101. PAGI HARI YANG MENYAKITKAN

500 13 0
                                    

Emily membuka kedua matanya sejenak. Jendela kamar yang tengah ia tempati untuk saat ini bahkan telah terbuka lebar. Ah, rupanya hari telah berganti siang. Sepertinya ia sudah terlambat untuk mengikuti sarapan hari ini.

"Pukul 9 pagi," gumam Emily seorang diri.

Saat ia hendak bangkit untuk duduk, seketika itu juga ia merasakan nyeri pada bagian bawahnya. Bahkan ia juga baru tersadar bahwa Emily sama sekali tak menggunakan pakaian apa pun yang menutupi tubuhnya itu.

Kejadian kemarin, tentu saja ia begitu mengingatnya. Bahkan sedetail itu. Liam seperti sosok yang berbeda ketika melakukan hal itu kepadanya.

"Perlahan, Emily, kau pasti bisa, ini hanya sementara saja," gumam Emily yang saat ini hendak bangkit untuk berdiri. Rasanya begitu berbeda. Nyeri yang berada di bagian selangkangan Emily bahkan semakin terasa saat ia berjalan.

Emily terus memaksakannya hingga ia sampai di kamar mandi. Untung saja jaraknya cukup dekat dengan tempat tidur yang ia gunakan selama berada di rumah itu.

Satu hal yang belum ia lihat sejak Emily membuka kedua matanya, sosok Liam. Ya, pria itu sama sekali tak terlihat di hadapannya, bahkan sampai detik ini.

Emily lalu memilih untuk merendam tubuhnya di dalam bath up itu menggunakan air hangat agar membuat seluruh tubuhnya menjadi rileks sejenak. Selain itu ia juga hendak meredakan bagian selangkangannya untuk saat ini.

Entah mengapa air matanya seketika berlinang saat ia mulai memikirkan semuanya. Liam benar-benar tega sekali saat melakukan hal itu kepadanya.

Tak berselang lama, ia pun memutuskan untuk bangkit dari posisinya saat ini secara perlahan sekali karena ia takut jika rasa yang cukup menyakitkan itu akan terasa kembali.

Tapi, tentu saja apa yang ia pikirkan rupanya terjadi kembali. Ya, rasanya sungguh menyakitkan sekali.

"Tak masalah, ini hanya sementara saja, Emily. Jika kau sudah menyantap sarapanmu maka semuanya akan baik-baik saja, aku sangat yakin itu," ungkap Emily kemudian dan setelah itu bergegas menuju ke arah kamarnya kembali. Kali ini ia akan menggunakan pakaiannya sejenak sebelum beranjak menuju ke lantai bawah untuk menyantap sarapannya, walaupun cukup terlambat sekali tentu saja.

Namun tak masalah karena ia tak akan bertemu dengan Liam untuk sementara waktu.

Ponselnya berdering sejenak dan tentu saja Emily tak menghiraukannya. Ia memuaskan untuk pergi berlalu meninggalkan ponselnya itu di atas meja setelah menyelesaikan persiapannya untuk menyantap sarapan pagi miliknya hari ini.

Setelah pintu lift terbuka, terlihat sosok yang saat ini tengah tersenyum ke arah Emily. Ia bahkan berlari menuju ke arah wanita itu yang tengah mencoba untuk berjalan dan menahan rasa nyeri yang begitu menyebalkan tersebut.

"Emily, apakah kau baik-baik saja?" tanya Rose yang terlihat baru saja tiba di rumah itu, tentunya bersama dengan Glen yang nampak berjalan menghampiri mereka berdua kali ini.

Emily tentu saja tersenyum dan mencoba menahan semuanya. Ia bahkan merasa pening sekali untuk saat ini. Hal itu karena sejak kemarin sore hingga pagi ini, ia sama sekali belum menyantap apa pun. Di tambah dengan semua kegiatan panas tersebut, bisa di katakan sebuah kegiatan panas di atas ranjang yang begitu brutal di akibatkan oleh pembalasan dendam dari Liam kepadanya. Ya, tentu saja ia sudah mengetahui semua alasan di balik semua itu.

"Emily, aku bahkan telah mencoba untuk menghubungimu sejak tadi, tapi kau tak menerima panggilanku. Beruntung sekali kami tak salah saat memasuki rumah megah ini. Liam mendadak sekali mengundang kami untuk-"

Terlihat Emily yang semakin tak tahan lagi. Semuanya begitu membuatnya pening dan rasanya dunia seakan-akan berputar semakin kencang.

"Emily? Apakah kau baik-baik saja?" tanya Rose seketika dan tentu saja tak berselang waktu lama lagi, Emily terlihat tersungkur ke bawah sana dengan kondisi yang begitu lemas sekali.

Ya, wanita itu telah pingsan di hadapan Glen dan juga Rose pagi itu.

"Cepat, kita harus melakukan sesuatu," pekik Rose seketika itu juga. Ia begitu panik sekali karena Emily merupakan sosok yang sangat jarang sekali jatuh sakit. Tidak seperti dirinya yang mudah sekali merasakan sakit.

***

Rose dan juga Glen pergi untuk membawa Emily ke dokter yang berada di kota tersebut. Untung saja Glen mengetahui betul seluk beluk tempat yang akan mereka kunjungi saat itu juga. Apalagi keadaan begitu genting sekali.

Emily tengah berada di dalam UGD sampai detik ini. Sejujurnya Rose merasa begitu khawatir dengan Emily. Apalagi wajah wanita cantik itu nampak begitu pucat sekali tadinya.

"Apakah ia belum menyantap sarapannya?" gumam Rose yang begitu panik sekali.

Ia bahkan telah menghubungi kedua orang tuanya itu walaupun panggilan terus saja tertolak, akibatnya Rose memberikan pesan suara setelah panggilan itu usai. Semoga saja mereka bisa datang secepatnya ke Minnesota.

"Apakah kau sudah menghubungi Liam?" tanya Glen dan terlihat Rose yang mengangguk.

"Tapi, aku belum mendapatkan jawabannya sejak tadi. Kenapa mereka semua begitu sibuk sekali dengan pekerjaan? Apakah mereka semua sama sekali tak memikirkan keadaan Emily?" gerutu Rose yang terlihat begitu kesal sekali. Jujur saja, mereka berdua bahkan tak pernah mendapatkan pelukan hangat atau pun sekadar mengobrol seharian penuh dengan orang tuanya sejak kecil.

Ia bisa seperti ini tentu saja karena merasa begitu kesepian sekali. Untung saja Emily hadir di dunia ini dan mampu menjadi teman sehidup sematinya sebagai seorang saudara.

"Aku tak ingin terjadi hal yang tak di inginkan dengan Emily. Ia adalah satu-satunya teman hidupku yang sangat mengerti dengan apa yang selalu aku rasakan," rintih Rose setelahnya. Ia nampak sedih dan mencoba menahan deraian air matanya agar tak membasahi kedua pipinya kali ini. Tentu saja ia berhasil melakukannya.

"Tenanglah, Emily akan baik-baik sajs di dalam sana. Dokter sedang melakukan yang terbaik untuk Emily. Mengenai Liam dan juga kedua orang tuamu, aku akan mengurusnya. Mereka sedang sibuk, tentu saja untuk kalian berdua. Jangan seperti itu, tenangkan dirimu, aku selalu di sini," jawab Glen dan tentu saja Rose merasa beruntung sekali di saat itu juga.

Pintu UGD di mana Emily berada kali ini pun terbuka seketika dan memperlihatkan seorang suster yang berjalan mendekati Rose dan juga Glen untuk saat ini.

"Selamat siang, bisakah saya berbicara dengan keluarga Emily Orlando?" tanya sang suster dan terlihat Rose yang berdiri seketika itu juga.

"Kau bisa berbicara denganku, Rose Orlando, aku adalah saudara kandungnya," jawab Rose dengan cepat.

Setelah perbincangan itu terjadi, terlihat Rose yang berjalan mengikuti sang suster menuju ke ruang sang dokter yang sempat menangani Emily di dalam sana.

"Silahkan duduk," ujar sang dokter pria yang saat ini telah bertemu dengan Rose di dalam sana.

"Bagaimana dengan kabar adikku? Apakah ia baik-baik saja, bukan?" tanya Rose yang bertubi-tubi dan tentu saja membuat sang dokter tersenyum sejenak.

"Sesuai dengan hasil pemeriksaan dalam kami, ada beberapa hal yang harus anda ketahui terlebih dahulu," ungkap sang dokter dan entah mengapa Rose merasa mengernyit saat mendengarnya.

Ya, ia begitu tak enak sekali jika mendengar sesuatu atau pun sebagainya mengenai 'pemeriksaan dalam', apalagi Emily tak memiliki riwayat penyakit apa pun sampai sejauh ini.

"Baiklah, apa itu?" yanya Rose kemudian dengan perasaan yang campur aduk sekali tentunya.

***

Beautiful SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang