya lagi, Emily. Bahkan semua pria yang aku kenal tak memiliki sifat sepertinya," jawab Rose kemudian sambil terlihat membayangkan sesuatu yang entah apa itu.

"Sama sepertiku, aku bahkan masih belum berani untuk membicarakan hubunganku antara Liam dengan mereka berdua. Mungkin nanti saja," gumam Emily setelahnya sambil terlihat termenung.

Rose terdiam sejenak. Entah mengapa ia begitu penasaran sekali dengan satu hal kali ini, "Tunggu, aku bahkan belum mengetahui di mana kalian bertemu? Maksudku, kenapa kau dan juga Liam bisa tiba-tiba menjadi dekat? Bagaimana ceritanya itu?"

Terlihat Emily yang membulatkan kedua matanya. Sebuah pertanyaan yang tentu saja tak akan ia jawab sampai kapan pun itu.

"Rahasia," jawab Emily kemudian seraya terkekeh.

***

Beautiful SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang